ST | Bagian Delapan

40 9 4
                                    

Suasana malam ini begitu menenangkan. Tak seperti biasanya memang. Namun, hal itu membuat pria bertubuh sedikit gemuk itu mendesah lega. Setidaknya ada satu malam yang membuat dirinya tenang dan damai.

Suara ketukan pintu membuat Zayn berjalan ogah-ogahan. Awalnya, ia ingin mengabaikan. Namun, semakin lama, suara gedoran pintu semakin kencang.

'Sial! Siapa sih yang ganggu?' umpat Zayn dalam hati.

Alunan melodi musik dari handphonenya pun terpaksa ia matikan saat tangannya mulai membuka kunci pintu kamarnya.

"Halo Adek kesayangan Abang!" sapa pria bertubuh jangkung, mata sipit, dan berkulit putih itu. Senyuman cerahnya malah membuat Zayn jadi mual sendiri.

Zayn mendelik tajam. "Ngapain?" tanyanya yang entah mengapa ia memiliki firasat cukup buruk.

Biasanya, kalau Kakak pertamanya datang ke kamarnya begini, hanya ada 2 kemungkinan. Pertama mengerjainya. Kedua membuat ulah.

Kakaknya itu hanya menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba saja jadi gatal.

"Disuruh Vivi ke sini. Katanya, lo ke kamarnya dia. Penting. Darurat!" ujar Alvino Georgi Reynand.

Zayn mengernyitkan keningnya, "Ngapain Kak Vivi nyuruh gue ke sana?"

Alvino mengedikkan bahunya. Lalu, tanpa berbasa-basi ia pun langsung membalikkan badan bermaksud untuk meninggalkan sang adik yang masih menatapnya heran.

"Ke sana aja dulu. Udah, ya, gue mau pergi ke rumah temen," ujar Alvino lalu pergi meninggalkan Zayn.

"Oh, ya. Gue lagi baik plus lagi ketiban rejeki. Itu di atas meja ruang tamu, gue udah simpen uang buat lo jajan. Siapa tau mau jajan. Sekarang malem Minggu, 'kan?" sambungnya lalu benar-benar pergi dari pandangan Zayn.

Zayn semakin mengernyitkan keningnya heran. Tidak mungkin Kakaknya tiba-tiba jadi sebaik itu. Mungkin kesamber gledek? Atau kesambet setan?

Zayn menghembuskan nafas panjangnya. Ia pun memutuskan untuk pergi ke bawah, tempat di mana kamar Kakak keduanya itu berada.

***

"Kak Vivi! Ini Zayn," ujar Zayn sambil mengetuk pintu kamar bercat pink tua itu.

"Kak! Buka!" Zayn mendengkus sebal saat masih tak ada jawaban dari dalam.

'Sial! Apa gue dikerjain sama Bang Vino, ya?' batinnya menggerutu.

'Ah, gue coba buka aja gitu, ya?' sambung Zayn dalam hati.

'Cklek!'

Akhirnya pintu kamar itu terbuka. Untungnya Kakak keduanya yang bernama lengkap Oktavia Ananda Reynand itu tak mengunci pintu kamarnya.

"Kak Vivi! Allahuakbar!" teriak Zayn dengan mata yang sudah membulat sempurna.

Zayn langsung berlari menuju kasur kakaknya.

"Vi, lo kenapa?" tanya Zayn sambil terus mengucapkan istighfar dalam hati.

Lihatlah, keadaan Kakaknya begitu mengenaskan. Kakaknya itu terus berguling ke sana kemari tak jelas. Ditambah sebelah tangannya yang menjambak rambut, lalu sebelah lagi memegang erat perutnya yang membuat Zayn waspada.

"A'udzubillahiminasyaitan nirrojim!" ujar Zayn lalu mulai membacakan ayat kursi.

'Bugh!'

Sebuah guling melayang mengenai wajah Zayn yang semakin membuat Zayn memundurkan langkahnya takut.

'Sial! Mana di rumah cuma berdua lagi. Ya Allah, tolong jaga hamba-Mu yang gemas ini. Aamiin.'

Strange Taste [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang