Lapangan SMA Bintang Mandiri dipenuhi teriak histeris oleh para siswinya melihat seorang Fajri memainkan bola basket dengan lincahnya. Rambut panjangnya yang basah karena keringat ia kibaskan demi membuat hati para penggemarnya semakin berdegup kencang–terlihat dari teriakan mereka yang juga semakin mengeras.
Sementara para siswanya menatap Fajri penuh dengan keheranan. Bagaimana mungkin seorang siswa pembuat onar yang merusak setiap acara sekolah bisa sepopuler itu? Karena ketampanannya? Mereka pikir tidak, karena masih ada siswa yang lebih tampan dari Fajri. Fenly misalnya, teman sepermainan Fajri. Apa karena sikap Fajri? Tidak juga, Fajri pria yang ceroboh, tidak begitu sopan tapi tidak kurang ajar juga.
"Karena dia musuh bebuyutan OSIS," katanya.
Yah, semua siswa hampir tidak menyukai pengurus OSIS yang suka mengomel soal peraturan sekolah, membuat acara yang tidak menyenangkan dan masih banyak lagi. Di sekolah lain pun sepertinya begitu. Pandangan setiap orang kepada pengurus OSIS memang rata-rata seperti itu, termasuk juga pandangan Rere.
Rere dengan "pasukannya" berada pada barisan paling depan mendukung idolanya memainkan pertandingan basket dadakan itu. Akhir dari pertandingan itu sudah jelas, Fajri lah pemenangnya. Tidak ada yang bisa menang melawannya jika Fajri karena fokus lawan dikacaukan oleh teriakan-teriakan nyaring penggemarnya. Curang? Tidak juga.
Setelah menyelesaikan pertandingan, Fajri pergi begitu saja. Beberapa penggemarnya selalu mengekori kemanapun Fajri pergi. Namun kali ini Rere tidak ikut karena matanya sibuk mencari Zweitson, teman sepermainan Farjian sekaligus langganannya membeli hasil jepretannya. Tentunya Fajri yang menjadi model fotonya.
Setelah matanya menemukan sosok berkacamata dan kameranya, Rere langsung menghampirinya. Ia menagih semua foto-foto Fajri yang Zweitson janjikan padanya, kemudian melakukan transaksi secara diam-diam. Salah seorang pengurus OSIS yang sedang berpatroli melihat mereka dan mencurigai apa yang mereka lakukan.
"Apa yang kalian lakukan?"
"Tidak ada!"
"Kalian jangan berani-beraninya melakukan transaksi narkoba ya!"
"Kita memang jual-beli sesuatu yang bikin candu, tapi bukan narkoba," kata Rere.
Perlahan Zweitson mengeluarkan foto-foto tampan Fajri yang langsung dirampas oleh Rere. "Jangan lama-lama lihatnya! Nanti kecanduan juga!"
Pengurus OSIS dengan tag nama Gilang itu pergi dengan acuh tanpa sepatah katapun. Sudah menjadi pengetahuan umum untuk pengurus OSIS bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Fajri harus dihindari, karena meskipun pembuat onarnya adalah Fajri, OSIS yang selalu salah di mata para guru.
Zweitson dan Rere kemudian berpisah disana. Namun sebelum pergi, Rere menitipkan pesan untuk Fenly pada Zweitson agar segera mengirimkan lagu demo Fajri. Siapapun yang bukan penggemar Fajri tidak akan pernah tahu betapa berbakatnya Fajri dalam bidang seni musik dan olahraga. Sebagian besar penggemarnya tahu itu, hanya saja Fajri tidak pernah mau serius mengembangkan bakatnya.
Di sebuah ruangan ber-AC dengan puluhan komputer di dalamnya, Fenly duduk di depan salah satu komputer dengan jari-jarinya yang lihai menari di atas papan ketik. Zweitson masuk dengan membawa pesan dari Rere.
"Pantas saja kulitmu itu putih, kamu selalu berada di ruangan seperti ini. Sementara aku harus menjelajah sekolah yang panas ini untuk bisa menghasilkan. Lihat kulitku, sudah seperti ikan kering yang dijemur bertahun-tahun."
"Jika kamu kemari hanya untuk mengeluhkan kulit ikan kering mu itu, maaf aku tidak bisa mendengarkan."
Zweitsom memutar bola matanya malas. Fenly sosok siswa yang pintar dan disiplin, tapi entah kenapa ia mau berteman dengan Fajri dan Zweitson yang bertolak belakang dengan kepribadiannya. Tidak jarang juga Fenly dengan keterampilannya "bermain" komputer membantu Fajri mengacaukan acara sekolah, hingga akhirnya mereka bertiga disebut sebagai komplotan pembenci OSIS. Kemampuannya itu juga yang membuatnya menghasilkan uang dari dompet anak konglomerat, Rere.
"Itu si Rere minta di kirim lagu demo Aji secepatnya," kata Zweitson menyampaikan pesan.
Dengan menekan tombol terakhir pada papan ketik bertuliskan enter, semua janji Fenly kepada Rere sudah lunas. Begitu Fendy mengangguk menjawab apa yang Zweitson sampaikan, Zweitson pergi begitu saja tanpa sepatah katapun. Fenly tertawa kecil. Temannya yang satu itu sebenarnya tidak banyak bicara. Dia hanya berbicara dengan kameranya, tetapi jika dia memiliki sesuatu untuk dikatakan, semua kata-katanya bisa menjadi peningkat mood dan penyembuh.
–o–
Suasana kantin SMA Bintang Mandiri juga tidak kalah bisingnya. Hanya saja perbedaannya kantin dipenuhi dengan teriakan kelaparan penghuninya di setiap kios yang ada. Di salah satu kios yang menjual mie ayam bakso, Rere dan teman-temannya–Wulan dan Meysa tengah mengantri dengan sabar. Di tengah-tengah obrolan santai mereka, Rere mendapat notif dari email Fendy.
"Yes!" serunya yang teredam oleh kebisingan kantin.
"Ada apa?"
"Aku dapat lagu demonya Fajri!" serunya dalam bisik. Ia tidak mau ada yang mengetahuinya kalau ia memiliki semua lagu demo Fajri yang entah kapan akan dirilis.
"Fajri lagi, Fajri lagi, apa bagusnya dia sih?" ketus Meysa sambil membawa pesanan mereka yang sudah jadi menuju meja kosong. "Dia cuma pembuat onar, aku benci apa yang dia lakukan."
"Kalau kamu begitu mencintai pengurus OSIS mu itu, kenapa tidak ikut jadi bagian dari mereka saja?" ketus Rere tidak mau kalah.
"Aku tidak bilang begitu ya. Mana mau aku melakukan sesuatu tanpa dibayar seperti mereka."
"Sudah, sudah. Aku ingin makan saja tidak bisa. Singkirkan OSIS, singkirkan Farji atau siapa lah itu. Kita makan dengan tenang," lerai Wulan.
"Fajri!" Rerer mengoreksi.
Mereka mulai menghabiskan makanan mereka. Meysa yang tidak pernah bisa berada dalam keadaan sunyi memulai pembicaraan dengan membahas idola favoritnya, Fiki. Salah satu model remaja yang tampan dan menginspirasi itu berhasil memikat hati Meysa. Rere dan Wulan suntuk mendengarkan. Fiki lagi, Fiki lagi.
"Hey! Kalian mendengarkan tidak?!"
"Masih lebih keren Fajri ku!" Rere memulai pertengkaran.
"Ah, sudah. Jangan mulai lagi! Kalian kenapa sih? Persahabatan kita itu lebih penting dari laki-laki yang bahkan tidak melihat kalian," kata Wulan.
"Bilang saja kamu iri, kan? Kamu tidak menemukan pria idaman mu itu," ejek Meysa.
"Lagi pula perempuan mana yang mengagumi pria kejam dan dingin tanpa ekspresi. Pasti membosankan, seperti mu!"
Kalau soal mengejek Wulan saja, Rere dan Meysa mendadak akur seperti ini. Wulan memutar bola matanya malas. Yah, setidaknya mereka berdua akur kembali walau dirinya harus menjadi bulan-bulanan keduanya. Lagi pula apa salahnya mengagumi pria langka seperti itu? Pria yang diam-diam menghanyutkan wanitanya. Memberantas dengan kejam semua hal yang menyakiti wanitanya. Wulan tersipu sendiri dengan lamunannya.
Teman-temannya memang mengenal Wulan sebagai sosok gadis yang berbeda. Dia sangat menyukai karakter psikopat, entah bagian mana yang ia suka. Tapi yang jelas, Wulan adalah korban cerita romansa psikopat yang tentu saja hanya fiksi. Mana ada psikopat yang jatuh cinta? Dan ya, Wulan bahkan tidak pernah menggunakan kekuatan penuh untuk memukul Aska, kakaknya yang menyebalkan. Entah mengapa ia malah menyukai hal-hal sadis seperti itu.
Bersambung....
Gimana revisiannya?? haaa takut pada gasuka>~<
Semoga suka yaa<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pengurus Osis || UN1TY [REVISI BESAR-BESARAN]
FanfictionFiki, Fajri, Zweitson dan Fenly akan di uji untuk bisa menjadi anggota pengurus osis. Ujian apa saja yang akan mereka dapatkan? Apakah mereka akan lulus?