"Vin, bangun gih. Udah subuh, kita jama'ah ya. Oiya, kamu panggilin kakak kamu biar solat bareng!" sahut Azam membangunkan Alvin yang terlihat masih terlelap.
"Kak Azam aja deh yang bangunin kak Naya." Alvin menjawab dengan mata yang masih sempurna tertutup, entah dengan sadar atau tidak.
"Kan kamu adeknya, aku kan tamu. Udah gitu, aku cowok. Udah bangun gih entar telat" ujar Azam sambil mengguncang badan Alvin yang membuatnya terpaksa harus membukakan matanya.
"Kan aku juga cowok," jawab Alvin sambil nyengir tak berdosa.
Alvin kemudian berlari ke kamar mandi tanpa mempedulikan perkataan Azam.
"Eh eh vin, bangunin dulu sono," ujar Azam sedikit memohon.
"Ngebet banget, udah kangen yaa" teriak Alvin dari dalam kamar mandi.
Azam hanya mendelikkan matanya mendengarkan perkataan Alvin yang nyebelin pake banget.
"Heh sembarangan aja kamu!" balas Azam.
"Udah ketok aja pintunya, terus kak azam suruh dia buat siap-siap. Ntar, kalo udah di sahut berarti dia udah bangun," jawab Alvin dari dalam.
Mau tidak mau, Azam akhirnya mengiyakan usulan Alvin dan kemudian pergi ke kamar Kanaya untuk membangunkannya. Menaiki anak tangga satu per satu. Kemudian berbelok ke kanan sedikit. Pintu berhias pernak-pernik berwarna pink bertuliskan huruf M, Azam sudah berada tepat didepan pintu kamar Kanaya.
Tok! tok! tok!
Azam mengetuk pintu kamar kanaya sambil memanggilnya untuk segera turun. Nihil, Azam tidak menerima jawaban apapun.
"Apa kanaya marah?" gerutunya pelan.
'Ahh ga mungkin! Naya marah ga mungkin sampai selama itu. Apa kanaya baik-baik aja di dalam? Atau terjadi sesuatu didalam? Atau, kanaya lagi dikamar mandi kali. Udah deh Azam, berpikir dengan positif!' batinnya berargumen, dan akhirnya dia memutuskan untuk tetap berdiri di sana sampai kanaya keluar.
"kak zam," sapa Alvin mengejutkan Azam dari belakang.
Jari telunjuk Alvin menunjuk kamar Kanaya dan mengisyaratkan kepada Azam, "sudah?". Azam hanya menggeleng. Kemudian Alvin tertawa, sambil menepuk jidatnya dan mengatakan bahwa kanaya sedang berhalangan beribadah. Azam mendelik kearah Alvin dan dengan sigap Hari tangannya langsung menarik telinga Alvin.
"kenapa ga bilang dari tadi coba? Kan kita nunda-nunda solat jadinya, ga baik tau," Azam menarik telinga Alvin dan menyeretnya turun.
"kak sakit... tapi bohong deng. Masya Allah, kak azam udah banyak berubah sekarang, hehe" ucap Alvin sambil memegangi tangan Azam dengan tawanya yang tak merasa bersalah sama sekali. Alvin adalah manusia yang sangat menjengkelkan.
"kamu nih, emang ada-ada aja deh. Udah yuk solat keburu telat." Azam melepaskan tangannya.
Alvin dan Azam kemudian melaksanakan solat berjama'ah. Seusai solat tiba-tiba Alvin mendapat kabar duka dari temannya. Alvin langsung terburu-buru dan bersiap-siap pergi. Entah mungkin itu hanyalah alasannya agar bisa keluyupan pagi-pagi.
"Kamu mau kemana,vin?" tanya Azam yang melihat Alvin tengah bersiap-siap sambil mengusap-usap matanya yang berair. Entah karena memang dia sedih atau hanya sebagai penambah 'bumbu' dalam aktingnya kali ini agar di beri izin keluar, Azam tidak tau.
"Itu kak, temen aku meninggal tadi baru aja. Dia kecelakaan malamnya, udah dirawat tapi tadi aku dapat kabar dia udah ga ada," tuturnya dengan raut wajah yang tampak sedih.
"Innalillahi. Entaran aja deh kamu berangkatnya bareng aku. Masa iya aku dirumah berdua sama naya." pinta Azam.
"Gpp biar kak Azam terbiasa entar kalo udah nikah, haha."
Gelak tawa devil milik Alvin terdengar, Azam yang mendengar itu hanya bisa menghela napas sebal. Tetapi, ada hal lain yang dirasakannya. Seluruh badannya terasa berdesir hebat. Wajahnya memerah, entah karena marah atau malu. Tunggu apa?
"kakak kan belum siap-siap lagi. Lagian ntar lagi bi sri dateng. Udah ya kak aku duluan. Assalamu'alaikum," jawab Alvin santai. Alvin kemudian menyalami Azam dan pergi. Azam yang menyadari hal itu sedari tadi hanya diam tak bergeming.
"Waalaikumsalam.." balas Azam kemudian.
***
Tidak lama setelah Alvin keluar, seorang wanita tua renta yang mengabdikan dirinya untuk merawat Kanaya dan keluarganya datang untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang asisten dirumah itu.
"Assalamu'alaikum.." ucap bi sri dari pintu.
"Wa'alaikumsalam, iya bi masuk aja" jawab Azam yang tengah mengutak-atik dapur.
"Ehh, ada den azam. Non naya kemana? kok engga keliatan?" tanya bi sri.
"Masih diatas bi, coba bibi bangunin. Tadi aku udah bangunin juga sekali lagi, tapi naya ga jawab. Sarapannya biar aku aja yang urus," ucap Azam yang masih sibuk menyiapkan sarapan.
Bi Sri langsung pergi ke atas untuk membangunkan Kanaya. Lalu kemudian, Azam tersentak melihat bi Sri berteriak memanggilnya dari atas dan segera pergi untuk melihat ke atas. Dia menaiki anak tangga dengan sedikit berlari, melewati 3 anak tangga sekaligus.
"Ada apa bi??" Azam melihat bi sri tengah memangku kepala Kanaya yang tidak sadarkan diri.
Azam dengan sigap menggendong Kanaya dan segera membawanya ke rumah sakit. Bi Sri memanggil Pak tomo penjaga di rumah kanaya agar menyiapkan mobil Azam. Azam kemudian pergi bersama bi sri ke rumah sakit.
Mata coklat indah miliknya tidak bisa dilihat, gadis itu masih dengan mata terpejam. Masih dengan pakaian yang sama saat kemarin Azam melihatnya. Bibir yang biasanya selalu tersenyum sumringah menunjukkan gigi gingsul miliknya kini terlihat begitu pucat. Alisnya yang terlukis begitu indah sangat terlihat. Wajahnya begitu pucat, rona merah di pipinya tidak terlihat. Hidung mancungnya kini terdengar bernapas begitu pelan, dia masih pingsan tidak sadarkan diri.
***
Azam langsung menggendong Kanaya dan membawanya ke ruang instalasi gawat darurat. Dia meletakkan tubuh gadis yang terkulai lemah itu diatas brankar.
"Mayra?? Dia..??" seorang perempuan yang mengenakan jas putih dengan sebuah Stetoskop yang mengalung di lehernya, dokter itu masih tampak muda. Dokter itu terkejut melihat Kanaya, dan menatap Azam bertanya heran.
"Iya benar, dok tolong lakukan yang terbaik!" Kalimat itu keluar dengan perasaan khawatir dan penuh penekanan.
"Tolong kerja samanya, anda bisa menunggunya diluar," ucap dokter itu. Azam menurut dan menunggunya diluar.
Pikiran yang biasa selalu memikirkan tentang teori-teori rumit tentang science-nya sekarang lenyap, hanya ada rasa gelisah dan khawatir yang ada pada pikiran lelaki itu. Ada apa dengannya? Kenapa dia menjadi seseorang yang tidak kukenal? Lirihnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JUDUL
NonfiksiTerkadang ada hal yang tidak mudah untuk di ungkapkan, di tuliskan, maupun di jelaskan. Semua perihal perasaan, baik itu tentang luka ataupun rasa bahagia. Sama seperti Kanaya. Gadis itu memilih untuk memendam semua yang ia rasakan. Menutupnya rapa...