Prolog

2K 320 100
                                    

—OVER   AGAIN—

Gadis kecil nan cantik itu tak berhenti menangis setelah pemakaman sang ibu, wajah pucat itu masih terus mengumandangkan nama Ibunda tercinta, di setiap detik derai air mata yang jatuh di pipi bulatnya.

"Bunda..."

"Nara sayang harus ikhlas ya," Sang Paman yang terus berada di sampingnya berusaha menenangkan keponakannya itu, walaupun dia sendiri sama terluka kehilangan kakak tercinta.

"Tuhan lebih sayang sama bunda Nara.." lanjutnya sambil memeluk sesekali meninggalkan kecupan di puncak kepala Nara.

Gadis kecil itu sontak mengelengkan kepalanya seakan enggan dengan pernyataan sang Paman. "Nara tidak terima, bunda Nara belum meninggal. Bunda Nara di bunuh!"

Sang Paman langsung memeluknya, meluapkan perasaan sedihnya lewat pelukan sayang itu. "Nara jangan bilang begitu. Bunda Nara sedih kalau Nara seperti ini. Paman sayang Nara,"

Gadis kecil yang bernama Nara itu sontak mengeleng, melepaskan pelukan sang Paman. "Nara benar.. Nara melihat dia.. membunuh Bunda Nara, Paman.." Nara berkata dengan nada senggukan karena menangis.

Sang Paman mengeleng, berusaha untuk membuat sang ponakan terima dengan kenyataan bahwa sang ibunda telah tiada.

"Bundaaa..."

Sang Paman dengan cepat memeluk Nara dengan tenang. "Paman.. Nara sayang bunda.."

"Iya sayang Paman tahu, Bunda juga sayang Nara. Paman, Ayah—"

"Tidak!"

"Ayah tidak sayang Bunda!" Teriak Nara melengking. Sehingga beberapa orang yang berbelasungkawa menoleh pada Nara yang menangis.

Mereka menatap Iba terutama pada Nara, gadis kecil itu terus menerus tidak terima dengan keadaan yang menimpah dirinya.

"Ayah tidak sayang bunda.. Ayah biarin dia bunuh Bunda, Paman.. hisk.."

"Tidak sayang. Jangan seperti ini, Ayah Nara sedang ada urusan, Ayah Nara pulang nanti,"

"Ayah bohong! Ayah tinggalkan Bunda sama Nara.. sampai Bunda dibunuh Ayah—"

"NARA!!" Sang Paman panik ketika Nara pingsan di tetap di hadapannya.



Sudah seminggu sejak pemakaman sang ibunda. Nara, gadis kecil itu terdiam dan selalu merenung di setiap harinya. Bahkan beberapa kali Sang Paman menghibur Nara, gadis kecil itu tampak tak peduli.

Padahal dulu gadis gempal itu sangat ceria. Selalu tertawa dan tersenyum dengan guyonan receh dari sang Paman.

Dan setiap paginya akan semangat untuk pergi ke sekolah bersama sang Bunda atau Pamannya itu.

"Nara, tebak siapa yang datang?" Ujar sang Paman ketika sampai di pintu kamar Nara.

Gadis kecil itu tampak tak peduli, ia tetap tak mengalihkan pandangan pada jendela menatap hamparan kebun bunga di sana.

Setiap menjelang sore seperti ini. Nara selalu bermain dengan Bundanya di kebun bunga itu. Berkejar-kejaran dengan sang Bunda karena Nara tidak ingin mandi.

𝐎𝐕𝐄𝐑 𝐀𝐆𝐀𝐈𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang