ST | Bagian Sepuluh

36 9 2
                                    

Hari yang cerah untuk mulai mengawali kegiatan. Namun, sayangnya tak secerah hati Zayn. Bayangan mengenai malam Minggu kemarin, membuat mood Zayn agak hancur.

"Zayn, senyum kek! Ditekuk mulu. Dedek Iman, 'kan, jadi ikut sad, nih," ujar Firman yang entah sejak kapan sudah berada di sebelah Zayn.

Zayn memutar bola matanya malas.

"Ayo, dong, semangat! Kayak gue. Semangat 45!" sambungnya yang membuat Zayn berdecih sinis.

Dengan tatapan remeh, mata Zayn memperhatikan penampilan Firman dari atas kebawah. Dari rambut yang digaya ala anak pang, begitu klimis sampai terlihat seperti memakai minyak jelantah. Belum lagi dengan kalung dengan desain rantai yang terlihat sangat 'kampungan'.

'Sumpah, otaknya bener-bener nggak ada, gitu?' batin Zayn heran.

"Gimana? Kece, 'kan, penampilan gue?" Firman menyugar rambut jambulnya ke belakang.

"Sarap!" cibir Zayn yang langsung memasang headset-nya ke telinga. Bodoh amat, lah, sama Firman yang sudah mencak-mencak tak jelas.

"Sabar, ya, Fir. Zayn emang gitu," sahut Jefri yang baru datang. Di belakangnya ada Ethan yang sama-sama baru datang.

Firman memasang muka memelasnya. "Gimana? Tampilan gue bagus, 'kan?" tanya Firman dengan puppy eyes-nya.

Jefri tersenyum lebar lalu menepuk bahu temannya itu.

"Kalo gue yang jawab, nanti takut disangka homo. Mending tanya sama cewek. Biasanya cewek tuh jujur. No perez-perez."

Firman mengangguk setuju. Dalam hati ia membenarkan apa kata Jefri.

"Gue tanya siapa, dong? Cewek yang jujur di sini siapa? Emang ada yang jujur? Bukannya tukang PHP semua?" cerocos Firman yang mendapat jitakan dari Ethan.

"Noh! Si Janda," timpal Ethan sambil menunjuk ke arah pintu.

Mata Jefri dan Firman langsung melihat ke arah objek yang ditunjuk.

"Mba Janda!" panggil Firman yang berlari menghampiri Gladys.

Gladys langsung mendelik tajam. Seluruh tatapan yang ada dikelas kini memperhatikannya. Jangan lupakan dengan tawaan geli mereka yang membuat Gladys memanas seketika.

Dengan cepat, Gladys memutar langkahnya lalu berjalan keluar kelas.

"Mba Janda! Tunggu! Kok, menghindar dari orang ganteng, sih?"

Gladys menulikan telinganya. Dia mempercepat langkah saat banyak pasang mata di koridor menatap ke arah mereka. Lebih dominan kepada Firman.

Gladys menghela napas berat kala Firman berhasil menghadang jalannya. Dengan wajah tengil, Firman bergaya--tampak percaya diri dengan pakaiannya--membuat Gladys ngeri sendiri.

"Mba Janda, gimana penampilan Babang Firman?" tanya Firman dengan wajah yang minta ditonjok. Pria itu berputar-putar membuat Gladys memijat pangkal hidungnya.

Gladys meneliti Firman dari atas ke bawah. Firman yang ditatap seperti itu sudah merasa percaya diri.

"Katro." Satu kata yang Gladys ucapkan berhasil membuat senyuman di wajah Firman memudar. Pria itu menekuk wajahnya.

"Mba Janda jangan bohong," ujar Firman. Gladys memberi tatapan tajam, lebih tepatnya peringatan.

Merasa tak ada tanggapan, Firman kembali bersuara, "Mba Janda--"

'Bugh!'

Gladys meninju perut Firman sekuat tenaga. Perigatan awalnya tak dihiraukan Firman, jadi ini adalah peringatan kedua.

Strange Taste [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang