4b-AURORA

528 99 39
                                    

Sisa permainan kami mengering dan lengket di sela paha. Semalam akulah yang memandu Ruly sampai dia terpuaskan, sementara aku tidak sama sekali! Kalau saja Ruly tidak mengucapkan nama Elvira, aku tak akan sesebal ini.

Air pancuran menyala. Kugosok seluruh tubuhku, berdoa semoga tak usah berjumpa dengan Ruly. Kami tidak bertukar nomer telepon. Kecil kemungkinan dia bakal kembali.

"Ora! Aurora!" Tiara datang saat aku membilas tubuh. "Oraaaa!"

"Iyaaa," teriakku, membalas agar dia tidak panik. Buru-buru menyelubungi diri memakai handuk lebar, handuk yang kemarin ditarik Ruly hingga kami berakhir melakukan.... Ah sudahlah.

Langkah Tiara berjingkat cepat. Dia mendesah lega melihatku.

"Ora, nda apa-apa jako? Baik-baik ji?" Tiara mengguncang lenganku.

"Iya. Aku baik-baik aja, kok."

"Mana laki-laki semalam?" Tiara celingukan mencari-cari.

"Sudah pulang."

"Dia nda menyakitimu, nda mencuri barang?"

"Semua aman, nggak ada yang hilang kok, Tiara sayang."

Tiara menoleh lagi padaku, mengamati leher dan bahuku. "Itu apa merah-merah?"

Jantungku serasa minta pensiun berdetak.

"Aku bisa jelaskan. Mana bajunya? Dingin."

Tiara menyerahkan totebag hitam. Di dalamnya ada celana jins dan T-shirt lengan panjang. Baguslah.

"Bajumu mana?" tanya Tiara.

"Terlalu terbuka." Bisa langsung dipecat sebagai anak kalau Ibu melihat tanda merah bertebaran di sekujur tubuhku.

"Bukannya ko suka pakaian terbuka?" tanyanya heran.

"Iya, tapi nggak hari ini." Udah deh, Tiara, jangan bawel.

"Saya bawa makanan. Ko sudah sarapan?" Tiara membuka sekotak omelet dan kentang yang direbus bersama bawang putih serta sedikit merica.

"Tiara memang paling baiiik," pujiku lantas mengecup pipinya.

"Kenapako nda pulang?" tanya Tiara.

"Kalau Ruly mencuri peralatan band bagaimana?"

"Siapa Ruly?"

"Laki-laki yang semalam kita tolong."

"Jadi ko menginap semalaman dengannya?"

Aku menusukkan garpu ke potongan kentang, lantas mengangguk. "Elvira adalah mantan pacarnya," jelasku.

"Pantas sampai mabuk begitu. Kasihan," kata Tiara prihatin.

"Ruly terlalu cinta makanya patah hati separah itu. Saat dia 'sampai', dia menyebut nama Elvira."

"Sampai?" Tiara memicingkan mata curiga. "Sampai apa?"

Aku membekap mulutku sendiri. Dasar baskom bocor. Tiara seumuran denganku, tetapi otaknya masih tujuh tahun. Manonton orang ciuman dalam film romantis saja kadang dia menutup muka.

"Nggak, kok. Sampai Pare-pare."

"Pare-pare? Siapa ke Pare-pare?"

"Sudahlah, makanmi," kataku menyuapkan kentang ke mulutnya. Tiara menepis suapanku. Gawat.

"Ko belum jawab, kenapa ada merah-merah di leher dan pundakmu nah?"

"Kami melakukannya," ujarku pasrah.

Mulut Tiara menganga. Ya ampun, sepasang manusia berbeda jenis kelamin tidur bersama saja reaksinya berlebihan. Kalau Radit mantap-mantap dengan Rizky, bolehlah dia kaget.

"Apa? Gilako! Ko nda kenal dia, gimana kalian bisa...."

"Yah, aku sudah setahun jomblo. Ruly pun semalam kalap...."

Seks adalah anugerah Tuhan bagi manusia. Bagus untuk membakar kalori dengan cara menyenangkan. Aku tertawa. Kenapa malah ingat Tuhan padahal kami berbuat dosa?

"Jangko tertawa. Dia perkosa ko?" Mata Tiara melotot menakutkan.

"Nggak, dia kangen Elvira. Lalu kami melakukannya begitu saja karena sama-sama membutuhkan. Spontan."

Tiara meletakkan garpu. "Kalau ko hamil bagaimana?"

"Ya ampun," aku menertawakannya lagi, "nggak mungkin lah hamil karena sekali gituan. Selama ini aku berkali-kali dengan pacarku pun nggak hamil."

Tiara berdecak. "Ingat penyakit kamu, Ora. Kalau sampai hamil, berbahaya sekali."

Penyakit begitu saja diungkit-ungkit. Dokter Khalid bilang, semua beres. Aku mau hamil pun bisa asalkan banyak istirahat agar tak keguguran. Tapi itu soal lain. Tiara akan tambah meledak kalau aku mendebatnya.

"Iya, iya. Nggak bakalan kok kalau hanya sekali. Kamu tenang saja, Tiara sayang."

Tiara selalu menganggapku ceroboh. Dia tahu deretan mantanku. Mulai dari anak SMA, mahasiswa sampai pegawai bank. Tenang, semuanya belum menikah. Aku malas drama kalau memacari suami orang. Tiara berkali-kali mengingatkan soal kehamilan serta risiko penyakit. Katanya, seks sembarangan mengakibatkan kanker rahim.

"Sudah, selesaikan makan kita. Aku lupa bawa obat, mesti buru-buru pulang."

Obat yang diberikan Dokter Khalid sifatnya sementara. Hanya sampai gejalaku sembuh.

Usai makan, aku dan Tiara membersihkan studio. Radit bakal menggantungku kalau tahu ada yang berbuat mesum. Selain menyapu agar tak satu pun helai rambut Ruly tertinggal, kami mengepel lantai serta mengelap sofa dan paling penting membersihkan kamar mandi.

"Aman!" sorakku. Semua barang bukti sudah tersingkir dari TKP. Kepalaku agak pening mungkin karena bau karbol yang menyengat.

"Ayo pulang." Tiara membawa motornya. "Sore nanti kita isi acara ulang tahun PT. Kakao Celebes Indonesia. Ingat kan?"

Ketika akan membuka pintu, pening semakin mengaburkan pandanganku. keringat dingin merembes. Aku terhuyung-huyung.

"Ora!" seru Tiara yang memapahku sehingga tak membentur ubin.
Ruangan musik berputar. Kepalaku serasa ditusuki jarum. "Ayo, saya antar ko ke Dokter Khalid," cetus Tiara.

💕💕💕

Ada apa dengan Aurora? Tunggu kelanjutannya minggu depan. Kalau mau baca cepat, langsung ke akun Karyakarsa Belladonnatossici. Lebih cepat update di sana.

Love,

💋Bella - WidiSyah 💋


SAVIORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang