Chapter 3✔️

1.5K 218 14
                                    

Sebuah video wawancara antara seorang dokter dan model menjadi cukup viral di sosial media. Meysa yang tidak pernah absen menonton setiap acara yang menghadirkan Fiki itu menontonnya di perjalanan menuju rumah sakit–menjenguk Wulan. Rere yang duduk di sebelahnya juga sibuk dengan ponselnya sendiri.

Begitu mereka sampai di rumah sakit, mereka bertemu dengan satu keluarga yang tengah bersedih kehilangan putri mereka. Rere langsung menutup mata dan wajahnya, ia tidak suka melihat sosok mayat yang kainnya tidak sengaja terbuka akibat angin yang berhembus.

Meysa tahu gadis itu, dia melihatnya di berita kemarin–bunuh diri dengan terjun ke jurang. Tubuhnya sangat memprihatinkan dan Meysa tidak sanggup melihatnya. Dia membantu mengambil kain yang terbang dan menutup jenazah gadis itu kembali. Tidak jauh dari lokasinya berdiri, Meysa melihat seorang gadis yang mirip dengan jenazah itu. Gadis itu semakin mendekat seiring ambulance yang membawa jenazah pergi ke rumah duka.

Meysa menutup matanya rapat-rapat. Dia heran, sejak kapan ia memiliki kemampuan untuk melihat hantu? Namun, tak lama kemudian suara yang ia kenali menyapanya.

"Kalian kenapa menutup mata? Mayat tadi menyeramkan ya?" tanya Wulan

"Ternyata kamu! Tapi kenapa dari jauh kamu mirip sekali dengan gadis itu? Aku pikir kau hantu!" jawab Meylia.

"Terus itu Rere kenapa?"

"Ah iya! Sudah Re, mayatnya sudah pergi."

"Benarkah? Kalian jangan menipuku!"

Setelah membuka mata perlahan dan memastikan memang tidak ada mayat di depan matanya, Rere mengomel panjang lebar. Dia membenci pemandangan seperti itu. Meskipun Wulan sering iseng mengirimkan gambar-gambar sadis, itu masih lebih baik daripada melihatnya secara langsung.

Sampai di bangsal VIP, mereka bertiga duduk manis dan membahas kejadian beberapa hari lalu. Ricky dan Angle selaku ketua dan wakil ketua OSIS mendapat hukuman diskors selama 3 hari. Kepala sekolah juga mencabut hak-hak OSIS selama satu minggu kedepan dan semua kegiatan mereka terpaksa harus tertunda.

Faneza tidak dihukum sama sekali, tapi ayahnya memberikan kesempatan kedua untuknya menerima maaf dari sang ayah. Ayahnya meminta Faneza untuk menjadi pengurus OSIS dan ia sudah didaftarkan langsung oleh ayahnya, jadi tidak ada penolakan. Faneza jelas kesal dengan keputusan ayahnya, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Dari luar Faneza memang terlihat tidak mendapat hukuman apapun, tapi Lala selalu tahu cara menghukum seseorang. Dialah yang bernegoisasi dengan ayah Faneza dan membuat Faneza berada dalam genggamannya. Lala tahu alasan Faneza menjadi pembuat onar adalah karena ia berusaha untuk membuat Fajri menyukainya. Lantas dengan akal bulusnya, Lala pun mengaitkan kejadian kemarin dengan Fajri.

Rere kesal dan terus mencari kebenaran apakah Fajri ikut terlibat dengan kejadian kemarin atau tidak. Oleh karena itu sejak tadi ia sibuk dengan ponselnya. Meysa pun sibuk melanjutkan video wawancara Fiki dan Paman Fikri. Memang benar pria kemarin adalah Fiki yang Meysa ceritakan. Wulan mendadak kesal mengingat kejadian kemarin.

Disaat Wulan senang karena akhirnya menemukan pria idamannya, di saat itulah Fiki mengacaukan semua bayangannya. Setelah kamera dimatikan dan awak media meninggalkan ruangan, Wulan bisa melihat Fiki yang begitu ceria dan selalu tersenyum seperti badut. Justru karakter seperti itu yang menakutkan bagi Wulan.

"Hai, kamu Wulan ya? Paman Rafik sudah menceritakan banyak hal tentangmu. Salam kenal ya, namaku Fiki."

"Untuk apa Paman menceritakan banyak hal tentangku kepadanya?" tanya Wulan.

"Dia akan pindah ke sekolahmu. Bantu dia beradaptasi dengan lingkungan baru ya. Selama ini dia hanya bersekolah di rumah, home schooling."

Wulan protes dalam hati. Dia tidak bisa menolak permintaan Paman Fikri yang sudah membantunya banyak hal sejak dulu. Meysa pasti sangat senang jika tahu bahwa idolanya itu satu sekolah dengannya. Wulan hendak memberitahu, tapi lebih baik dibiarkan saja agar menjadi kejutan untuk Meysa. Dan benar saja, saat Fiki mengumumkan di sekolah mana ia akan bersekolah dalam wawancara itu, Meysa meloncat girang.

Hari itu, Wulan diperbolehkan untuk pulang. Rere dan Meysa setia membantunya mengemas pakaian dan keperluan Wulan selama di rumah sakit. Tidak ada orang tuanya apalagi Aska yang membantu mereka, karena Wulan memang sengaja tidak membiarkan mereka datang. Dia bisa sendiri. Tidak sendiri, lebih tepatnya bersama kedua babunya.

Mereka bertiga akhirnya meninggalkan bangsal VIP itu tepat pukul 08.00 malam dan masuk ke dalam lift menuju lobi. Di lantai lima, lift tiba-tiba berhenti dan terbuka. Ada seorang gadis dengan pakaian sekolahnya mematung disana seolah ia terkejut melihat sesuatu.

"Hey, kamu tidak mau masuk?"

"Ah, iya!" kata gadis itu kemudian menekan tombol menuju basement.

Sampai di lobi, mereka bertiga keluar dan tidak sengaja menabrak seorang pria yang ingin masuk ke dalam lift. Di dalam lift masih tersisa gadis tadi yang masih nampak terkejut. Mereka tentu saja meminta maaf, tapi pria itu seperti terburu-buru, bahkan tidak menoleh sedikitpun ke arah mereka. Rere dan Meysa melanjutkan laju mereka, sementara Wulan masih khawatir dengan pria itu karena ia merasa pria itu terluka oleh barang bawaannya. Begitu pria itu masuk ke dalam lift, dia memutar badannya seiring dengan pintu lift yang menutup. Mereka sempat bertukar pandang, tapi celah di pintu lift itu terlalu kecil untuk memberi gambaran jelas tentang identitas pria itu.

"Lan, kau sedang apa? Cepatlah aku sudah lelah!" panggil Rere.

"Iya, iyaa, tunggu aku!"

–o–

Fajri diam termenung di atas motornya. Di basement rumah sakit tempat Wulan di rawat, ia menimang kembali apakah ia harus menjenguk Wulan atau tidak. Ia merasa bersalah atas apa yang menimpa Wulan. Dia memang membuat Faneza mengacaukan setiap acara yang dibuat OSIS, tapi ia tidak tahu bahwa Faneza akan melakukan hal seperti itu.

Lama termenung, akhirnya Fajri memutuskan untuk masuk terlebih dahulu. Apakah ia akan menjenguk Wulan atau tidak, ia akan pikirkan lagi di dalam. Fajri menunggu di depan lift hingga pintu lift terbuka. Seorang pria dan gadis berseragam sekolah keluar sebelum Fajri masuk.

Di dalam lift, Fajri bingung harus menekan tombol lantai berapa karena ia tidak tahu di bangsal nomor berapa Wulan dirawat. Alhasil dia menuju lobi dan bertanya pada resepsionis disana. Namun, dirinya terlambat. Wulan sudah pulang bersama dua orang sahabatnya.

Fajri sempat melihat mereka bertiga menaiki taksi. Dilihatnya Wulan baik-baik saja. Entah dia harus merasa lega atau bagaimana melihatnya. Dia ingin menjenguk gadis itu, dia ingin sedikit saja merawat gadis itu sendiri, dia ingin berdua dengan gadis itu meski hanya beberapa menit, dia ingin berbicara dengan gadis itu meski hanya beberapa kata. Namun kenapa begitu sulit untuk mendapatkan kesempatan itu? Kesempatan bersama dengan gadis yang ia sukai.

Fajri pulang dengan perasaan kesal. Selalu seperti ini. Perasaan takut kehadirannya tidak diterima oleh Wulan selalu menghantuinya. Meskipun dirinya populer di sekolah, citranya tetap jelek. Ia takut Wulan yang berasal dari keluarga terpandang tidak mau menerimanya. Dengan rasa kesal itu, Fajri melajukan motornya dari basement dengan kecepatan penuh. Namun, seorang gadis mendadak muncul di hadapannya. Gadis di dalam lift.

Besambung....







Calon Pengurus Osis ||  UN1TY [REVISI BESAR-BESARAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang