4. Tulus

10 3 0
                                    

Dan untuk ke sekian kalinya aku menerima permintaannya.

"Udah udah ah tegangnya. Jelek muka lo kalo kaya gitu.

Seketika, aku melayangkan tatapan membunuhku pada pria didepanku ini.

"Apaan si Ra. Muka lo tuh nggak cocok jadi jahat. Apa lagi lo ngeliatin gue kaya gitu. Gak takut! Gue nggak takut Ra!"

"Ngeselin lo jadi orang!"

"O bulat."

Jika aku boleh memilih siapa pria yang akan aku cintai, aku akan meletakkan nama pria menyebalkan ini diurutan terbawah.

'Yah ngelamun lagi. Capek gue." Katanya sambil memasang wajah kelelahan sehabis marathon berjam-jam.

Aku hanya menatapnya. Tak berniat menjawabnya.

"Ra, gue mau cerita dong." Setelah melihat tidak ada tanda-tanda aku akan meresponsnya, kini ia memasang wajah sumringah dan duduk disampingku.

"Apa?"

"Tadi kan gue ke taman. Awalnya gue cuma mau ngadem. Pas gue mau cabut, gue langsung duduk lagi. Lo tau nggak penyebab gue gak jadi balik?"

Aku selalu mendengar pertanyaan yang serupa. Aku tahu penyebab kau tidak kembali ke kelas, pasti karena Raisya, gadis pujaanmu itu.

Aku menggeleng. Ia tersenyum lebar.

"Gue. Gue dianggep pahlawan sama Raisya, Ra! Gila, gue seneng banget! Gue bangga sama diri gue sendiri."

Aku hanya mendengarkan ceritanya, aku tak mau merusak suasana hatinya yang sedang berbunga, ah lebih tepatnya aku tak mau melukai hatiku sendiri.

"Nih Ra. Lo harus dengerin baik-baik. Lo kudu bangga punya sahabat kaya gue gini. Udah cakep, pinter, jadi pa.."

"To the point aja."

"Oke oke. Pasti lo udah nggak sabar dengernya. Nih ya. Nih. Gue nolongin Raisya, Ra. Gue nolongin dia lepas dari mantannya. Raisya sampe nangis tadi. Dan gue berhasil bikin dia ketawa lagi. Liat gue, keren kan gue? Gue sampe dianggep pahlawan sama Raisya, Ra." Jelasnya menggebu-gebu.

Aku tersenyum menanggapinya.

Selamat, kau berhasil membuat seorang gadis bahagia karena dirimu. Selamat juga, kau telah membuat gadis yang lain tersenyum melihatmu bahagia.

"Emangnya Raisya ada masalah apa?" Tanyaku.

"Gue nggak tau masalah mereka apa. Tapi yang jelas gue liat Kak Abim bentak-bentak Raisya. Gue juga sempet liat dia cengkrem pundaknya Raisya. Padahal disitu, dia tahu kalo Raisya udah nangis. Gue nggak nyangka Ra. Abas (= anak basket) ada yang beraninya cuma sama cewe. Cuma bisa nyakitin cewe doang."

Lantas, apa bedanya denganmu? Kau sangat sering menciptakan air mata untukku, bahkan sekarang kau tengah membuatnya. Kau sangat ahli melebihi Kak Abim.

"Ooh gitu. Em... tapi tadi lo dianggep pahlawan? Emang iya?"

"Iye lah. Kudu bangga lo sama gue."

"Masa si? Kok gue nggak yakin ya."

"Lo nggak percaya?"

"Em... gatau deh."

"Aslinya emang gitu si. Raisya bilang makasih ke gue."

"Ya tapi cuma makasih doang kan?"

"Em... iya si... Ah tau ah! Bikin gue seneng dikit kek elah! Jadi orang gak peka amat lo."

"Gak peka gimanaaaaa?" Godaku.

"Sehari nyenengin gue kek Ra." Dengusnya.

"Nih."

D e r a j a t  1 8 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang