Hari ini, sepulang sekolah, para siswa diwajibkan untuk memilih ekstrakurikuler terlebih dahulu.
Gladys sudah memantapkan hatinya untuk memilih ekskul karate. Lumayan, bisa menambah ilmu bela dirinya. Terlebih, dia bisa lebih kuat meninju Firman nantinya. Ah, jangan lupakan untuk membuat perut Zayn menjadi kempis.
Alma dan Beri memilih ekskul PMR. Sementara Cherry memilih ekskul mading. Mereka memilih ekskul berdasarkan keahlian masing-masing.
Alma dan Cherry sedikit bergidik ngeri melihat seringaian Gladys saat mengatakan akan memilih ekskul karate. Mereka menjadi takut untuk menjahili Gladys. Bisa-bisa pipi mereka lebam.
"Dys, lo yakin nggak mau ganti ekskul yang lain?" tanya Alma. Gladys berdecak. Entah sudah pertanyaan ke berapa itu? Namun, jawaban Gladys tetap sama.
"Nggak," jawab Gladys.
"Dys, ayo coba pikirin lagi," sahut Cherry.
Gladys mendelik. "Kalian itu kenapa, sih?" sewotnya. Alma dan Cherry menggeleng bersamaan. Sementara Beri justru terkekeh.
"Gue cuma takut lo jadi cowok seutuh--"
"Maksud lo apa?!" potong Gladys dengan nada tinggi. Alma mengatupkan bibirnya, lalu menggeleng. Gladys sedang dalam mode macan.
Gladys terkikik dalam hati. Selain untuk menambah ilmu bela diri, dia masuk ekskul karate juga agar bisa melakukan pendekatan dengan Melvin. Ah, Gladys tidak sabar untuk melakukan kegiatan ekskul.
Selain itu, Gladys juga nantinya akan masuk kegiatan OSIS. Biar bisa semakin dekat dengan Melvin. Gladys jika ingin mendapatkan sesuatu memang tak pernah setengah-setengah. Selalu totalitas.
"Eh, itu OSIS di gerbang lagi pada ngapain, sih? Liat, deh, lagi bawa kertas putih terus dikasih ke anak kelas sepuluh," ujar Alma sambil menunjuk ke arah gerbang. Serempak, yang lain menoleh ke gerbang.
Di sana terlihat ada beberapa anak OSIS yang membagikan selembaran kertas.
"Formulir?" tebak Beri.
"Formulir apa?" tanya Gladys.
"Itu, lho, formulir pendaftaran ekskul sama OSIS," jelas Beri. Gladys mengangguk paham. Matanya kembali ke arah gerbang.
Gladys hampir saja memekik saat melihat Melvin berada di sana. Dia ingin menghampiri, tapi teringat kejadian memalukan di kantin. Akhirnya, dia mengurungkan niatnya.
Namun, saat melihat tangan Melvin melambai tepat ke arahnya, Gladys salah tingkah sendiri. Melvin terus melambaikan tangan seperti menyuruhnya mendekat.
"Dys, itu Kak Melvin nyuruh lo ke sana," ujar Alma.
"Iya, samperin sono!" sahut Cherry.
"Kapan lagi coba Kak Melvin kayak gitu sama lo?" timpal Beri.
Mendengar dukungan dari para sahabatnya, membuat Gladys menjadi percaya diri. Dia langsung saja menghampiri Melvin dengan jalan seanggun mungkin.
Tanpa disadari, Alma, Cherry, dan Beri terkikik. Entah mengapa?
Kita kembali ke Gladys. Gadis itu kini sudah berada tepat di depan Melvin. Dia tersenyum secerah matahari siang ini.
"Iya, Kak, apa?" tanya Gladys dengan suara selembut mungkin.
Melvin menaikkan alisnya. Keningnya berkerut heran. Wajahnya menyiratkan bahwa dia tak mengerti maksud Gladys.
"Lo ngapain ke sini?" Pertanyaan Melvin membuat senyum Gladys luntur. Gladys mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Tadi, Kakak yang suruh aku ke sini, 'kan?" tanya Gladys memastikan. Melvin semakin heran dengan gadis di depannya ini.
"Ge-er. Bukan lo, tapi dia," jawab Melvin sambil menunjuk seseorang di belakang Gladys.
Wajah Gladys merah padam. Astaga! Dia salah paham! Malu-malu-malu! Bisakah Gladys menghilang sekarang juga?
"So kecantikan! PD-nya tingkat dewa," sahut seseorang yang membuat Gladys menatapnya tajam.
'Sialan si Jayen!' maki Gladys dalam hati.
"Heh, maksud lo siapa?" sinis Gladys. Zayn memasang wajah tanpa dosanya, lalu mengedikkan bahu.
"Ututuuu, bagus Kak Melvin! Lanjutkan! Adik kelas Kakak yang imut ini mendukungmu, Kak!" timpal Firman yang membuat Melvin terkekeh. Parahnya, Melvin memberi acungan jempol pada Firman. Potek hati Gladys, Bang.
Gladys yang sudah malu ditambah dua makhluk yang mengejeknya, membuat tangannya gatal. Ingin sekali tangan cantiknya meninju perut si Jayen dan merobek mulut Firman sialan itu.
Namun, mengingat di sini ada Kak Melvin, ia urungkan niatnya. Harus jaga image, dong. Tak peduli perlakuan Melvin, Gladys pokoknya tak boleh menyerah!
"Udah, Fir! Kasian Gladys!" ujar Ethan sedikit berteriak sambil melirik ke arah belakang. Ya, lagi-lagi dirinya mencari perhatian dari Alma yang tengah berjalan mendekat ke arahnya.
"Gladys, 'kan, niatnya cuma mau caper doang. Jadi, sah-sah aja," tambahnya yang langsung mendapat injakan maut dari Gladys.
"Setan lo!" maki Gladys, lalu buru-buru pergi dari sana setelah mengambil dengan paksa formulir di tangan Melvin.
"Ahh, dapet injakan dari cewek jakunan gimana? Rasanya pasti mantap, ya, 'kan?" Kali ini, Jefri menginterupsi.
"Sialan!" maki Ethan yang hanya dihadiahi tawa oleh ketiga temannya.
Mata Ethan kini beralih ke arah Alma yang tengah menahan tawa. Ahh, gara-gara si cewek jakunan itu, image-nya jadi rusak di hadapan Alma, sang pujaan hati.
"Sabar, Gladys lagi jadi macan," ujar Alma sambil tersenyum. Setelah mengambil selembaran formulir, Alma dan kedua sahabatnya pergi menyusul Gladys.
Senyum Ethan langsung terbit. Dia memandang Alma yang mulai menjauh. Ketiga temannya bergidik ngeri.
"Dasar setan budak cinta!" cibir Zayn, lalu mengajak teman-temannya pulang.
Sedangkan Ethan? Dia tak menggubris ejekan dari Zayn. Suasana hatinya lagi baik gara-gara dapat senyuman dari pujaan hati.
Ah, senangnya ....
__________________
Baru sampai di rumah, Gladys langsung membuka laptopnya. Memindahkan anime yang tadi dia download di sekolah.
Selesai memindahkan satu season anime ke laptop, Gladys bersiap dengan posisi ternyamannya. Setelah itu, dia mulai memutar dan menontonnya.
Rasa lelah sekaligus kesal di sekolah, sekejap reda kala dia menonton anime. Terlebih genre humor. Sesekali Gladys bahkan tertawa terpingkal-pingkal.
'Kriet!'
Terdengar suara deritan pintu. Gladys mem-pause sejenak animenya. Pandangan Gladys beralih ke arah pintu.
Terlihat seorang gadis yang usianya lebih muda empat tahun dari Gladys. Wajah mereka cukup mirip, rambutnya sebahu dengan tinggi di bawah rata-rata.
Mata Gladys membulat sempurna. Astaga! Karena terlalu lelah, dia lupa mengunci pintu.
"Kakakkkk!"
Gladys langsung menutup telinganya rapat. Dalam hati dia berdoa semoga telinganya masih berfungsi dengan baik. Suara cempreng nan melengking milik adiknya memang tak boleh diremehkan.
"Kakak! Kakak lagi nonton apa?" tanya Eliza--adik Gladys--dengan nada kesal.
"Anime," jawab Gladys seadanya.
"Yang baru atau yang lama?" Eliza kembali bertanya dengan nada yang lebih tak mengenakkan.
"Baru." Jawaban Gladys membuat Eliza lebih murka. Mulutnya sudah bersiap untuk memaki sang kakak.
"Kapan download-nya? Katanya Kakak nggak punya kuota!"
"Tadi, di sekolah." Eliza menggeram. Dia berjalan mendekati Gladys dengan kaki yang dihentak-hentakkan.
Sedang Gladys kini sudah mulai waspada akan yang terjadi selanjutnya.
"Ih, kenapa ninggalin? Kenapa nggak kasih tau Liza?!" Nada Eliza sudah naik beberapa oktaf. Gladys harus mengusap dadanya sabar.
"Lo makannya kelamaan," sahut Gladys. Dia bahkan tak tahu bahwa perkataannya mengundang bahaya.
"YA KENAPA NGGAK NUNGGUIN? MA--"
Gladys buru-buru membekap mulut sang adik. Suara sangat tidak baik bagi indra pendengaran. Namun, hal yang selanjutnya dilakukan Eliza membuat Gladys naik darah.
Eliza justru menjilat tangan Gladys. Bayangkan. Menjilat. Setelah menjilat, Eliza lari ke kamar mandi, lalu mencuci mulutnya. Oy, di sini yang menjadi korban siapa?
Sementara Gladys menatap telapak tangannya yang basah. Dia segera pergi ke kamar mandi dan mencuci tangannya dengan sabun.
"Lo jorok banget, sih?" keki Gladys. Eliza mendelik.
"Salah Kakak sendiri! Mana tangan Kakak rasanya kayak air selokan lagi," ketus Eliza.
"Lah, lo emangnya udah pernah nyoba air selokan?" tantang Gladys. Mereka saling berpandangan mengibarkan bendera perang.
"MAMA! KAK GLA--"
'Bugh!'
Astaga! Itu reflek, serius. Gladys tak sengaja menabok pipi Eliza membuat mata gadis itu langsung berkaca-kaca.
"Kakak ringan tangan banget, sih! Apa-apa mukul, apa-apa mukul!" pekik Eliza. Gladys nyengir, lalu meminta maaf dan membujuk Eliza agar tak marah lagi.
"Iya, maaf, nggak usah marah lagi. Ayo nonton," ajak Gladys berbaik hati. Eliza menyeringai membuat Gladys bergidik.
"Liza maafin, asal traktir Liza ramen," ujar Eliza. Dia selau memanfaatkan kesempatan sekecil apapun.
Kali ini, mata Gladys melotot. Dia menarik tangan Eliza paksa ke luar kamar.
'Brak!'
Setelahnya, Gladys membanting pintu dan menguncinya. Eliza sudah mencak-mencak di luar.
"NGGAK SUDI!" teriak Gladys.
"MAMA! KAK GLADYS-NYA, NIH!" seru Eliza.
Setik berikutnya, terdengar suara teriakan yang lain, "Gladys, kamu apain Eliza?!"Mampus!
****
[TBC]
JGN LUPA FOLLOW AKUN INI YA!
JGN LUPA BUAT VOTE DAN COMMENT JUGA! JGN JADU SIDERS OKE!^•^
KAMU SEDANG MEMBACA
Strange Taste [On Going]
Teen FictionCover by : pinterest *** Namanya Gladys, bukan Gadis. Namun, teman sekelasnya mempelesetkan namanya menjadi Janda. Ayolah, itu sangat jauh dari nama aslinya. Peringatan, bagi kalian jangan sekali-kali memanggil Gladys, Janda. Kalau tak ingin terkena...