Pernikahan Mingyu dan Wonwoo dilaksanakan dengan sangat sederhana.
Tanpa rangkaian bunga-bunga yang cantik, tanpa tamu undangan, tanpa pesta mewah dan meriah, dan yang paling aneh lagi adalah tanpa rasa cinta.
Bahkan cincin kawin yang Irene beli ukurannya terlalu besar di jari manis Wonwoo hingga mereka memutuskan untuk tidak mengenakan.
Irene tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, yang terpenting akte nikah sudah ada ditangannya, Mingyu dan Wonwoo telah sah menjadi pasangan secara hukum negara.
Dengan begini Irene bisa pergi melanjutkan perjalanan bisnisnya di luar negeri dengan perasaan lebih tenang.
Satu hal yang Irene tidak ketahui, hubungan Mingyu dan Wonwoo tidak sesederhana kelihatannya.
Saling membenci dalam batas wajar, begitulah pikiran Irene, ia menanggapinya dengan santai, meyakini jika suatu hari Mingyu dan Wonwoo akan bersatu dengan sendirinya.
Karena bagi Irene, cinta bisa tumbuh karena terbiasa.
Mingyu dan Wonwoo bahkan sempat beradu mulut sesaat setelah resmi sah menjadi pasangan suami istri. Irene tidak tau, tentu saja!
"Aku akan berangkat sekarang. Kalian baik-baik ya dirumah." pamit Irene.
"...khusus untukmu, Mingyu-ya! Apapun yang Wonwoo minta dan inginkan turuti saja, asalkan itu tidak minta cerai darimu."
"Iya, noona.. sudah sana berangkat!"
"Jangan sampai membuat adik iparku merasa sedih dan menangis, karena itu akan berpengaruh pada perkembangan calon keponakanku! Kau mengerti?"
"Iya."
"Wonwoo-ya, noona berangkat dulu ya? Ini sudah menjadi rumahmu juga mulai sekarang. Jangan merasa sungkan untuk minta bantuan jika memang kau membutuhkannya, seluruh pembantu disini siap untuk melayanimu."
"Iya, noona. Hati-hati di jalan.."
"Manis sekali sikap adik iparku, noona berangkat ya, dahh!"
Setelah mobil Irene jalan, Mingyu kembali ke kamar, mengambil tasnya disana.
"Aku tidak bisa berangkat sekolah denganmu. Aku takut para penggemarmu menyerangku lagi." ucap Wonwoo.
"Terserah! Naik bus saja kalau begitu!" balas Mingyu cuek.
"...jangan berpikir kau bisa seenaknya dirumah ini! Selama tidak ada Irene noona, aku yang berkuasa disini. Selamat merasakan hidup seperti di neraka, Jeon Wonwoo!"
Pemuda itu memasuki mobilnya dan berhenti dirumah sebelah, tepatnya di rumah Minghao.
Mingyu menemukan Minghao tengah mengikat tali sepatunya diteras.
"Hao, ayo!" teriak Mingyu dari dalam mobil.
"Wonwoo mana?" tanya Minghao.
"Naik bus."
"Kenapa tidak kau ajak berangkat sekalian?"
"Dia menolak."
"Kau berangkat saja duluan. Aku bawa mobil sendiri."
Dahi Mingyu mengernyit bingung. Dia segera turun dari mobil menghampiri sahabatnya itu.
"Kenapa kau sekarang bertindak seolah-olah kau membenciku?!" tanya Mingyu.
"Bukan seolah-olah, melainkan aku benar-benar membenci sifatmu yang sekarang ini." balas Minghao.
"Dimana letak kesalahanku? Aku sudah menuruti permintaan Irene noona untuk menikahinya bahkan membiarkan dia tinggal serumah bersamaku!"
"Sudah sewajarnya, karena dia sudah menjadi pasanganmu sekarang!"
"Kau lebih membelanya?!ㅡastaga aku tidak percaya ini."
"Seharusnya tidak perlu kau lakukan!" tatapan Minghao berubah sedih namun marah.
"...melakukan hal sejauh ini hanya demi aku. Mengapa kau tidak pernah menggunakan otakmu?!"
Minghao sudah mendengar ceritanya kemarin dari mulut Wonwoo sendiri.
Bagaimana bayi itu bisa hadir dalam dirinya, mengingat Mingyu dan Wonwoo saling membenci satu sama lain.
Minghao semakin merasa bersalah setelah mengetahui alasannya.
Merasa bersalah pada Mingyu dan juga pada Wonwoo.
Mingyu berdecak kesal, memasuki mobilnya kemudian meninggalkan Minghao disana.
=======
"Wonwoo, ayo!"
"Aku naik bus saja."
"Halte bus cukup jauh dari sini, butuh waktu lebih dari sepuluh menit untuk bisa sampai disana. Kau pasti akan terlambat sampai ke sekolah."
Wonwoo kemudian menurut, mengikuti langkah Minghao menuju mobilnya.
Sebenarnya dia memang lelah sekali hari ini, dia merasakannya sejak baru bangun tidur tadi, tapi sepertinya itu hal wajar dari salah satu gejala kehamilan.
"Nanti pulang sekolah tunggu aku, kita pulang bersama-sama ya.." ucap Minghao mulai menjalankan mobilnya.
Wonwoo mengangguk.
"Kau tidak perlu khawatir berangkat bersamaku setiap hari, karena aku tidak memiliki penggemar seperti Mingyu dan Jun."
Memang tidak, tapi lagi-lagi Wonwoo pasti akan di caci maki juga karena dekat-dekat dengan sahabat dua pangeran sekolah itu.
Ah, sudahlah.. Wonwoo lelah memikirkan semua hal itu!
Yang terpenting saat ini adalah bagaimana ia bisa menjaga calon bayinya dengan baik.
Bahkan ayah dari calon bayinya menginginkan bayi itu menghilang dari perut Wonwoo.
Setiap harinya Wonwoo merasa seperti diawasi oleh seekor binatang buas yang sewaktu-waktu bisa saja mencabik-cabik tubuhnya hingga mati jika ia lengah!
Sangking parnonya Wonwoo sampai tidak mau menerima makanan atau minuman yang Mingyu sodorkan.
Takut Mingyu memiliki maksud jelek dengan mencampurkan semacam obat yang mungkin bisa membuat calon bayinya gugur, padahal saat itu Mingyu melakukannya karena permintaan Irene.
'Setelah Irene noona pergi, lihat apa yang bisa aku perbuat padamu!'
Ucapan Mingyu kemarin malam kembali terngiang-ngiang dikepala Wonwoo.
Juga seringai Mingyu yang seketika bisa membuat tubuh Wonwoo bergetar ketakutan.
Sebesar itukah Mingyu membenci calon bayinya?!
=======
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta, Tahta, Wonwoo-ya.. | MEANIE (Completed)✓
FanfictionBukan harta, Bukan tahta, Melainkan... "Wonwoo-ya!" ••• Warning❗❗ √ bxb √ mpreg 💚💜