ST | Bagian Satu

188 22 2
                                    

Gladys POV

Hari ini, hari pertama gue masuk sekolah dengan memakai seragam putih abu-abu. Hari pertama di sekolah baru.

Waktu gue baru menjejaki kaki di sekolah ini, terlihat jelas tulisan SMA Alaska. Ya, itu nama SMA baru gue. SMA ini bukan negeri, tapi swasta.

Gue tersenyum. Sesekali, gue curi pandang ke arah siswa yang sedikit ganteng. Lumayan, buat cuci mata.

Waktu SMP, gue sibuk berpenampilan feminim buat cari pacar. Kayak singkatannya, Sekolah Mencari Pacar. Padahal, di mana-mana sekolah buat cari ilmu, tapi Gladys memang beda.

Eh, tapi temen kampret gue malah ngatain gue cewek berjakun. Image yang gue jaga rusak. Alasan mereka ngatain gue cewek berjakun? Ah, sudahlah, lupakan.

Dan sekarang, di Sekolah Mencari Ayang, gue harus dapat ayang pokoknya. Harus! Sayang, dong, masa SMA gue kebuang sia-sia.

Tubuh gue ini terlalu langsing, bukan kurus! Selain terlalu langsing, tubuh gue juga tinggi semampai. Well, itu bukan kebanggaan buat gue.

Bayangkan saja. Dengan tubuh yang terlalu langsing dan tinggi yang seperti ini, gue justru terlihat seperti tiang listrik. Ada yang sama?

Sekolah baru gue ini didominasi oleh siswa bukan siswi. Well, itu keuntungan tersendiri buat gue.

Waktu masuk kelas, gue sibuk menandai siswa yang terbilang tampan. Kayak yang tadi gue bilang, gue harus punya ayang.

Gue harus punya ayang.

Gue harus punya ayang.

Gue harus punya ayang.

Ah, kenapa gue baru sadar kalau rata-rata penghuni kelas itu buluk semua?

Eh, tiba-tiba mata gue menangkap sosok siswa yang bobotnya lebih dari siswa lain. Seketika, gue teringat sama Jayen Doraemon.

'Suatu hari kamu ada hubungan sama dia.'

Astatang! Pikiran macam apa itu? Gue buru-buru mengenyahkan pikiran itu. Ya kali gue yang langsing ini ada hubungan sama Jayen? Remuk, dong, badan gue.

Ah, membayangkannya saja gue ngeri sendiri. Apalagi kalau terjadi? Jangan sampai! Dan, orang itu gue tandai sebagai pria yang harus dihindari.

Lama mencari, tapi tak ada yang sesuai selera gue. Demi apa? Kenapa buluk semua? Rasanya gue nyesel sekolah di sini.

Niat cuci mata, malah bikin mata gue rusak. Alhasil, gue pilih buat cari tempat duduk yang nyaman.

Gue berjalan ke bangku pilihan gue dengan gaya seanggun mungkin. Biar kelihatan lebih feminim, tapi sayang enggak ada yang ngelirik gue. Ah, terserahlah.

Gue pun memilih duduk di bangku ketiga dari lima bangku, jajaran ke dua. Dan, ya, kelas ini sangat berisik.

Parahnya, perempuan di sini yang baru datang cuma lima orang. Masa iya jam segini belum dateng? Lima menit lagi bel bunyi padahal.

Gue yang terlalu rajin atau mereka yang terlalu malas?

Ah, bodo amatlah. Daripada mati kebosanan, mending gue nonton anime. Punya kuota unlimited, 'kan, sayang kalau kebuang sia-sia.

Sebelum nonton anime, enggak lupa gue ambil headset. Kelas yang berisik jadi gangguan buat gue nonton anime. Lumayanlah lima menit.

Saking asyiknya nonton anime, gue enggak sadar kalau sekarang kelas ini lebih banyak penduduknya plus lebih berisik.

Ternyata, dari tiga puluh enam siswa, ceweknya cuma ada dua belas. Dan, ya, yang paling cantik pasti Gladys.

Eh, tunggu-tunggu! Cewek di sebelah gue kayaknya gue kenal, deh. Gue lihat lagi ke samping. Kebetulan, dia juga lihat gue.

Mampus!

"Cewek jakunan! Kita sekelas lagi? Omegat!" pekiknya heboh. Biar gue kenalin, dia Alma. Teman sekelas gue waktu SMP. Dia ini salah satu teman kampret gue. Mati!

"Lo masih gaya-gayaan feminim? Cewek berja--"

Sebelum dia melanjutkan ucapannya, gue langsung membekap mulut Alma. Dia ini salah satu teman gue yang ucapannya enggak bisa dikontrol. Kampret memang.

"Emmpp." Eh, kampret! Dia ngejilat tangan gue, dong. Mana ludahnya bau lagi.

"Ma, lo jorok banget, sih!" protes gue. Sumpah! Tangan gue jadi bau.

Gue langsung lepasin bekapan dan buru-buru elap tangan gue pakai bajunya.

"Tangan lo, tuh, yang bau terasi," ujar Alma seenaknya. Hellow! Tangan Gladys yang wangi ngalahin kembang tujuh rupa ini dikatain bau terasi? Inginku menyeledingnya.

"Ludah lo, tuh, yang bau busuk!" sahut gue tak mau kalah. Enggak ada, ya, sejarahnya Gladys kalah sama Alma.

Merasa tangan gue masih belum higienis, gue pergi ke kamar mandi. Biar bersihnya maksimal.

Setelah beres cuci tangan sepuluh kali, gue kembali ke kelas. Tak lupa jalan seanggun mungkin.

"CEWEK JAKUNAN!"

'Deg!'

Bayangkan, sekelas kini natap gue dengan tatapan aneh. Berasa artis gue. Dasar Almapret! ALMA KAMPRET!

Tamat sudah masa SMA gue yang indah. Selamat tinggal, masa indah gue. Selamat datang masa kelam gue.

Mau gaya-gayaan feminim pun sekarang percuma. Image yang gue jaga udah hancur. Apalagi waktu para siswa natap gue penuh keingintahuan.

Mama! Gladys mau pulang! Gladys mau pindah sekolah! Huaaa!

Gue meneguk saliva susah payah. Eh, sialan! Gue lupa. Itu salah satu pantangan gue. Apalagi sekarang lagi pada natap gue. Hancur sudah.

"Hahaha!" Dan, ya, itu tawaan yang membuat gue semakin merasa ternistakan.

Padahal, waktu gue gaya-gayaan feminim enggak ada yang respon. Eh, giliran mulut ember Alma bilang gue cewek jakunan, langsung direspon. Cobaan macam apa ini?

Oke, gue coba pura-pura enggak peduli, padahal aslinya pengen gue tonjok satu-satu. Di bangku, Alma cekikikan sendiri. Sesenang itu bikin gue menderita?

"Makanya, Dys, cewek berjakun enggak boleh gaya-gayaan feminim," ujar Alma. Tangan ini gatal ingin meninju mukanya.

"Lo emang kampret, Ma!" umpat gue. Sejujurnya, gue ingin mengumpat lebih dari itu. Dosa enggak, ya?

Alma tertawa ngakak. Dia menepuk pundak gue berkali-kali. "Sabar, ya, Dys."

Tenang, Gladys Adara Myesha always sabar, kok. Aku kuat! Namun, jika Alma yang menguji kesabaran, gue enggak jamin bakal bertahan lama.

"Ma, lo mau gue tonjok, enggak?" tanya gue sambil mengangkat tangan yang sudah terkepal tepat di depan wajahnya.

Alma salah ngomong dikit, gue enggak yakin bisa nahan kepalan tangan ini ke mukanya.

"Enggak, Dys, makasih," ujar Alma sambil menurunkan tangan gue, lalu nyengir.

Sumpah! Wajah tanpa dosanya semakin membuat tangan ini gatal. Tidak cukup, kah, masa SMP gue yang dia hancurkan?

Ya, dalang di balik hancurnya masa SMP gue adalah Almapret. Sekarang, gue harus habiskan tiga tahun bersamanya juga. Huaaa pengen pindah kelas.

End POV

*****

To be continued ....
Jangan lupa vote and comment-nya. Masukin ke perpustakaan biar enggak ketinggalan part selanjutnya.

Satu kata buat part ini?
^^

Strange Taste [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang