Chapter 5

40 8 4
                                    

Amanah
———{••★••}———


Pagi yang cerah, setelah hujan deras semalaman menyisakan rerumputan yang basah.

Erwinda sangat enggan beranjak dari kasur, entah mengapa ia masih saja mengantuk sekali.

"Win, ayo! Udah pagi loh, kamu nggak sekolah?" ucap Arin menarik selimut yang menutupi tubuh Erwinda.

"Hmm, aku masih ngantuk," ucap gadis itu dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Emang jam berapa sih?" tanya sambil menggosok kedua matanya itu.

Arin yang geram pun segera bangkit, ia menarik kursi yang ada di dekat meja belajar. Segera ia mengambil jam dinding yang terpasang cukup tinggi.

"Nih, lihat sendiri biar jelas!" seru Arin menyodorkan jam tersebut ke wajah Erwinda.

"Baru jam 6.30 pagi, kok ...," ucap gadis menyingkirkan benda itu dari wajahnya.

"Sudahlah, kalau begitu aku akan habiskan nasi gorengnya sendiri saja." Arin segera ke dapur meninggalkan Erwinda yang tak kunjung bangun.

"Lihatlah aku punya dua porsi nasi goreng istimewa buatan paman, pasti enak," ujar gadis itu saat kembali ke kamar. Niatnya hanya ingin membanggakan Erwinda, tapi gagal lagi. Sungguh menyebalkan.

Suapan demi suapan nasi gorengan itu ia habiskan sendiri, percuma juga menggoda orang yang sedang tidur.

"Arin, bisakah kau kemari?" panggil Danu dari ruang tengah.

"Ada apa, Paman?"

"Kau bisa awasi pemuda ini?" tanya Danu dan dijawab anggukan oleh keponakannya itu.

"Paman mau ke mana?"

"Mau ke hutan, mencari obat-obatan untuk pemuda ini. Kalau dia sudah siuman, kamu berikan minuman yang ada di cangkir itu," jawabnya sambil memberi arahan.

"Baik paman."

"Di mana Erwinda? Masih belum bangun?" tanyanya saat tidak melihat putrinya itu. Ya, biasanya gadis itu selalu mengoceh di pagi hari, terutama saat Danu akan berangkat ke kebun.

"Belum, Paman."

"Tidak biasanya dia belum bangun jam segini," gumam Danu. "Kalau begitu Paman berangkat dulu, kamu jaga diri baik-baik yah!" ujarnya sembari menuruni anak tangga satu-persatu.

"Assalamualaikum," ucapnya saat sudah di bawah.

"Waalaikumsalam, hati-hati, Paman!"

Cuaca sangat bagus pagi ini, hari minggu yang sangat dinanti tiba juga. Karena setiap hari minggu ia akan mendapat balasan surat dari kekasihnya.

Cukup lama ia melamun, menunggu kalau ada Pak Kurir mengantar surat untuknya. Namun, belum ada juga yang datang membuat Arin sedikit jenuh.

"Kakak!" teriak gadis yang tadinya malas bangun tidur membuatnya terkejut.

Arin mengabaikannya, 'Biar dia tau rasanya dicuekin' batinnya.

"Kakak, kau di mana?" teriak Erwinda lagi memanggil tapi tak kunjung mendapat sahutan.

"Kak Arin!" panggilannya lagi.

"Apa dia tidak tahu kalau aku di luar, dasar penakut. Sudah siang masih saja takut," gumamnya.

"Kak Arin, kamu di mana? Apa yang harus aku lakukan?" ujar gadis itu dengan suaranya yang serak.

Merasa ada yang tidak beres Arin kembali masuk ke dalam, memastikan apa yang terjadi pada Erwinda.

"Kakak," rengek gadis itu. Air matanya sudah membasahi pipinya yang sedikit chubby itu.

"Ada apa? Kenapa menangis? Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa kan?" Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan Arin pada Erwinda yang sedang menangis di pelukannya itu.

"Aku takut!" lirihnya.

"Takut kenapa? Apa kau mimpi buruk lagi?" tanya Arin yang heran dengan tingkah Erwinda.

Dilepasnya pelukan dengan Erwinda dan menatap mata gadis itu lekat.

"Katakan Erwinda!" tegasnya memegangi pundak Erwinda.

"Itu ...!" ujar Erwinda menunjuk ke arah pemuda yang tengah berbaring.

Pria itu mengejang, matanya melotot seakan ingin keluar dari tempatnya. Berselang beberapa menit ia kembali pingsan dan terbaring lemah usai muntah hebat.

"Apa yang terjadi saat aku keluar, Erwinda?" tanya Arin tanpa menatap wajah gadis itu.

Bukannya menjawab Erwinda malah menangis.

"Apa yang aku harus katakan ketika paman kembali," lirihnya kemudian segera Menenangkan Erwinda.

"Apa yang terjadi?" ujar sosok di belakang mereka membuat keduanya terkejut.

"Erwinda!" panggil orang tersebut.

Kedua gadis itu berbalik, bisa ditebak siapa yang datang.

Hanya bisa pasrah dan mengakui semuanya tapi apa, apa yang harus Arin katakan sedangkan Erwinda pun belum memberi penjelasan padanya.

🌾🌾🌾

Bersambung ...
Salam hangat dariku untukmu!
See you next part!
Bye bye!
🦋

My Name Is ErwindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang