***
Jarum jam sudah menunjuk angka empat sore hari, bahkan mentari pun mulai terbenam dan menyurutkan eksistensinya. Beruntung bagi Iris, karena untuk hari ini jadwal jaganya di Instalasi Gawat Darurat tidak harus dihadapi oleh kasus-kasus kecelakaan yang memakan banyak korban. Setidaknya ia masih sempat pergi ke toilet untuk duduk dan beristirahat sejenak, atau bahkan mencuri waktu tidur di ruang istirahat pegawai.
Menjadi seorang dokter ahli memiliki tahapan yang panjang, dan Iris sedang menginjak salah satu tahapan itu. Dokter Residen, disebut sebagai salah satu tahapan dengan tingkat stress yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahapan lainnya.
Mungkin karena selain jadwal jaga yang menguras tenaga, mereka masih diberi pertanggung jawaban untuk belajar selayaknya mahasiswa pada umumnya. Yang jelas, Iris setuju dengan stereotipe itu.
Ruang pegawai saat itu kosong, tak mungkin bagi Iris melewatkan satu kesempatan untuk beristirahat. Dengan itu, ia merebahkan tubuhnya di atas sofa, membiarkan punggungnya bertemu dengan permukaan empuk kemudian melenguh pelan, "Uhh.. Nyaman."
Baru satu menit rasanya Iris memejamkan mata. Namun nyawanya yang nyaris berlibur ke alam bawah sadar harus terpanggil kembali ketika suara debaman pintu menggema ke seluruh ruangan.
Dengan gerak refleks, ia pun terbangun dari posisinya berbaring yang sontak membuat tubuhnya limbung ketika kepalanya dirasa berputar. Tak heran, sepertinya sedikit waktu tidur yang Iris punya membuat darahnya kekurangan kadar oksigen.
Begitu pandangannya sudah tidak buram dan kepalanya sudah terasa ringan, satu hal yang menyapa pandangannya adalah wajah khawatir seorang pria. Bahkan pria itu menghampirinya dengan cepat dan menyentuh kedua sisi tubuh Iris demi menyeimbangkan.
"Apa aku mengganggu istirahatmu?"
Pertanyaan itu membuat senyum Iris mengembang. Sembari menggeleng ia berucap, "Sebenarnya iya, tapi sepertinya sebentar lagi aku akan menemukan posisi ternyamanku."
Kim Doyoung —residen bedah toraks tahun keempat— tertawa renyah menanggapi. Setelah itu tangan yang sebelumnya ia taruh di saku jas dokter beralih menuju punggung sang gadis, menarik Iris masuk ke dalam dekapannya. Dari punggung, perlahan lengan Doyoung terangkat menyentuh belakang kepala Iris. Memposisikannya nyaman untuk bersandar di dadanya.
"Operasi terakhir dari Instalasi gawat darurat," ucapan Doyoung membuat Iris mendongak, "pasien tidak sadarkan diri akibat jatuh dari tebing saat mendaki."
Setelah berpikir sejenak, Iris pun menggeleng, memperjelas bahwa pasien yang disinggung Doyoung barusan bukanlah pasien yang ia tangani dari instalasi gawat darurat.
"Tamponade jantung.. dan aku nyaris membunuhnya."
Mendorong tubuh Doyoung menjauh, telapak Iris meraih jari-jari milik pria itu. Terkadang Doyoung terlalu perasa. Mungkin karena sifatnya yang ambisius, atau memang begitu adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴋɪɴɢ ᴏғ ʜᴏsᴘɪᴛᴀʟ • ᴛᴇɴ ʟᴇᴇ ☑
Romance[Completed] [Revised] ⚠ Warning!: Mentions of Blood and Medical contents some readers may find disturbing ⚠ Moon Iris, seorang residen bedah darurat di Rumah Sakit Haenam. Iris memiliki hubungan rahasia dengan Doyoung, sang senior dari departemen ya...