ST | Bagian Empat

75 14 0
                                    

Zayn POV

Akhirnya, bel istirahat berbunyi juga. Gue udah nggak tahan buat pergi ke kantin. Efek hari pertama, sudah pasti agak membosankan. Lah wong cuma perkenalan. Lagian, gue nggak tertarik sama begituan.

Dan di sinilah gue. Ngantri di stand jajanan gerobak batagor. Untung saja belum terlalu penuh, nih, kantin. Alhasil, gue dapet antrian ketiga.

Kruukk!

Sialan! Nih, perut bunyi disaat yang tak tepat.

Gue lirik kanan, kiri, kanan lagi, kiri lagi. Dan ... hufftt. Gue mendesah lega. Untung enggak ada yang dengar. Mungkin.

"Makan ... makan ... makan," ujar seseorang di belakang gue yang membuat gue terpaksa melirik.

"Ngapain lo, Than? Berisik tau!" sindir gue yang hanya mendapat cengengesan dari dia.

Jujur, saat ini cukup banyak pasang mata yang lihat interaksi diantara kami. Sebenarnya, nggak masalah buat gue kalau tatapannya bukan tatapan aneh plus nyeselin kayak sekarang.

Sialan Ethan! Pagi, dah, dibuat malu sama Firman nggak jelas. Istirahat pun dibuat malu sama Setan!

"Gue cuma ngomongin perasaan, lo. Perut lo tadi bunyi, 'kan?" ujarnya yang membuat muka gue malu semalu-malunya. Gimana gue nggak malu? Ngomongnya kayak pakai toa! Keras banget, bro!

"Sialan, lo!" umpat gue lalu maju selangkah.

"Sorry, Zay. Ethan cuma kasih tau doang," ujarnya yang lagi-lagi tak bisa dipelankan suaranya.

Gue meliriknya dengan tatapan sinis. Ingin sekali gue tabok tampang polos tanpa dosanya itu. Kalau saja ini bukan tempat yang ramai, gue jamin antara bogem atau sepatu gue yang melayang ke wajahnya itu. Lumayan, buat cap warna biru, hijau, atau ungu, ya, 'kan? Biar anti-mainstream.

"Lo bisa agak pelan nggak, sih, kalo ngomong?" sindir gue yang membuat dia terkekeh.

"Lo ngerti arti caper? Gue lagi caper, nih!" ujarnya sambil melirik-lirik ke arah belakang.

Gue yang penasaran langsung melihat ke arah tatapannya itu.

Ahh, gue sekarang ngerti. Dia lagi caper sama rombongan 4 cewek yang lagi duduk di salah satu bangku kantin. Memang, sih, jujur cukup cantik semua. Sayangnya enggak ada yang buat gue tertarik. Mungkin belum.

Gue langsung melempar tatapan sinis ke arah Ethan yang kini tengah menggaruk tengkuknya yang gue rasa tak gatal itu.

"Mau caper itu liat-liat sikon. Caper, kok, buat malu diri sendiri," sindir gue.

Gue lihat mulut Ethan yang mengap-mengap nggak jelas. Ditambah wajahnya yang mulai memerah. Entah karena apa, gue nggak peduli. Gue malah maju selangkah lagi. Dan yap! Akhirnya gue bisa pesen batagor juga.

"Zay, gue harus gimana, dong? Entar mereka ilfeel ke Ethan yang tampan gimana? Duh, harus gimana, nih, Ethan biar nggak malu-maluin diri sendiri?" cerocos Ethan panjang lebar yang buat telinga gue berdengung seketika.

Sialan emang Setan yang satu ini!

Gue memutuskan untuk segera pergi menuju bangku kantin yang sudah dijaga oleh Jefri itu. Berusaha mengabaikan panggilan dari Ethan yang membuat fokus orang-orang yang ada di kantin jadi melirik ke arahnya.

"Zay, tungguin gue!"

"Zay, lo tega ninggalin gue sendiri? Kok, gitu, sih?"

"Abang, Zay!! Dedek Ethan yang imut dan tampan ini, kok, ditinggalin gitu aja? Abang!!!"

Strange Taste [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang