Gladys POV
Waktu tiga jam pelajaran dihabiskan dengan perkenalan. Membosankan memang. Namun, karena hal itu, kini banyak siswa yang mulai berbaur.
Begitu juga gue. Ya, lumayanlah bisa kenal sama dua tiga orang. Namun, acara perkenalan gue dihancurin sama Almapret.
"Kun, ayo ke kantin. Gue laper," ajak Alma. Kun? Dia pikir gue ayam kalkun? Huh, tak biasanya si Almapret memanggil gue, Kun. Maksudnya apa?
"Kun? Namanya, 'kan, Gladys, Ma," bingung Cherry--teman baru gue--mewakili gue.
"Kun itu singkatan dari jakun. Masa lo enggak ngerti, sih? Coba lihat lehernya Gladys, pasti ada jakunnya," jawab Alma panjang lebar.
Ngomong kasar boleh enggak? Boleh, ya? Enggak dosa, 'kan, kalau gue ngumpat Alma?
"Oh, jadi yang tadi teriak cewek jakunan itu lo?" tanya Cherry yang diangguki Alma. "Dan, yang cewek jakunan itu Gladys?" Lagi Alma mengangguk.
Hah, masa image gue hancur secepat ini? Masuk sekolah saja belum setengah hari, tapi gue sudah dibuat malu sepanjang hari. Nasib.
Seketika, tatapan Cherry terpaku ke arah leher gue. Tidak-tidak. Secara spontan, gue langsung menunduk.
"Ah, masa, sih? Coba lihat, Dys," ujar Beri, teman baru gue juga. Namanya persis kayak penyakit beri-beri, eh.
Gue menoleh ke arah lain, mencoba tak mempedulikan. Padahal, rasanya tangan ini gatal ingin menjambak rambut Alma.
Namun, tatapan mereka membuat gue risih. Lihat saja, sampai rumah gue santet si Alma. Kalau bisa, pakai boneka voodo.
"Hey, kalian enggak laper? Gue laper, nih, kantin, yuk!" ajak gue berusaha mengalihkan pembicaraan. Tanpa menunggu persetujuan mereka, gue langsung pergi.
Saat mencuri pandang ke belakang, ternyata mereka mengikuti gue. Syukurlah. Setidaknya, image gue belum hancur di hadapan teman baru. Ya, belum, enggak tahu nanti.
***
Gue lumayan suka sama sekolah baru ini. Meski banyak cowoknya, tapi setidaknya mulut cowok enggak lemes kayak cewek. Cewek yang gue maksud Alma.
Eh, enggak tahu juga, sih. Gue, 'kan, belum kenalan sama cowoknya. Ya semoga aja enggak kayak Alma. Punya teman satu modelan kayak gitu aja gue pengen bunuh, gimana kalau banyak? Bisa jadi psikopat lama-lama.
Entah mengapa, gue ngerasa cuaca panas banget. Akhirnya, gue beli aja es kelapa. Lumayan seger.
Gleg.
Gleg.
Gleg.
Ah, memang bener-bener seger. Eh, tapi, kok, gue ngerasa ada yang memperhatikan, ya? Ah, jadi ge-er, 'kan, gue?
Lihat kanan, lihat kiri.
Sembur.
Asem! Si Cherry sama Beri ternyata yang lihatin gue. Bukan itu yang gue masalahin sebenarnya. Terserah mereka mau lihatin gue sampai itu mata katarak, terserah. Tapi, tatapannya itu lho. Tatapannya!
Tepat ke leher seksi gue. Hancur sudah. Mana gue tadi minumnya kayak orang di gurun pasir habis lihat air lagi. Malu gaes, malu!
"Kalo dilihat-lihat ...." Itu Cherry yang berbicara. Ucapannya ngegantung kayak si dia. Ups. "Gladys memang ada jakunnya," sambung Cherry.
Mampus, Dys, mampus! Rasain!
"Gue setuju sama lo, Cher," sahut Beri.
Kalau gue bisa pakai jurus menghilang, pasti gue pake sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strange Taste [On Going]
Teen FictionCover by : pinterest *** Namanya Gladys, bukan Gadis. Namun, teman sekelasnya mempelesetkan namanya menjadi Janda. Ayolah, itu sangat jauh dari nama aslinya. Peringatan, bagi kalian jangan sekali-kali memanggil Gladys, Janda. Kalau tak ingin terkena...