01. the coincidence

18.5K 2.7K 355
                                    

Sebelum memulai, dimohon pengertiannya sebagai pembaca yang baik. Jangan lewatkan vote dan komentar sebagai bentuk apresiasi. Terimakasih!
















Seorang lelaki berpostur tinggi bangkit dari sebuah kursi kafetaria kampus secara tiba-tiba. Dia, lelaki yang akrab disapa Jaemin membuat temannya menoleh lalu bertanya. "Lo kenapa?"

"Mau ke atas."

"Buat?"

Na Jaemin menunjukkan dua batang rokok yang dikeluarkan dari saku celananya.

"Hah? Lo beneran mau ngerokok? Bukannya lo sesak sama asapnya? Serius?"

"Mungkin." Balas Jaemin seadanya pada pertanyaan yang bertubi-tubi. Ia kembali memasukkan rokok tadi ke dalam saku celananya dan berbalik. "Lo pulang duluan aja, Jeno."

"Lo?"

"Nanti."

Tanpa menunggu kepastian dari Lee Jeno, Jaemin keluar dari kafetaria dan berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke lantai teratas atau rooftop. Jaemin ingin menyendiri, sedikit tertekan dengan banyaknya beban hidup saat ini.

Saat membuka pintu rooftop, mata Jaemin menemukan seorang gadis dengan baju kebesarannya berdiri di sudut sana. Gadis itu menutupnya matanya, membuat Jaemin yakin kalau dia ingin melakukan sesuatu hal yang membahayakan.

Jaemin reflek berlari dan langsung menarik gadis itu menjauh dari sudut rooftop. Nafasnya ikut tersengal dan semakin menggenggam kuat pergelangan tangan gadis tersebut. Sorot mata Jaemin berusaha menemukan manik matanya dengan lembut.

Tak lama berselang Jaemin segera berkata. "Gue gak tahu lo siapa, but please—don't do that."

Tiba-tiba sebuah test pack yang menunjukkan hasil positif dan selembar foto janin terjatuh. Gadis itu menahan tangisnya, merasa sangat malu di hadapan seorang lelaki seperti Jaemin.

Awalnya lelaki Na itu terdiam, menatap bukti kehamilan yang sudah tidak diragukan lagi adalah milik gadis dihadapannya ini. Jaemin terus terdiam, mendadak ikut dibuat pilu atas apa yang dirasakan perempuan di depannya.

Selang beberapa menit, Jaemin berjongkok masih dengan menggenggam pergelangan tangan si gadis untuk meraih kedua benda yang tadi terjatuh. Mata Jaemin memandanginya cukup lama. Dia lalu tersenyum tipis dan berkata, "dia lucu."

Gadis yang tadinya berjuang menyembunyikan wajahnya sontak mendongak, melihat wajah Jaemin tidak percaya.

"Tolong, dia berhak untuk hidup."

Tiba-tiba si gadis kembali terisak, menyebabkan Jaemin menarik tubuhnya untuk memberikan pelukan hangat. Jaemin mengantongi kedua benda tadi seraya menepuk-nepuk punggung gadis itu. Tangisannya semakin terdengar, Jaemin semakin mengeratkan pelukannya agar si gadis bisa menggunakan dirinya sebagai teman bersedih.

"Ini bukan akhir dari segalanya."

Saat menenangkan gadis itu dalam dekapannya, Jaemin tak sengaja melihat sebuah kartu identitas yang berada di sebelah sepatu si gadis. Dia melihat foto gadis ini serta nama yang tertera di sampingnya.

Jean Aneisha Kim.

***

Mata Jaemin fokus pada perjalanan yang dilalui bus yang sedang ia ditumpangi. Sesekali Jaemim melirik gadis tadi, gadis yang masih betah terdiam tetapi mungkin saja sudah merasa lebih baik. Jaemin berdehem, kemudian dia memulai obrolan lagi. "Nama panggilan lo siapa?"

Akibat sedikit terkejut, gadis tadi agak menunduk dan menjawab tanpa melihat mata Jaemin. "Jean."

Jaemin mengangguk paham dan kembali menghadap ke depan. Secara bersamaan bus berhenti dan Jaemin meraih tangan Jean lagi. "Kita turun disini," ajaknya.

Tanpa merespon ajakan tersebut, Jean hanya ikut berdiri lalu berjalan mengekor di belakang Jaemin. Matanya melihat tas ransel yang dipakai lelaki itu, ikut keluar dari dalam bus dan turun pada sebuah halte.

"Masih kuat jalan?" Tanya Jaemin.

"Masih."

"Apartemen gue deket kok, tuh." Jaemin menunjuk sebuah gedung besar yang berjarak tak jauh dari mereka. "Tapi kalau lo udah gak kuat, kasih tahu gue. Oke?"

Jean mengangguk dan kembali berjalan bersama Jaemin. Senyap, tidak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka berdua. Sampai akhirnya mereka tiba di depan ruang apartemen Jaemin, membuat Jean mampu menghela nafas lega.

"Lo bisa tinggal untuk sementara waktu disini." Kata Jaemin riang sebelum masuk ke dalam.

Wajah Jean reflek terlihat sedikit ragu.

"Gak apa-apa, gue juga gak akan macam-macam. Lo bilang lo udah gak punya tempat tinggal, kan? Kebetulan gue juga sendiri dan jarang di rumah."

"Tapi kenapa lo mengizinkan gue tinggal disini?"

Jaemin teraenyum tipis. "Gue cuma gak mau lo dan dedeknya kenapa-napa. Ayo masuk."

Jean enggan membuat Jaemin menunggu, keduanya pun memasuki tempat tinggal Jaemin yang cukup luas untuk dihuni seorang diri. Jean terus berjalan di belakang Jaemin, menunggu sesuatu yang lain yang mungkin akan disampaikan si penghuni asli apartemen ini.

Tangan Jaemin membuka pintu sebuah kamar. Ia masuk ke dalam sana dan meletakkan tas Jean di samping lemari. "Lo tidur disini."

Mata Jean mengedar. Ini pasti kamar Na Jaemin. Foto-fotonya terpasang di satu sisi dinding bersama orang-orang lain. "Lo sendiri tidur dimana? Ini kamar lo, kan?" Tanya Jean.

"Tenang aja."

"Lo mau kemana?" Tanya Jean lagi begitu Jaemin tampaknya akan keluar dari dalam kamar.

"Gue mau pesan makanan, sama beberapa kebutuhan buat lo."

"Tapi—"

"Take it easy. Istirahat ya? Oh iya, kalau mau mandi atau cuci muka, disana." Tunjuk Jaemin pada sebuah kamar kecil yang berada di sudut kamar. "Di dalam ada handuk baru kok. Sleep tight." Tutupnya sambil tersenyum tipis sebelum keluar dari kamar.

To be continue.

FATED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang