ST | Bagian Lima

106 12 0
                                    

Gladys POV

Tatapan aneh terlihat ketika gue dan ketiga teman sableng gue masuk kelas. Dan, gue sangat-sangat sadar bahwa tatapan itu ditujukan ke gue.

Risih? Masih aja nanya. Jelaslah. Bahkan, kali ini gue pasang siaga satu. Kali aja mereka curi-curi pandang ke leher seksi gue.

'Kampret! Kenapa masih liatin gue terus?'

'Kalo yang ngeliatin ganteng, gue nggak masalah. Kenapa buluk semua?'

'Iuh. Jangan liat-liat!'

Sekiranya, itulah umpatan-umpatan gue yang tertahan. Eh, gak sengaja gue lihat cowok yang nyengir ke arah gue. Gue mulai ge-er.

Dari umpatan, beralih ke kepercaya dirian.

'Oh, mereka terpesona sama kecantikan gue?'

'Haha. Akhirnya mereka sadar juga.'

Rasa percaya diri gue yang memang abnormal, bikin gue jadi feminim lagi. Persetan sama ucapan Almapret.

Gue berusaha jalan seanggun mungkin. Tak lupa rambut cantik gue yang dikibas-kibasin. Biar terpesona semua. Tsah!

"Dys, udah gue bilang, CEWEK JA--"

Spontan, gue injek kaki Almapret membuat dia meringis. Rasain! Makanya, jangan coba-coba lawan Gladys. Sekali-kali, biarkan gue merasakan ketenaran ini sesaat.

"WOY CEWEK JA--"

Kali ini, gue menghadiahi jitakan buat mulut lemesnya. Ah, ternyata menyiksa Alma semenyenangkan ini. Kenapa gak dari dulu aja gue nyiksa Alma, ya?

Gue langsung duduk di bangku dengan anggun. Waktu istirahat udah habis. Harusnya, bentar lagi mentor pada masuk.

"Jiwa psikopat lo ke luar lagi, 'kan," ujar Alma. Gue terkekeh.

"Tenang aja. Jiwa psikopat gue ke luar cuma buat lo. Enggak usah khawatir," sahut gue sambil menepuk pundaknya. Alma menepis tangan gue kasar. Wes, selow!

"Justru itu yang buat gue khawatir!" Eh, nih bocah kenapa malah nyolot? "Cobaan apa gue duduk sama lo?"

What? Enggak kebalik? "Harusnya gue yang bilang gitu!" Gue ikutan nyolot. Kesel habisnya.

"Dys, lo ngerasa nggak, sih, lagi pada ngeliatin lo?" tanya Beri dari bangku depan. Tanpa dilihat pun gue tahu, keles.

"Mungkin mereka ngefans sama gue? Biasalah, terpesona kecantikan gue," jawab gue angkuh. Kali-kali.

Gue bersorak dalam hati, 'AYANG, I'M COMING!'

Alma di samping gue justru tertawa. Heh, apanya yang lucu maemunah? Belum sempat gue bertanya, ada OSIS datang. Yap, mentor gue.

Kelas seketika gaduh. Biasalah, mentornya itu cogan rata-rata. Para siswi jomblo matanya langsung bening. Gue juga tak kuasa menjerit histeris.

"Omegat! Kak Melvin!" Jeritan gue terdengar cetar membahana. Well, gue memang mengagumi Kak Melvin. Mentor yang satu itu terlihat begitu macho dan berwibawa. Fix, dia gue jadiin gebetan.

"Nah, sekarang kita main game, ya? Yang salah, maju ke depan dan akan ada hukumannya," ujar Kak Gio. Dia enggak kalah tampan dari Kak Melvin. Tapi, Kak Melvin tetap nomor satu!

Jeritan histeris dari para siswi bikin telinga gue pengang. Sumpah, ya, rempong semua. Wajar, sih, namanya juga cewek.

"Ikuti gerakan Kak Melvin, ya?" sambung Kak Gio. Gue mengangguk semangat.

Strange Taste [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang