t w e n t y s i x

949 200 28
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Bibir Iris mengerucut, pandangannya tidak lepas dari jahitan serta perban yang menutupi lengan atas Ten. Itu semua salahnya! Kalau ia tidak bertindak nekat tentu Ten tidak akan celaka lagi. Iris akui ia benar-benar bodoh!

"Aku baik-baik saja, Iris. Sungguh," sahut Ten untuk yang kesekian kalinya.

Pria itu bahkan terkikik geli, merasa gemas dengan raut khawatir dan rasa bersalah yang tercampur aduk di wajah sang gadis. Bisa dibilang, sekarang Ten merasa unggul. Ia sudah dapat membuat Iris menunjukan ekspresi seperti itu, apa artinya Iris sudah mulai peduli padanya?

Berpikir begitu, lengan Ten terulur. Mencubit pipi bulat sang gadis yang ia harapkan dapat dilahap secepat kilat oleh mulutnya sendiri. Tapi sayang, pasti ia akan kena pukul kalau benar melakukan itu.

"Kau sih, suka bertindak tanpa berpikir lebih dulu. Sekarang... pasti sakit rasanya."

Sudut bibir Iris turun, jari-jari gadis itu mengelus sekitaran luka Ten dengan gerakan lembut, berharap sentuhannya akan mengurangi perih yang dirasa. Tapi tentu hal tersebut tidak memberi pengaruh apapun. Salah-salah malah bisa membuatnya lebih nyeri.

Pikiran gadis itu bermain liar, serta melemparkan tanya pada diri sendiri.

Kenapa Ten terus-terusan melindunginya? Kenapa Ten selalu mengorbankan diri demi Iris? Apa memang pria itu sosok yang terlalu nekat? Atau semuanya Ten lakukan karena ia mencintai Iris?

Ah, Iris jadi salah tingkah sendiri ketika pikiran semacam itu terlintas di isi kepalanya. Lebih baik ia melempar jauh-jauh imajinasi konyolnya. Toh, mereka sepasang suami-istri. Melindungi Iris adalah salah satu kewajiban Ten.

Seharusnya itu tidak aneh.

"Sudah tidak sakit, Iris."

"Mana mungkin! Empat jahitan, Ten. Itu bukan main-main!"

"Tidak kok. Mungkin karena kau terlalu indah untuk dipandangi aku jadi lupa dengan rasa sakitnya."

Memang dasar Ten, tidak bisa sehari saja tidak menggoda Iris.

Tapi lain dari rasa kesal karena lagi-lagi mendengar rayuan manis pria itu, nampaknya rasa gemas sekaligus bahagia kini lebih mendominasi perasaan sang gadis.

Siapapun akan senang dipuji, begitu juga dengan Iris.

Mencoba untuk bersikap biasa saja, tangan Iris mengepal. Sekedar gadis itu lemparkan memukul dada Ten. Tetap saja, kentara sekali bahwa ia sedang salah tingkah.

"Masih sempat-sempatnya bercanda dalam kondisi seperti ini, ya!"

Ten terkekeh, lengannya menangkap kepalan tangan Iris. Menariknya mendekat dan mengunci gerakan hingga gadis itu tak bisa pergi menjauh. Baiklah, mari lupakan segala dilema cinta Iris dan biarkan ia menikmati waktu bahagianya dengan Ten sejenak saja.

ᴋɪɴɢ ᴏғ ʜᴏsᴘɪᴛᴀʟ • ᴛᴇɴ ʟᴇᴇ ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang