Chapter 23

68 23 2
                                    

Tersenyumlah walaupun tak bersama diriku

-Anggara-


🍁🍁🍁

Angga nongkrong bareng temen-temennya, sedangkan Anin di kamar dan hanya menonton film yang ada di dalam laptopnya. Ia kira Dito akan mengajaknya jalan malam ini, tapi itu mungkin cuma halunya saja. Dito jadi pacarnya aja udah membuatnya seneng.

Anin menuruni tangga menuju ke dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa kering. Gadis itu membuka kulkas, mengambil air es yang berada di pintu kulkas. Setelah menuang dalam gelas ia mengembalikan kembali. saat ia akan menutup pintu kulkas tersebut, dia melihat puding coklat yang terlihat sangat enak dan menggiurkan.

 saat ia akan menutup pintu kulkas tersebut, dia melihat puding coklat yang terlihat sangat enak dan menggiurkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anin mengambil dua cup, dan hatinya sangat senang seperti orang yang mendapatkan apa yang mereka mau. Itulah kemauannya mendapat berlian di dalam kulkas.

Gadis itu berjalan dengan riang menuju ke tempat mamanya yang sedang asik menonton drama. Anin menjatuhkan tubuhnya disamping Ayudia, sedangkan Ayudia masih mengamati layar televisi yang sedari tadi ia tonton.

"Mah, siapa yang bikin puding ini, enak banget," Anin memakan puding yang kedua .

"Mama lah siapa lagi, makanya rasanya enak," sombong Ayudia yang menatap Anin.

"Aku habisin ya Ma," ujar Anin yang hampir menghabiskan puding coklat yang kedua.

"Emang muat, banyak lo itu," sahut Ayudia yang menaikkan alisnya.

"Muatlah Ma, mau satu toko juga muat perut aku," Anin berjalan kembali menuju ke dapur untuk mengambil puding lagi. Dan sekarang ia sampai membawa senampan puding. Tubuhnya nggak gemuk, jadi aman mau makan sebanyak apapun.

"Ya allah Anin, kamu yakin mau ngabisin itu semua," kaget Ayudia saat Anin membawa senampan puding dan segelas jus jambu.

"Iya lah Ma, Mama mau? ambil aja nggak papa," Anin menaruh nampan itu di atas meja.

"Ini kan emang punya Mama. Orang Mama yang buat, aturan yang nawarin itu Mama," terang Ayudia yang mengambil satu cup puding yang telah ia buat.

"Ma besok buat lagi ya," ujar Anin yang akan memasukkan sesuap puding itu.

"Kamu aja sana buat sendiri. Harusnya itu kamu udah bisa masak, nyuci, nyapu, ngepel, dan lain-lainnya jadi kalau besok kamu itu udah nikah udah terbiasa," pesan Ayudia panjang lebar.

"Ish Mamah. Aku masih muda kali belom mau nikah, dan juga aku bukan pembantu mah," rengek Angga.

"Emang nanti yang bakal bersihin rumah kamu sama suami kamu kelak siapa?" tanya Ayudia sambil menatap tajam Anin.

"Kan ada pembantu," jawab Anin enteng.

"Jadi sebenarnya istri suami kamu itu siapa? Kamu atau pembantu kamu?" tanya Ayudia dengan sorot yang lebih tajam.

"Ish ma, masih lama kali," sahut Anin yang memanyunkan bibirnya.

"Ya makanya masih lama, kamu belajar mulai dari sekarang. Besok mama ajarin masak," Ayudia menaruh kembali cup bekas puding tadi ke nampan.

"Terserah Mama," jawab Anin yang membawa nampannya menuju ke dalam kamar.

Huft

Ayudia hanya bisa menghela nafas dan kembali menatap laya tv yang sudah menampilkan drama kembali.

***

Pagi ini seorang gadis manis bangun lebih awal. Mandi dan bersiap-siap, membereskan buku-buku pelajaran dan memasukkannya kedalam tas. Itu adalah rutinitas seorang gadis yang berumur 17 tahun ini.

Anin turun kebawah untuk sarapan.
Ia lah pertama yang sudah duduk di meja makan karena terlalu pagi ia rutun kebawah. Tak berselang lama Ayudia dan Brahma turun beriringan menuju ke meja makan.

"Tumben kamu udah turun duluan, biasanya kalau nggak di samperin nggak bakalan bangun," ejek Ayudia sambil menarik kursi.

"Ish mama mah, kalau aku bangunnya lama aja dimarahin. Sekarang bangunnya pagi malah diejek," Anin cemberut.

"Udah-udah. Pagi-pagi udah debat aja," lerai Brahma yang sudah geram dengan anak dan istrinya tersebut.
Ayudia mengambilkan makanan untuk Brahma dan juga Anin, serta mengambil untuk dirinya sendiri, mereka makan dengan tenang.
Anin sudah menghabiskan sarapannya, dan meneguk segelas susu yang ada di depannya sampai tandas.

"Ma, Pa, Anin berangkat dulu ya," pamitnya pada kedua orang tuanya.

"Jangan ngebut-ngebut," pesan Ayudia yang masih menunggu Brahma sarapan.

"Hati-hati sayang," sekarang papanya yang yang memberi pesan untuknya.

Anin hanya mengangguk dan berjalan ke pintu utama.
Dan sudah setiap harinya ia menyapa Pak Dodi, yang selalu menyiapkan mobil di setiap harinya.

Anin mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata, membelah jalanan yang belum terlalu ramai karena masih pagi.

Anin lalu memarkirkan mobilnya di parkiran yang biasa ditempatinya. Keadaan sekolah masih sepi, hanya ada beberapa siswa saja yang sudah datang.
Ia menuju ke kelas tapi sahabatnya pun belum datang dan ia memutuskan menuju ke rooftop untuk menyegarkan pikirannya.




Bersambung ...

--o0o--

Jangan lupa

#Vote
#Coment dan share

Enjoy All

Stay with my story readers
😗

Always There For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang