PART 1

306 6 0
                                    

Aku adalah pemuda desa yang sering diolok-olok sepanjang hari, karena belum kunjung menikah.  sedangkan usiaku sudah sepatutnya sudah berkepala tiga, tak heran sebutan perjaka tua mereka gelarkan kepadaku. Aku tinggal dirumah dengan ibu yang sudah tua renta, adik-adikku telah menikah dan pergi mencari kehidupan sendiri di rantau,  sedangkan ayah telah meninggal karena serangan jantung.

"Abdi, sedang apa kau? ", tanya ibu yang membuyarkan lamunanku senja ini.

"Eh... Ibu, tak apa bu aku sedang memikirkan sesuatu." jawabku singkat.

"Makanya cari jodoh, biar tak kesepian nak... Ibu sudah tua, biar ada yang bantu memasak."
mata ibu berkaca-kaca membuatku tak tega memandangnya, pertanyaan yang selalu sama setiap hari membuat hatiku sedih dan gundah.

"Iya bu." hanya itu yang bisa ku katakan untuk menenangkan sedikit hati wanita tua itu.

"Ibu ada urusan dirumah bu Ani, beliau ada hajatan dan ibu jadi juru masak disana." ujar ibu.

"Iya bu, nanti aku mancing ya bu... Diajak sama Ikhsan....." belum selesai perkataanku disela ibu,  "Hmm...iya pergilah asal jangan macing di Sungai Dawuhrani yang di sebelah Selatan itu ya Di, bahaya!" ibu terlihat serius dengan ekspresi yang terlihat tegang. Ibu langsung berlalu dan pergi kerumah Bu Ani karena takut keburu hujan.

Ah... Ibu selalu saja begitu membuatku penasaran dengan sungai di Selatan Desa ini,gumamku dalam hati.

Tak lama kemudian sepupuku, Ikhsan datang dan mengagetkanku yang sedang melamun.
"Mang,Ayo kita mancing di Sungai yang di selatan itu mang! Kemarin habis subuh temanku si Farid bilang pas dia lewat sana ikannya banyak Mang." kata Ikhsan.

"Eh itukan sungai Keramat San, Mamang tak berani ,pasti Nenekmu akan memarahi kita jika mancing disana."

"Mamang, gitu aja takut. Itukan hanya mitos mang,  ayo kita buktikan, kalau mamang tidak mau ya biar Ikhsan sendiri aja yang kesana." ujar Ikhsan sambil berjalan meninggalkan ku. Anak ini memang keras kepala, tidak bisa dikasih petuah pasti dilanggar.

Aku berlari mengejar Ikhsan yang marah karena aku menolak ajakannya, walau bagaimanapun ia adalah sepupu yang kusayangi, tak mungkin aku biarkan ia pergi sendirian ke Sungai Dawuhrani yang terkenal Sungai Keramat di Desa kami.

Setelah tiga puluh menit mengikuti Ikhsan dari belakang, aku terpana dengan keadaan Sungai Dawuhrani yang jauh berbeda ketika siang hari. Malam ini sangat terasa tenang berada disini, banyak kunang-kunang menemani kami serta banyak bunga-bunga yang mekar berwarna-warni dengan indahnya. Padahal seingatku disini tak ada tanaman bunga, lalu sejak kapan ini berubah?, aku sedikit bergidik ngeri.

Ikhsan dengan santai mancing sambil duduk di sebuah batu besar.
"San, ayo kita pulang... Ada yang ingin Mamang katakan padamu, ayolah!"

"Pulang saja mang, Ikhsan mau mancing ikan belut yang kata Farid ada sebesar lengan Ikhsan, kalau dapat mau dijual buat Ikhsan beli buku." jawab Ikhsan ketus.

Aku menggelengkan kepala,tak bisa berbuat apa-apa selain menemani
Ikhsan. Aku duduk di bawah pohon beringin tak jauh dari bocah keras kepala itu, aku mengedarkan pandangan ke seluruh pesisir sungai yang indah sekaligus seram ini.
Banyak sekali bunga yang mekar, aku meneranginya dengan senter kecil yang ada didalam kantong celanaku.
Tiba-tiba aku tertarik dengan salah satu bunga yang aneh menurutku, ia hanya satu tangkai dan kelopaknya sebesar telapak tangan berwarna kuning keemasan dan berkilau, aku mendekatinya dan tercium aroma wangi yang belum pernah kucium sebelumnya.

Aku mengamati bunga itu, tiba-tiba dari belakang ada seorang Gadis cantik menghampiriku.

Bersambung....

NEGERI PUTRI DAWUHRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang