Part 10

1.5K 83 0
                                    

#AKU_TIDAK_SELINGKUH

Part 10

Pov Reza

Hari ini jadwal mengunjungi putri kecilku, di kampung omanya. Harta paling berharga yang kumiliki, sekaligus tanggung jawab yang Tuhan percayakan. Meski harus berjuang tanpa seorang wanita yang seharusnya dia panggil Ibu.

Putriku seorang piatu, sejak lahir. Istriku tidak bertahan setelah kehilangan banyak darah. Kejadian pilu lima tahun lalu itu, masih membuat hati perih jika teringat kembali. Emi, wanita yang teramat kucinta harus melahirkan sebelum waktunya, karena terjatuh dari tangga saat berada di rumah. Dia yang memiliki golongan darah langka tidak berhasil mendapatkan donor. Dokter terpaksa melakukan tindakan caesar padanya, padahal usia kandungannya saat itu masih delapan bulan.

Raissa Fahriani Andita, putri kecil kami yang tidak pernah merasakan belaian dan air susu ibu kandungnya. Dia terlahir prematur, tapi beruntung mampu bertahan dan tumbuh sehat hingga kini.

Ponsel bergetar, membuyarkan lamunan masa silam yang kelam. Kutepikan mobil untuk menjawab panggilan telepon dari Oma, mantan mertuaku.

"Ayah, nanti langsung jemput Ica aja ke sekolah, ya,?" pinta putri cantikku saat kuangkat telepon.

"Iya, Sayang," jawabku. Kemudian Ica memutus telepon setelah mengucapkan salam.

Senyum akan langsung terkembang jika suara riang itu kudengar, apalagi bila wajah menggemaskannya sudah kupandang.

Mungkin karena mendapat perhatian lebih dariku dan seluruh keluarga, sikap manja Ica begitu terlihat. Kami mungkin terlalu menjaga perasaannya yang masih rapuh, hingga setiap keinginan dan rengekannya selalu dituruti.

"Ayah, Ica mau punya Ibu. Kayak Zaki yang punya Mamah," rengeknya suatu hari. Membuatku dan Mamah –neneknya Ica, tertegun. Bingung harus menjawab apa. Bukan aku 'tak mau menghadirkan sosok ibu untuknya, tapi itu bukanlah hal yang mudah.

Saat Ica berusia dua tahun, aku pernah kembali menikah dengan seorang gadis yang tadinya kuharap bisa menjadi ibu sambung untuk Ica. Baru beberapa hari saja, wanita itu sudah mulai mengeluh capek karena mengurus dan merawat Ica. Kemudian di bulan ke tiga, akhirnya kami sepakat untuk mengakhiri pernikahan yang masih seumur jagung itu.

Dia keberatan untuk merawat Ica, aku pun bisa melihatnya dengan jelas. Dengan alasan tidak punya pengalaman mengurus anak, dia memintaku untuk menceraikannya agar bisa kembali hidup bebas. Beberapa kali Mamah dan Papah, bahkan saudara mencoba menjodohkan dengan beberapa wanita, tapi sampai saat ini belum kutemukan kecocokkan dengan mereka. Memilih untuk fokus saja membesarkan putri kecilku.

.

.

Satu bulan aku terpisah dari Ica, rasanya rindu sudah 'tak terbendung. Dia merengek agar tinggal bersama omanya yang berada di kampung, asal ibunya. Mungkin Ica hanya ingin suasana baru, kami rasa, ia hanya akan bertahan selama beberapa hari, tidak kuat berjauhan dari ayah dan juga kakek neneknya. Namun, ternyata kami salah, Ica nyatanya sangat betah di sini.

Ica bersekolah di TK, yang berada agak jauh dari rumah omanya. Aku pun segera menuju ke sana. Meski merasa malu, karena seakan jadi perhatian para ibu siswa di sini, tapi aku berusaha bersikap biasa saja.

"Ayaahh ...," teriak bidadari kecilku, saat baru saja kubuka pintu mobil dan berjalan ke arahnya yang berlari menyambutku. Ica ingin pulang, walaupun masih jam istirahat di sekolah. Sebelum pulang, Ica menuntun gurunya yang ia panggil Bunda Alya keluar dari kantor guru dan mengajaknya menuju ke arahku.

Wanita itu berjilbab dengan pakaian elegan nan sederhana, wajahnya hanya memakai riasan tipis. Sesaat aku terpana. Hingga tersadar saat Ica memintaku berkenalan dengan gurunya itu.

Pinggan Retak (Aku tidak Selingkuh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang