Chapter 3

56 11 5
                                    

Mimpi atau Nyata
———{••★••}———

"Tidak!" terdengar jeritan Erwinda yang membuat Arin berlari menuju kamar sang adik.

"Lepaskan aku!" teriaknya lagi, dengan napas yang masih memburu Ari segera mendekati adiknya,

"Erwinda, bangun! Ayo bangun!" ucap Arin lembut sambil menepuk pelan pipi Erwinda, sungguh ia amat cemas dengan keadaan ini.

Lagi-lagi Erwinda mimpi buruk, apa mungkin mimpi yang sama karena Erwinda sering menceritakan mimpi buruknya dan semua itu sama seperti mimpi sebelumnya.

Tak lama Erwinda tersadar dari tidurnya membuat Arin sedikit lega, diberikannya air minum pada Erwinda yang masih mengumpulkan sisa nyawanya du alam mimpi.

"Ada apa, Win? Kamu mimpi buruk lagi?" tanya Arin sembari mengelap keringat Erwinda yang bercucuran.

"Aku ... mimpi buruk lagi, Kak?" rintihnya yang masih ketakutan.

"Tadinya sih kamu asal tidur aja, nggak baca doa. Gini kan jadinya!" tegas Arin pada Erwinda

"Sudahlah, sekarang kamu tidur. Besok sekolah 'kan? Jangan sampai kesiangan!" sambungnya lagi yang hendak bangkit dari duduknya.

"Ayah mana, Kak? Apa dia belum pulang?" Erwinda ikut bangun dari tidurnya hendak ke dapur, mengikuti Arin.

"Paman, dia tadi sudah pulang, tapi pergi lagi karena ada yang memanggilnya," jelas Arin.

"Kenapa?" tanya Erwinda yang belum puas.

"Entahlah, mungkin ada yang penting," balas Arin kemudian kembali ke kamar dengan Erwinda yang mengekorinya.

"Ayo, sekarang tidur!" Arin mematikan lampu kamar.

🌾🌾🌾

Adzan subuh berkumandang membangunkan tidur Erwinda, begitu juga Arin. Mereka bangun melaksanakan sholat bersama.

Setelah beberapa menit usai sholat mereka melakukan kegiatan masing-masing. Erwinda memperhatikan Arin yang sibuk memasak untuk sarapan layaknya seorang ibu baginya, sangat jauh berbeda dengannya yang hanya sarapan dengan makanan buatan ayahnya, padahal usia mereka hanya beda satu tahun.

'Entah kapan bisa seperti itu?' batinnya.

"Kenapa paman belum pulang juga yah!" kata Arin membuyarkan lamunan Erwina. Ia juga baru menyadari kalau sang ayah belum pulang.

"Sudahlah, jangan dipikirkan!" ujar Arin yang seakan tahu isi hati Erwinda yang khawatir.

"Dia kan hebat, pasti bisa menjaga dirinya. Sekarang kamu mandi setelah itu kakak," sambungnya memberikan handuk pada Erwinda.

Erwinda tertegun melihat Arin-sepupunya ini. Kadang bilangnya kakak, adapun aku, apalagi bocah. Sepertinya dia memanggilnya sesuai dengan suasana hati.

Aneh!

"Hey cepat mandi sana!" ucap Arin dengan nada tinggi, mendorong Erwinda untuk berjalan duluan.

Suasana masih sepi, matahari pun belum menampakkan cahayanya. Namun, inilah saat yang tepat untuk mandi di sungai. Tanpa membawa senter ataupun penerang jalan apa pun mereka menyusuri jalan setapak.

Kalau pagi-pagi itu memang enak mandi di sungai kata orang soalnya, lebih segar dibanding mandi di sumur yang lebih seru bisa main air. Sungai di kampung memang masih bersih, belum tercemar seperti di kota, airnya mengalir dari bukit tak jarang ada air terjun tersembunyi di sana.

🌾🌾🌾

Dingin!

Usai mandi Erwinda mengigil kedinginan, baru kali ini ia mandi ke sungai pagi-pagi. Biasanya ia hanya mandi di sumur dekat rumah dengan alasan takut gelap, bukan tidak pernah mandi di sungai hanya saja bukan subuh begini tapi, saat siang hari. Itu pun dulu saat ia masih usia sepuluh tahunan.

Dengan cepat ia memakai seragamnya, begitu pula Arin yang akan datang sekolah hari ini untuk mengambil nomor ujian miliknya.

Jam dinding menunjukkan pukul 06.30 wib, mereka yang sudah siap berangkat pun mengunci pintu. Perjalanan ke sekolah lumayan jauh apalagi kalau jalan kaki.

"Andai saja ban sepedaku enggak kempes, pasti kita akan cepat sampai," gerutu Erwinda yang masih duduk di anak tangga.

"Sudahlah, ayo berangkat! Enggak boleh ngeluh, semangat!" ujar Arin menyemangati Erwinda dan dirinya sendiri tentunya.

"Kuncinya?" Erwinda yang sudah duluan berjalan berhenti Mendengar Arin.

"Bawa aja, Ayah punya kunci rumahnya juga kok," jelasnya.

"Oh!" hanya itu yang keluar dari mulut Arin.

🌾🌾🌾

Bel pulang sudah berbunyi, semua siswa mulai keluar satu persatu daru kelas mereka termasuk Erwinda.

"Pulang bareng yuk, Win!" ajak Bayu pada Erwinda saat mereka berjalan beriringan.

"Enggak kayaknya, soalnya aku bareng sepupuku," tolak Erwinda. "Nah, itu dia!" tunjuknya pada Arin yang melambaikan tangan di dekat gerbang.

"Itu sepupu kamu, kok aku baru tau yah," ujar Bayu menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Ya karena kamu anak baru makanya baru tau," ujar Erwinda meninggalkannya menghampiri Arin, sedangkan Arin sedang memperhatikan anak laki-laki yang bersama adiknya itu.

'Seperti pernah liat.' Arin mencoba mengingat.

"Ayo, Kak!" ajak Erwinda saat menghampiri Arin.

"Siapa dia, Win? kayak pernah liat." Arin memulai perbincangan saat di jalan.

"Oh, itu namanya Bayu. Siswa baru pindahan dari kota, emang Kakak kenal?" jelas Erwinda sambil meminum air mineral di tangannya.

"Oh, pantesan baru liat."

"Tapi katanya kayak pernah liat, berarti ini bukan yang pertama dong," sambung Erwinda

"Nanti aku cerita, sekarang fokus jalan aja dulu awas ada lubang!" Arin mengingatkan.

"Hm, ya udah," balasnya singkat.

🌾🌾🌾

Setibanya di rumah, mereka berdua dikagetkan dengan orang yang ramai di rumah. Entah tiba-tiba Erwinda memiliki firasat buruk, ia teringat ayahnya yang belum pulang dari semalam.

Pikirannya kalut, takut kalau terjadi sesuatu pada sang ayah. Apalagi saat melihat Mbah Karno--seorang tukang urut yang terkenal di kampung ini.

Erwinda sempat bertanya pada beberapa orang tapi tidak dijawab, mereka sibuk membahas tentang sungai, jatuh atau apalah yang membuat Arin penasaran tentunya.

"Tenanglah, Win. Pasti ada yang terjadi saat kita sekolah," ujar Arin menepuk bahu Erwinda, dipandangnya wajah itu penuh akan rasa khawatir.

Bergegas ia menaiki anak tangga yang disusul oleh Arin. Seketika kekhawatiran Erwinda leyap saat mendapati sang ayah berdiri di hadapannya, dengan semangkuk air hangat ia tersenyum.

Berbeda dengan Arin yang sedang memperhatikan sosok yang tengah terbaring tak berdaya.

"Win, dia siapa?" tanya Arin membuat pandangan Erwinda ikut teralihkan.

🌾🌾🌾

Bersambung...

Salam hangat dariku untukmu!
See you next part!
Bye bye!
🦋

My Name Is ErwindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang