Part 3

27 6 10
                                    

Author POV

"Kita berdiri di sini buat bela sekolah kita! Jangan biarin anak SMA Harapan itu bisa injek-injek harga diri SMA Merah Putih!" Seru seorang pemuda layaknya menyalakan api semangat.

Sekelompok remaja laki-laki berseragam abu-abu putih itu nampak menguarkan aura tajam.

Batu, ikat pinggang, hingga tongkat baseball ada di tangan mereka.

"Iya! Jangan mau kalah sama banci kayak mereka!!"

"Hidup SMA Merah Putih!"

"Hidup!! Hidup!! Hidup!!"

Sorak Sorai dari sekelompok pemuda itu nampak memperpanas suasana. Kilatan tajam dari mata mereka nampak sangat menyeramkan.

"Hidup SMA Merah Putih!"

"Hiduup! Hi-- uhuk ... Uhuk ... Anjir! Keselek ludah sendiri gue."

Seorang pemuda nampak sibuk mengelus-elus tenggorokannya yang terasa perih. Pemuda itu melimpir ke belakang barisan dan segera melesat pergi mencari warung terdekat.

"Bu Imah! Minta air dong. Uhuk ... Uhuk ...," selorohnya yang langsung menenggak habis air minum kemasan di atas etalase toko.

"Astaghfirullahal'adzim, Aldi! Jangan minum yang itu! Bayar, capat!" seru seorang wanita paruh baya yang baru saja datang dengan daster rumahannya.

"Elah, Bu. Entar aja di bayar. Ini lagi genting sangad, pake "D". Aldi mu berjuang mempertahankan harga diri!" ujar Aldi dengan buru-buru. Sedetik kemudian, Aldi sudah hilang dari pandangan Bu Imah -sang pemilik toko-.

"Anak sekarang pada edan," gumam Bu Imah kemudian kembali masuk ke dalam toko.

Aldi berlari dengan menenteng batu yang di temukannya di sebelah toko Bu Imah tadi. Napasnya sedikit tersengal karena sedari tadi terus berlari.

"Pokoknya, nggak ada yang boleh injek-injek harga diri SMA Merah Putih, Huh."

Mulai mendekati tempat tawuran, Aldi melihat beberapa anggota pasukan yang lain mulai berlarian. Tak ingin tertinggal, Aldi segera mempercepat laju larinya.

"Aaaa! Hidup SMA Merah Putih! Hiyaaa!" Serunya dengan terus berlari sembari kedua tangannya mengengangkat batu.

Segerombolan pasukannya tadi mulai berpencar. Aldi yang tidak tahu apa-apa mulai memelankan laju larinya hingga sepenuhnya berhenti.

"Loh, loh. Kok malah mencar? Apa ini strategi? Kok gue nggak tau? Apa diatur pas gue ke tokonya Bu Imah tadi?" tanya Aldi beruntun yang entah ditujukan kepada siapa.

Aldi celingak-celinguk melihat keadaan sekitar. Sepi.

"Lah? Kok gue ditinggalin?"

Batu masih di tangannya. Sedangkan si empunya masih sibuk celingak-celinguk.

"Setan! Gue di tinggal ben-- Aaaa ... Aduh duh. Sakit ban*k*," jerit Aldi merasakan panas di telinga kanannya. Hal itu sontak membuat Aldi menjatuhkan batu yang ada di tangannya dan jatuh tepat mengenai kakinya.

"Ah, bang***. Sakit! Anjir," umpat Aldi dengan tangan yang mencoba melepaskan tarikan di telinganya.

"Apa? Apa? Mau apa kamu?" Suara dari arah belakang menghentikan aksinya.

Aldi sedikit memutar arah pandangnya.

"Anjir, Pak Supri," gumamnya dengan wajah pucat pasi.

"E--eh, Pak Supri. Apa kabar, Pak? Baik, kan?"

Orang yang di panggil "Pak Supri" itu hanya diam dengan wajah datar yang sialannya membuat lutut Aldi lemas.

"Jangan serem-serem dong, Pak, mukanya. Jodohnya makin jauh, loh!" ucap Aldi yang membuat Pak Supri makin geram.

"Oh, jadi kamu doain saya jauh jodoh, iya?" tanya Pak Supri dengan tangan yang semakin memelintir telinga kanan Aldi.

"Aaahh aduhduh, Pak! Sakit! Aw!" jerit Aldi semakin menjadi.

"Bukannya masuk sekolah, belajar. Ini malah keluyuran nggak jelas. Ayo ikut saya ke ruang BK sekarang!"

Di tempat lain, terlihat seorang pemuda sedang tidur telentang dengan kipas angin yang menyala. Beberapa orang memandangnya heran.

Suara dengkuran yang cukup keras membuat orang-orang di sekitarnya menjadi kesal.

"Emm, aduh. Rejeki anak soleh, Nendra di kerubutin cewek-cewek bohay. Emm," gumamnya dengan tangan kanan menggaruk asal perutnya.

Beberapa orang nampak jengah mendengar gumaman-gumaman ngawur yang diucapkan pemuda bernama Nendra itu.

Seseorang nampak menghampirinya dengan segayung air di genggamannya. Berjongkok di depan Nendra dan sedikit memercikkan air dari dalam gayung ke wajahnya.

"Anjir! Banjir! Mak! Nendra kena banjir gegara mau kasih sun cewek cantik, Mak!" serunya dengan mata tertutup. Badannya menggeliat dan dengan tak sengaja menendang kaki seseorang di depannya. Alhasil, segayung air yang di pegang orang itu tumpah mengenai wajah Nendra.

"Tsunami!" teriaknya begitu kencang dengan tubuh basah kuyup.

"Astaghfirullahal'adzim," ujar seseorang dengan mengelus dadanya.

"Pak, Pak Lukman! Ada banjir, terus tadi tsunami, Pak! Tsunami! Sekolah wajib libur, Pak! Ayo pulang! Aaaaaa!" Teriak Nendra masih dengan kepanikannya.

Heboh sudah. Pak Lukman hanya memperhatikan tingkah Nendra yang berteriak histeris. Pantatnya masih sakit akibat tendangan Nendra yang membuatnya jatuh terduduk.

Tak lama, tangan Pak Lukman terulur dan segera memelintir telinga Nendra.

"Aw! Sakit! Pak Lukman, apa salah Dan dosa Nendra, Pak?! Aw!"

Tanpa bicara, Pak Lukman segera menggeret Nendra keluar dari musholah diiringi ringisan Nendra karena jeweran Pak Lukman tak kunjung di lepas.

Brak!!

"Huaa Adit, Renoo!"

Suara gebrakan pintu membuat Bu Sri memijat pangkal hidungnya.

Rasanya, ia sudah tidak tahan menghadapi kelakuan beberapa muridnya itu.

"Pak Supri? Ada apa, Pak?" tanya Bu Sri dengan tangan yang masih bedara di pangkal hidungnya.

"Saya menemukan anak ini ikut tawuran di belakang sekolah, Bu."

Bu Sri menghela napas kasar.

"Kamu! Ambil kursi dan segera duduk di depan saya!"

Aldi mengerucutkan bibirnya kesal. Tangannya menarik salah satu kursi yang ada di ruangan itu dan segera duduk di depan Bu Sri, tepatnya di samping Aditya. Sementara Pak Supri sudah menghilang entah kemana.

"Waahh, emang sohib banget kalian berdua! Tau gue susah gini ya kalian bela-belain barengin gue, huhuhu. Terharu gue, sob," ujar Aldi dengan girangnya. Sementara Adit dan Reno hanya memutar bola matanya malas.

"Dih, ogah banget nemenin lo dapet masalah!"

Sadis banget, sih Bang Reno. Hmm.

Aldi kembali memberenggut kesal.

"Jadi, apa ya--"

Tok! ... Tok! ... Tok! ...

Pintu terbuka menampakkan Pak Lukman yang tengah menjewer Nendra yang masih basah kuyup.

"Astaga, apa lagi ini," gumam Bu Sri setengah frustasi. Sepertinya ia butuh perawatan wajah sepulang mengajar.

🍃🍃🍃

Up lagi. Hehe ... Masih dengan cerita ubsurd ala anak esema.

Nggak tau ya, feel-nya susah banget kena. Tapi, semoga suka ya.

No revisi! Jadi maaf kalo banyak typo.

Pasuruan, 20 April 2020

Ada Apa Di Sekolah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang