Chapter 9

771 86 5
                                    

Hari telah berlalu, begitu juga dengan luka Tzuyu. Tangannya sudah membaik meski tidak lagi seperti sedia kala. Tangannya tidak lagi mampu untuk kegiatan atau membawa sesuatu yang berat. Masih sedikit nyeri.

"Mau kemana?"

Belum juga apa-apa, si abang yang kumat posesifnya sudah menghadang ditengah pintu dengan tangan bersedekap.

"Mau tau banget, males ah."

"Tzuyu!" Taeyong menggeram sabar.

Tzuyu berdecak, "Abang sayanggg, cerewet deh. Tzuyu mau keluar, janji deh gak lama," kata Tzuyu meyakinkan.

"Kemana?"

"Ada deh."

"Nggak boleh!"

"Dih, ngatur."

"Biarin!"

"Yaudah!"

"Bilang dulu mau kemana, nanti abang izinin."

"Janji dulu."

"Bilang dulu," kekeh Taeyong. Dia tidak mau kecolongan kali ini. Tzuyu sangat pintar, pintar dalam hal mengelabui dan memanipulasi. "Yaudah kalo gak mau. Di rumah aja, di kamar ini. Abang kunci pintunya dari luar."

"WEH JANGAN!" Tzuyu berteriak sedikit panik. "Orang mau nerusin hobi biar jadi bakat juga, dilarang terus," lanjutnya mencibir.

Taeyong mulai was-was. "Hobi yang mana?" tanyanya ragu. Pasalnya hobi Tzuyu ini lebih 'liar' untuk ukuran seorang gadis.

"Busur panah punya ku kayaknya udah lama ga kepake deh, tapi udah lama juga gak main wall climbing. Mau naik kuda tapi jauh tempatnya." Taeyong menatap horor atas kebingungan Tzuyu tersebut.

"Cewek hobinya gituan, bahaya. Udah dirumah aja, cari hobi baru yang lebih feminim. Masak gitu, misalnya."

Pendapat tersebut ditolak mentah-mentah oleh Tzuyu, gantian dia yang menatap horor pada Taeyong. "NO!"

"Sekalian mulai latihan belajar masak dek, cewek kok takut dapur."

"Bangg," rengek Tzuyu. Dia sudah malas pada makhluk tampan nan menyebalkan didepannya ini. "Kayak Mami aja deh abang ini. Intinya, aku mau keluar di izinin apa enggak?"

Taeyong nyelonong duduk di sofa sebelah ranjang Tzuyu. "Mending gini aja, gimana kalo kita pergi berdua. Kemana aja bakal abang turutin, asal enggak main panjat-panjatan atau apalah itu."

"Males kalo cuma sama abang mah, gimana kalo ajak Kak Wendy juga? Oke, deal."

Taeyong menggeleng keras. "Nggak, nggak! Ngapain ngajak dia juga?"

"Bertiga atau aku pergi sendiri?" ancam Tzuyu. Abangnya ini sungguh menyebalkan. Bukan pertama kali dia melihat Tzuyu melakukan kegiatan ekstrem seperti itu. Sejak Junior High School di negara tinggalnya yang sebelumnya Tzuyu sudah memilih kegiatan tersebut sebagai ekstrakurikuler.

Tapi Taeyong juga tidak salah, tangannya baru saja cidera dan kemungkinan belum kuat untuk menjaga keseimbangan tubuh jika panjat dinding maupun menarik busur panah jika berlatih panahan sekarang.

"Oke kita pergi," final Taeyong.

"Bertiga?" Taeyong dengan berat hati mengangguk. Ini demi kesenangan adik satu-satunya. Selama dia masih bisa, akan dia usahakan untuk menberikan apapun permintaan gadis itu.

ANATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang