Part 14

1.5K 77 14
                                    

#AKU_TIDAK_SELINGKUH

Part 14

POV Bara

Pertemuan terakhir dengan Alya di rumahnya membuatku semakin yakin bahwa dia tidak menginginkan pria itu. Bahkan terlihat kesal saat kusinggung mengenai kedekatan mereka. Apa mungkin ibunya Raka benar-benar masih setia?

Romi juga semakin membuatku mantap untuk menyimpulkan, aku masih di hati mantan istriku. Sudah ada dua lelaki di kampung yang terang-terangan ingin mendekati Alya, kabar itu didapat dari paman—ayahnya Romi. Alya berterus terang pada Paman, dia tidak mau menerima lamaran kedua pria itu. Kalau bukan karena masih belum bisa melupakanku, lantas apalagi alasannya?

.

Ruko yang kusewa sebagai toko baju di bawahnya, dan tempat tinggal di lantai dua, kini kutinggali hampir sebulan. Usaha yang dirintis juga mulai terlihat omset dan hasil keuntungannya. Dibantu juga dua orang karyawan, kini aku siap menapaki jalan baru bersama Alya dan Raka.

Tidak sabar rasanya, besok akan kujemput mereka untuk melihat langsung tempat ini. Kalaupun Alya dan Raka tidak betah, sudah kusiapkan sebuah rumah yang sudah dibayar DP-nya sebagai tempat tinggal kami nanti. Bahkan sebuah mobil sengaja dibeli, agar bisa mengajak mereka dan Emak berjalan-jalan keliling Jakarta. Terbayang senyum merekah di wajah keluarga kecilku.

Kuputuskan akan kembali melamar Alya secara resmi seperti dulu, mengucap ijab kabul atas namanya untuk yang kedua kali. Mengulang masa silam yang kuharapkan menjadi awal masa depan yang indah untuk kami dan si Jagoan, Raka. Senyum langsung merekah, bahkan hatiku terasa hangat dan berdesir saat membayangkan wajah cantik itu tersipu.

Sejak sore, kuhubungi Alya tapi tidak juga diangkat. Aneh, dia kemana? Tidak biasanya sulit dihubungi. Apa mungkin dia masih marah?

Ah, mungkin saja. Dia bahkan tidak mau menemuiku saat akan pamit pulang hari itu. Apa dia teramat terluka dengan kata-kataku? Padahal aku hanya ingin menunjukkan perasaan yang amat terluka karena perpisahan kami.

Aku sadar, kesalahanku dalam membangun komunikasi dengannya selama ini. Termasuk pikiran bahwa hanya aku yang terluka. Sesak rasanya saat teringat sorot mata penuh kecewa miliknya. Kebahagaiaan yang telah terenggut paksa, perih yang sudah ditorehkan hingga membuatnya harus bertahan dengan status janda. Akulah yang bersalah.

Kukirimkan chat.

[Dek]

[kenapa gak diangkat?]

[kamu baik-baik aja 'kan?]

[Dek]

[kamu masih marah?]

[aku minta maaf, Dek.]

[tokoku sudah mulai buka. Aku berharap kita bisa mulai lagi dari awal.]

[Dek, bales.]

[Besok aku jemput kamu, Raka, dan Emak.]

[Jangan marah lagi.]

Tidak dibalas juga. Kucoba meneleponnya kembali, tapi malah tidak aktif. Hati berubah resah, gusar. Semoga mereka baik-baik saja..

.

Jam sembilan malam kututup toko. Kemudian mencoba meneleponnya. Tetap tidak aktif. Kuputuskan menghubungi Romi saja.

"Rom, maaf kalo mas ganggu. Mas butuh bantuanmu," ucapku setelah panggilan tersambung.

"Ya, Mas. Katakan saja, ada apa?" tanyanya.

"Rom, kamu bisa ke rumah Alya sekarang?"

"Loh, kebetulan aku lagi di rumah Teh Alya, Mas," jawabnya, membuatku merasa lega.

Pinggan Retak (Aku tidak Selingkuh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang