Jean terbangun, merasakan selembar selimut tebal membalut tubuhnya. Sayup-sayup ia mendengarkan gemuruh guntur dan saat menoleh pada jendela, ternyata diluar sana sedang hujan. Jean lantas bangkit dan berhasil mendudukkan dirinya pada tepi ranjang. Sesaat kemudian Jean tersadar, jika ia merasa tidak sesulit kemarin sekadar mengangkat tubuhnya sendiri.
Jean tersenyum senang, berusaha menarik kursi roda yang terletak si sebelah ranjang. Wanita itu mengambil persiapan untuk menggunakan kursi roda tanpa bantuan. Jean menarik nafas dalam-dalam, dan—
"Yey." Tegasnya senang setelah berhasil duduk untuk yang kedua kalinya di tempat lain. Permulaan yang cukup lancar dan sangat tidak terduga untuk hari ini.
Setelah berhasil duduk di atas kursi rodanya, Jean beranjak meninggalkan kamar dan berniat menyapa Jaemin pagi ini. Namun rumah terasa sunyi. Entah itu karena Jaemin masih tidur atau mungkin sedang melakukan kegiatan lain. Jean lalu beralih menuju ruang tengah, menemukan ponsel Jaemin yang sedang bergetar di atas meja.
Jean menghampiri benda itu, melihat nama Lee Jeno sebagai orang yang sedang menghubungi Jaemin. Mungkin ini terbilang tidak sopan, namun Jean cemas barangkali ada kepentingan yang menggenting sehingga Jeno harus menghubungi Jaemin sepagi ini. Jean menggeser tombol hijau, menyapa Jeno terlebih dulu. "Halo, Jeno."
"Hm, Jean?"
"Iya, ini gue."
"Jae mana?"
"Kurang tahu, gue juga cari-cari dia daritadi. Kebetulan ada di atas meja, jadi gue yang angkat. Kenapa, Jeno?"
"Itu—eh, gimana kabar lo?"
"Baik."
"Syukurlah kalau gitu. Itu Jean,'hari ini Jae ada kegiatan gak? Dia lagi sibuk gak?"
"Hm, maaf ya Jeno. Gue kurang tahu lagi. Soalnya dia gak bilang apa-apa."
"Kalau dia gak sibuk, tolong kasih tahu ya. Hari ini gue ada acara buat peresmian."
"Peresmian?"
"Gue sebentar lagi akan jadi CEO pengganti di perusahaan bokap. Perusahaan akan resmi berpindah tangan ke gue, jadi gue mau Jaemin dan lo meluangkan waktu untuk datang."
"Wah, selamat ya Jeno!"
"Makasih banyak Jean. Tolong ya, kasih tahu Jaemin nanti."
"Oke, nanti gue sampaikan."
"Makasih sekali lagi. Ya udah kalau gitu, gue tutup teleponnya."
Jean menyetujui ucapan Jeno dan tak lama kemudian, sambungan tertutup. Jean senang memperoleh kabar bahwa salah satu sahabat Jaemin akan merayakan keberhasilannya. Ia lantas mengembalikan ponsel Jaemin ke atas meja, lalu secara tak sengaja melihat tas selempangnya masih berada di atas kursi. Oh, kemarin dia lupa membawanya masuk ke kamar.
Saat hendak Jean meraih tasnya, tiba-tiba suara Jaemin muncul dari dalam kamar. "Ngobrol sama siapa, Ca?"
Jean menoleh, menemukan lelaki yang tengah mengeringkan rambutnya menggunakan selembar handuk kecil. "Itu, tadi Jeno nelepon katanya kamu diundang untuk datang ke acara peresmian jabatannya. Keren banget loh, Na."
Jaemin mengangguk paham.
"Perginya jam berapa?"
"Gak, ah."
Dahi Jean mengerut. "Loh, maksudnya?"
"Aku gak mau pergi."
"Sibuk, ya?"
"Iya, sibuk nemenin kamu."
"Kok sibuknya malah sama aku? Kan kamu bisa pergi, aku bisa nungguin disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED ✓
Fiksi Penggemar❝Tolong, anak ini berhak untuk hidup.❞ Terimakasih, karena kau telah hadir untuk menggambarkan indahnya takdir. © 2020 NA JAEMIN ー Romance