Masih dalam rapat di balai desa Regil
Saat pisau dicabut dan dikembalikan ke kotak peti bersama dengan suratnya, seluruh anggota rapat mulai mengeluarkan pendapatnya.
"Maafkan saya Tuan, apakah benar... apakah benar itu..."
"Ah benar. (Mengelus dahi dan mata) itu... memang adalah perkataan Raja Swin." Jawab Jendral Arun.
Mereka kembali terbatu...
"Maaf Tn. Muda-...." kalimat Jendral Arun langsung terhenti.
Beberapa orang juga mulai tersadar dan memperbaiki kondisi suasana rapat ini.
"Maksudku Tuan... Gubernur Jendral... atau Yang Mulia..."
Semua orang memandangi Asga.
"Anu, Jendral Arun, kau bisa memanggilku seperti biasanyahahaha... jadi aa... aa... Aku masih-"
"Anda sungguh rendah hati Tuan Muda. Baiklah, kalian semua yang ada disini juga telah mendengarnya bukan?" Jendral Arun menanyai anggota rapat.
"Ya.. aku mendengarnya sih..."
"Tentu saja..."
"Aku cukup mendengarkanah... hahhm..."
Yang lain menjawab agak ragu dan setengah-setengah dalam memberi jawaban.
"Kita semua tahu, lambang pisau emas menunjukkan bahwa itu adalah sebuah pemberitahuan raja paling penting. Bukan pisau besi atau perak, tapi pisau emas."
Jendral Arun memperjelas lagi. Mereka semua hanya saling bertukar pandang dan menunduk.
"Lalu... apakah ada yang menolak titah Raja?"
Semua terdiam...
Asga Pov
Kenapa malah jadi begini?!! Ini seharusnya tidak boleh terjadi... apa yang harus aku lakukan...
"Bukannya aku menolak titah Raja tuan-tuan, tapi... aku benar-benar tidak yakin pulau ini mampu berstatus sebuah Provinsi. Kalian tau kan pulau ini hanya pulau kecil, hanya sebuah... pulau kecil! Tidak ada yang istimewa juga. Lalu kenapa semua itu... bagaimana bisa, dan-"
(Haaah... momentnya telat sekali)
"Semua sudah aku bicarakan dengan Raja, Tuan." Aku mulai memberanikan diri untuk bicara dengan mereka.
Jendral Arun juga menatapku seakan berkata 'lakukanlah!'.
"Tuan-tuan penduduk desa sekalian. Semua ini, tidaklah terjadi begitu saja... apakah kalian ingin mengetahui alasannya, mengapa Raja Swin sampai berbuat seperti itu?"
"Apakah anda ini... Tuan Asga Regilia, yang disebutkan itu?!"
"Dia orangnya?!"
"Benar. Akulah orang itu. Sebagian dari kalian sudah mengetahuinya."
Lalu, Tuan Agauro selaku kepala desa menjawab kalimatku.
"Jadi... Yang Mulia Asga, bagaimana kami memanggil anda ya..."
Benar juga! Mereka juga terlihat malu-malu untuk bertanya kepadaku. Mungkin juga mereka bingung mau memanggilku seperti apa.
"A-"
"Walau Tn. Muda sekarang adalah Gubernur Jendral, lebih baik lagi jika mulai sekarang kalian menganggapnya sebagai... Raja kalian."
Belum juga aku bicara, Jendral Arun mendahuluiku.
Tapi... kenapa sepertinya aku juga setuju dengan pendapat Jendral Arun. Mungkin dengan begitu aku bisa cepat untuk mewujudkan keinginanku.
"Raja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Build Super Power Micronation In New World [VOL. 1] ✅ (Proses Revisi)
FantasiaGenre: Kerajaan, Perang, Fantasi, Petualangan Score: 7.3 Assalaamu'alaikum WR WB Semua Cerita Adalah Fiktif/Tidak Nyata, Maka Dari Itu Jangan Terlalu Terbawa Suasana. Bagi yang Islam, Ingat Sholat Ya Kawan-kawan. Semoga Allah SWT Mengampuni Kita Sem...