07. unexpected

7.7K 1.5K 228
                                    

Siang kali ini, Jaemin sulit untuk bisa fokus dalam kelas kuliahnya karena terus mengkhawatirkan kondisi Jean di rumah. Sesekali Jaemin melihat layar ponsel yang terkunci, memeriksa apakah ada panggilan atau pesan masuk.

Bukan, ini tidaklah berlebihan baginya. Namun kemarin Jean dibuat terpuruk lagi oleh masa lalunya. Manusia mana yang tega membiarkan seorang ibu hamil tinggal seorang diri setelah mengalami kejadian tidak terduga seperti yang Jean rasakan? Dia terguncang, dia sedang mengandung, dan dia membutuhkan dukungan.

Meskipun Jean sering kali berkata tidak apa-apa atau baik-baik saja, tetapi otak Jaemin seolah membantah. Kakinya terus mengetuk lantai, berusaha tenang meski dirinya sangat resah.

Tepat setelah dosen mengucapkan kalimat penutup untuk kelas hari ini, Jaemin menjadi mahasiswa pertama yang bangkit lalu berlari keluar dari dalam kelas. Sialnya, tiba-tiba saja Haechan muncul mencegah langkahnya tepat di penghujung koridor gedung.

"Eits." Ucap Haechan. "Bentar."

"Apa?"

"Sini dulu." Haechan menarik lengan baju Jaemin dan membawanya pergi entah kemana.

"Chan, gue harus pulang sekarang."

Haechan mendecih. "Bentar doang, ada yang mau kenalan. Emang lo juga ngapain mau pulang sekarang, gak ada yang cari lo."

"Gue gak bisa Haec—"

"Hai gengs." Sapa Haechan pada dua orang gadis yang sedang duduk di atas kursi panjang pelataran kampus. "Ini gue bawain temen gue, masih jomblo."

Jaemin memutar bola mata jengah, kesal karena ternyata Haechan kembali mengulang hal yang tidak disukainya. Di antara empat manusia dalam pertemanannya, Jaemin merupakan tipikal lelaki yang paling dingin dan kaku di hadapan semua perempuan. Tak pernah terdengar memiliki kekasih, bahkan daya tariknya terhadap lawan jenis selalu dipertanyakan.

Atau mungkin, Jean Aneisha Kim harus dikecualikan?

"Hai, gue Lia Choi."

"Gue Yeji. Oh, ini ya yang katanya famous itu, Chan?"

"Yoi, geng gue kan emang mukanya limited semua. Eh," Haechan menyikut lengan Jaemin. "Bales dong dodol."

"Jaemin."

Balasan singkat serta dingin Jaemin tidak menutup keceriaan dua gadis di hadapannya. Baik Haechan, Lia, dan Yeji berusaha membuat lelaki menyatu dengan pembicaraan mereka, meski sudah jelas wajah Jaemin semakin datar dan menjawab seadanya. Meski begitu Jaemin sebenarnya berusaha untuk tidak menyinggung perasaan siapapun. Dia hanya kesal pada Haechan yang selalu melakukan ini.

Di sisi lain, Renjun dan Jeno sedang berjalan keluar dari dalam lift menuju sebuah petakan tempat tinggal yang tidak lain dan tidak bukan adalah apartemen Jaemin. Mereka berdua sengaja tidak mengatakan apapun kepada si pemilik, karena ini merupakan kebiasaan mereka sejak lama.

"Emang Jaemin masih di kampus?" Tanya Renjun.

Jeno mengendikkan bahunya. "Kata Haechan sih mereka udah di jalan, katanya."

Jeno dengan santainya membuka apartemen Jaemin dengan passcode yang sudah dihapal, masuk begitu saja bersama Renjun. Tiba-tiba keduanya mematung, mendengar suara seorang perempuan yang keluar dari dalam dapur.

"Na, kan kita mau ke dokter kandungan, tapi foto USG yang sebelumnya ada di—" langkahan dan pembicaraan Jean reflek terpotong, menemukan kehadiran dua orang lelaki yang tidak dikenalnya masuk tanpa pemberitahuan apa-apa sebelumnya. Jean mematung, dengan sepasang mata yang sesekali berkedip cukup cepat.

"Kandungan? USG?" Kata Jeno.

"Lo siapa?" Tambah Renjun.

Jean melipat kedua bibirnya, bingung harus berkata apa menghadapi Jeno dan Renjun.

***

"Lain kali gak usah kayak tadi lah, gue gak suka." Pinta Jaemin masih sebal saat keluar dari dalam lift bersama Haechan.

"Sorry bro, soalnya gue kesel banget lihat lo sendirian mulu udah kayak portal jalanan."

Jaemin berdecak kesal dan tidak membalas ucapan Haechan, beralih membuka pintu apartemennya lantas menemukan dua pasang sepatu pria yang bertengger di atas rak. Awalnya Jaemin biasa saja, toh dia sudah terbiasa. Namun ketika mengingat sekarang ia tinggal bersama Jean, sontak matanya membulat. "Sial, gue lupa."

"Hah?"

Jaemin buru-buru berlari ke dalam, mendapati Jean kini sedang duduk berhadapan dengan Renjun dan Jeno. Secara bersamaan Renjun dan Jeno menoleh, melemparkan tatapan mematikan padanya serta mengisyaratkan untuk menjelaskan segalanya. Jean hanya bisa terdiam, sesekali berkedip ringan karena tak tahu apa-apa.

"Eh, lo kenapa sih—" Haechan yang baru tiba ikut menggantungkan kalimatnya. Dia terdiam menemukan kehadiran Jean. Sesaat setelahnya Haechan kembali berceloteh, "pantesan gak mau kenalan sama Lia Yeji."

"Diam." Tegur Jaemin. Sedangkan Jeno dan Renjun tak kunjung mengatakan apapun, tidak ada sepatah kata sama sekali. Namun dari raut wajah mereka, Jeno dan Renjun seolah memaksa agar Jaemin segera menjelaskan atas apa yang disembunyikannya selama ini.

"Chan, lo bisa temenin dia jalan-jalan di luar gak?" Tanya Jaemin sambil mengendikkan dagunya pada Jean.

"Kenapa emang?"

"Nanti gue kasih tahu."

Awalnya Haechan sulit mencerna situasi, tetapi karena semakin lama hawa ruangan semakin aneh disebabkan kedua temannya yang lain masih diam, Haechan pun menyetujui permintaan Jaemin.

Jean berdiri usai Jaemin memintanya berjalan-jalan di luar apartemen. Jean dan Haechan keluar meski diharuskan tenggelam dalam rasa canggung. Ah tidak, canggung tidak berlaku pada Haechan. Lelaki itu berusaha untuk terus bertanya dan beruntungnya masih bisa dijawab oleh Jean.

"Lo siapa?" Pertanyaan pertama Haechan. "Maksud gue nama lo siapa?"

"Jean."

Haechan mengangguk paham. "Kuliah dimana?"

"Gak kuliah."

"Hah? Oh, lo temen kerjanya Jaemin pasti."

Jean menggeleng.

"Lah terus?"

"Gue gak kuliah, gue juga gak kerja."

"Hah? Yang bener lo? Terus lo kenapa bisa ada diapartnya Jae?"

Jean menggaruk-garuk kepalanya. "Itu—ya gue tinggal disitu kan."

"Hah?!" Untuk kesekian kalinya Haechan mengucapkan kata yang sama tetapi untuk yang ketiga kalinya lelaki Lee tersebut terhenti di atas trotoar dan menatap Jean heran. "Enggak, gini loh maksud gue—"

"Jean."

Sial.

Suara itu kembali mengistrupsi pendengaran Jean. Tidak lagi, tidak lagi Jung Jaehyun harus muncul dan disaat-saat seperti ini.

"Please look at me, Je."

Haechan menyoroti Jean dan Jaehyun secara bergantian, seolah dia bertanya tentang siapa pria itu. Jean membisu, berat hati bahkan sekadar menoleh sedikit saja pada Jaehyun.

"Jean, aku udah berulang kali mondar-mandir untuk nungguin kamu di tempat ini. Gak bisa apa sekali aja kamu ngobrol sama aku? Apa kamu gak kasihan sama aku? Aku mau jelasin semuanya, please." Jaehyun berusaha membujuk Jean agar bisa memberinya kesempatan. "Ini juga berhubungan sama bayi ki—"

"Diam, kak." Cegah Jean takut Haechan menatapnya risih.

Satu alis Haechan terangkat, mendengar kata bayi lantas membuat pikirannya berhamburan kemana-mana. Meski begitu wanita yang berdiri di depannya lambat laun menghela nafas berat. Jean berusaha menoleh, menatap manik lirih seorang Jaehyun yang mengaku sedang menunggunya.

To be continue.

FATED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang