Chapter 9

26 5 11
                                    

Bocah
———{••★••}———

“Erwinda, ayo diminum obatnya!" ujar Arjuna meletakkan beberapa pil di atas nakas serta segelas air hangat.

“Kak, Arin ke mana? Ayah di mana? Kok mereka enggak ada di rumah? Terus dari mana kamu tahu namaku Erwinda? Jangan kamu ...,” selorohnya pada Pria yang masih di cap sebagai orang asing itu.

“Nanyanya bisa satu-satu, nggak?”

Arjuna ikut duduk di samping Erwinda.

“Jadi, nama cewek galak itu Arin. Dia ikut Pak Danu ke pasar, katanya mau beli sayuran sama bumbu dapur,” ucapnya memandang Erwinda sekilas.

Mendengar penuturan pria itu Erwinda diam, menghirup napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Entah kenapa rasa sesak ia rasakan, mungkin masuk angin.

“Ayo, cepat minum obatnya! Nanti malah gue yang diomelin cewek galak itu.” Kembali Arjuna menyodorkan obat pada Erwinda. Namun, nihil itu hanya akan membuat tangannya pegal.

“Kenapa?” tanya pria itu memandang Erwinda keheranan.

“Oh, masih marah? Gue kan udah minta maaf semalam karena bikin Lo dimarahin bokap.” Arjuna mulai bingung harus bagaimana lagi membujuk Erwinda.

“Maksudnya cewek galak itu siapa? Jangan bilang kalau kamu ngatain Kak Arin?” ucap Erwinda yang mulai tersulut emosi. Entah mengapa ia tak suka jika ada yang mengejek sepupunya itu.

Arjuna mengernyitkan dahinya, apalagi yang membuat manusia di hadapannya ini kesal.

Wanita memang rumit.

“Hey! Jawab atau aku tendang dari sini,” ujar Erwinda mengancam dengan telunjuk mengarah ke bawah.

“Kalau iya kenapa?” jawab Arjuna refleks, benar saja tak lama ia sudah tersungkur di bawah.

“Lo ini anak siapa sih? Perasaan bokap Lo enggak kayak lo, deh!” teriak pria itu sembari mengelus pantatnya yang panas.

“Sekali lagi kamu ejek Kak Arin, aku lempar kamu ke sungai!” tukas Erwinda penuh amarah, kemudian memilih masuk ke dalam meninggalkan Arjuna di sana.

“Lo nyebelin yah! Awas lo liat aja pembalasannya nanti. Dasar bocah!” teriak Arjuna.

Tak lama kemudian sandal jepit melayang mengenai tepat di kepalanya, membuat ia meringis kesakitan untuk kedua kalinya.

“Kamu yang bocah! Udah tua tapi omongan nggak bisa dijaga!” balas Erwinda kembali dengan sepasang sandal jepit di genggaman.

Arjuna memandang Erwinda tajam. Tak terima diperlakukan seperti tadi, sudah jatuh tertimpa sandal pula. Terlalu.

“Apa?! Mau nambah?” bentak Erwinda membalas tatapan tajam itu.

Arjuna langsung menyilangkan kedua tangannya saat Erwinda hendak melempar sandal lagi.

“Erwinda!” bentak seseorang dari kejauhan.

Danu langsung menghampiri Arjuna dan berkata, “Maafkan putri saya, Tuan. Anda tidak apa-apa kan?”

“Erwinda, ayah tidak suka kamu kasar sama orang lain. Itu nggak sopan dan nggak baik, ingat itu!” pungkasnya usai membantu Arjuna berdiri.

My Name Is ErwindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang