Pukul 21:00, Jaemin baru saja tiba di apartemen. Lelaki itu masih dirundung cemas, memikirkan apa Jean baik-baik saja atau barangkali ia sedang menangis sendirian di dalam sana. Mengingat kebanyakan wanita hamil akan lebih sensitif dibanding biasanya. Saat memasuki apartemen, Jaemin menemukan beberapa lampu telah dipadamkan.
Tadi Renjun mengirimkan pesan, mengabarkan kalau dia sudah menemani Jean sampai sore. Karena agak canggung dan Jean tidak mudah akrab dengannya, Renjun memutuskan pulang dan memberi ruang pada Jean. Kini sudah memasuki larut malam, Jaemin masih tak tahu bagaimana kondisi si wanita itu karena tak ada kabar lanjut yang diterimanya.
Jaemin menyempatkan masuk ke dalam kamar yang dihuni Jean, menemukannya telah terlelap. Jaemin lega, namun ia sempat berdecak kesal karena Jean tidak menggunakan selimutnya. Jaemin melangkah dengan pelan enggan menimbulkan suara, menghampiri ranjang Jean untuk membantunya memakai selimut.
Jaemin mendengkus. "Kayak anak kecil aja."
Ia kembali tegap, berbalik keluar dari kamar. Selanjutnya Jaemin masuk menuju kamarnya dan menyalakan lampu. Betapa terkejutnya Jaemin menemukan sebuah paperbag besar yang terletak di atas ranjang. Ia segera mendekat dan melihat isinya.
"Loh, ini kan baju yang waktu itu dia bilang?" Ucapnya setelah menemukan sepasang outfit yang pernah ditunjuk Jean tempo hari. Tak lama berselang Jaemin menemukan selembar kertas yang bertuliskan,
—————
untuk najae ganteng,
maaf ya kalau gue baru bisa kasih ini
dipakai buat kerja atau kuliah nanti ya!
—————"Apaan sih?" Kata Jaemin sambil menyengir. "Gue ganteng apanya coba? Ada-ada aja."
Meski begitu, Jaemin segera menempelkan pesan pada bingkai foto yang tergantung di dinding. Setelah itu ia berjalan keluar dari dalam kamar hendak mencuci pakaian-pakaian barunya agar bisa segera ia kenakan.
***
Beberapa hari kemudian berlalu. Sudah seperti biasa, Jean akan bangun pagi dan mandi, lalu sarapan bersama Jaemin sebelum lelaki itu berangkat kuliah atau kerja. Jaemin jarang mendapatkan hari libur dan berusaha menghindari cuti, makanya Jean selalu berusaha membantu mengerjakan pekerjaan di dalam rumah bertujuan meringankan tugas Jaemin.
Awalnya Jaemin menolak bahkan marah, takut Jean mengalami hal tidak diinginkan kalau dia saja dia kelelahan. Namun karena terus terbujuk, Jaemin akhirnya menyerah dan meminta agar Jean selalu menghubunginya jika butuh bantuan.
Seperti ibu hamil pada umumnya, perut Jean mulai membesar. Entah kenapa Jaemin selalu berkata kalau itu sangat lucu, lambat laun menyebabkan Jean heran. Apakah reaksi seperti itu normal?
Usai berkemas pagi, Jean keluar dari kamarnya untuk menyiapkan sarapan. Secara bersamaan Jaemin telah keluar dari kamar sebelah, mengenakan pakaian yang dibelinya tempo hari. Jean tersenyum senang, ukuran dan warnanya sangat cocok untuk Na Jaemin!
"Hehehe," Jaemin terkekeh. "Gimana?"
"Bagus banget, Najae."
"Berarti pilihan lo cocok untuk gue. Thanks ya Ca, gue senang banget dapat baju baru yang kayak gini."
Jean menunjukkan ibujarinya untuk depan Jaemin. "Yeees."
"Eh, kita sarapan di luar aja ya? Sekalian nanti kita ke dokter kandungan."
Jean mengangguk semangat. "Oke!"
Jaemin dan Jean bersiap-siap untuk keluar bersama. Jean terlebih dulu mengganti bajunya dengan dress yang sepadan dengan warna blazer milik Jaemin. Mungkin orang-orang yang melihat mereka berdua akan mengira jika keduanya adalah sepasang kekasih, atau bahkan sepasang suami istri muda. Nyatanya? Mereka hanya sebatas teman seatap, tidak lebih dari itu. Entah itu karena memang mereka merasa biasa saja, atau ya—hal yang tidak jauh dari kalimat sebelumnya.
Hari ini Jaemin mengajak Jean sarapan di sebuah restoran, kebetulan dirinya baru saja memperoleh gaji sekaligus bonus sebagai karyawan magang terbaik. Setelah sarapan, ia juga mengajak Jean berkeliling sebelum pergi ke dokter. Jaemin sengaja melakukannya, agar Jean tidak gelisah saat tiba di klinik.
Jean senang, otomatis feelingnya akan mendukung saat pemeriksaan nanti. Melihat keceriaannya, Jaemin mampu bernafas lega. Entahlah, Jean yang mengandung tapi malah dia yang gelisah.
Sesampainya di klinik, Jaemin masih mendampingi Jean masuk ke dalamnya. Dari mengurus biaya administrasi, menunggu giliran, bahkan mengantarnya sampai ke depan ruang pemeriksaan.
"Gue tunggu disini aja Ca," kata Jaemin setelah keduanya berada di ambang pintu.
"Um? Kenapa?"
Langkah lelaki itu terhenti bukan tanpa alasan. Jika kembali dibahas, dirinya bukan siapa-siapa yang bisa seriang itu sampai ikut bertemu dokter. Baiklah, Jaemin mengakui bahwa dirinya juga ingin melihat secara langsung bayi yang ada di dalam perut Jean, namun—sadar! Jaemin rasa dia tidak boleh bertingkah sejauh itu.
"Ibu Kim?" Panggil dokter dari dalam ruangan membuyarkan lamunan Jaemin.
"Iya, dok." Jawab Jean. Ia segera menarik pergelangan tangan Jaemin. "Gak apa-apa, ikut aja! Biar lo bisa lihat anak yang udah lo bantu dan lo jaga."
Jaemin menjadi salah tingkah karena sebelumnya dia tidak pernah melakukan ini. Jaemin merasa jantungnya terus berdebar dengan kencang, seperti ingin melangsungkan ujian kelulusan. Bahkan wajahnya sedikit memucat, kakinya terus bergoyang, menunjukkan bahwa Jaemin sangat tidak tenang melihat layar yang perlahan menunjukkan keberadaan bayi dalam perut Jean.
Akhirnya setelah melihat dokter mengecek kandungan Jean dengan bantuan alat-alat medis, Jaemin menjadi tenang dan ikut serius melihat pengecekan. Bahkan Jaemin lebih fokus pada layar dibandingkan fokus dengan obrolan Jean bersama dokter.
"Kemungkinan besar, anak Ibu Kim ini perempuan." Papar dokter sambil tersenyum.
"Serius dok?!" Seru Jaemin yang membuat Jean terkejut. Jaemin segera mendekat pada layar USG, tersenyum senang melihat janin lucu yang ada di dalam sana. "Our cutiepie Kim Nana. Ah lucunya!" Jaemin gemas tanpa memperdulikan pandangan orang lain yang juga melihatnya sama.
Jean bahagia melihat ekspresi Jaemin selayaknya seorang ayah. Jean bahagia saat tahu jika ada orang lain yang menantikan kehadiran sang buah hati selain dirinya sendiri.
"Mau dengar detak jantungnya?" Kata dokter yang segera diangguki Jaemin dan Jean. Lantas dokter memutar sesuatu di bawah layar dan secara bersamaan, terdengar ritme jantung yang berdebar dari Kim Nana, nama pemberiannya untuk si kecil.
"Kenapa?" Tanya Jean saat melihat Jaemin terdiam. "Ada yang salah?"
"Enggak, cuma—" Jaemin menunduk, melipat kedua bibirnya lalu menghela nafas. Sesaat kemudian Jaemin mendongak, meraih tangan Jean serya melihat layar USG dan mendengar detakan jantung si bayi.
Lambat laun Jaemin tersenyum, tak kunjung menyadari air matanya telah menetes. Jaemin lalu mengobrol, seolah melakukannya dengan Kim Nana. "Sehat-sehat sayang. Aku tunggu kamu keluar ke dunia ini, nanti kita main-main ya!"
Rahang Jean bergetar, menyaksikan betapa bahagianya Na Jaemin yang sangat antusias menanti anaknya.
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ✓
Fanfiction❝Tolong, anak ini berhak untuk hidup.❞ Terimakasih, karena kau telah hadir untuk menggambarkan indahnya takdir. © 2020 NA JAEMIN ー Romance