PART 4

193 5 0
                                    

Karena rasa penasaran kian memuncak aku memberanikan diri menoleh kebelakang. Sekejab mata sosok itu menghilang! Dimanakah dia? Hmm mungkin hanya perasaanku saja, batinku.

Aku kembali memutar kepala ke samping kanan.
Deg!
Ada gadis berkebaya kuning emas yang kutemui di sungai. Selalu saja gadis itu bersikap aneh,diam tanpa suara, dan netranya selalu memandangku dengan senyum anggunnya. Sedang apa gadis itu dihutan ini? Suasana malam, ia malah keluar sendirian. Apa tidak dicari orangtuanya? Tanyaku dalam hati.

Aku terlalu fokus melihat wajah gadis itu yang lebih cantik dari si Ratih. Membuat jiwa jombloku meronta-ronta dan jantung berdegup kencang menatapnya.

Gadis itu membawa sebuah bakul berukuran sedang ditangannya yang ditutupi daun pisang, entah apa isinya aku tidak tau.
Perlahan gadis itu mendekat kearahku, kuurungkan niat untuk kembali mengetuk pintu. Reflek saja aku duduk di bangku depan gubuk itu sambil menunggu gadis itu menghampiri.

Dia duduk disebelahku, diam tanpa kata. Bau bunga kantil tercium sangat nyata dirongga hidung.

"Neng, mau kemana? Kok bawa bakul malam-malam?" tanyaku.

Dia diam saja, hanya tersenyum kepadaku.

"Eh neng, kok bau bunga kantil kerasa banget ya, bau parfum neng ya?"

"Neng, kok diam aja? Rumah neng dimana?" aku terus mengajaknya berkomunikasi.

Ia hanya diam sambil menunjuk arah di sebelah barat hutan,lalu seolah mengatakan rumahnya tidak jauh dari sini. Aku mengangguk saja tanda mengerti.

Gadis itu tiba-tiba membuka bakulnya, ternyata berisi nasi hangat dan lauk pauk.  Ia menyodorkan seolah menyuruhku memakannya.

Wah pas banget nih aku kan emang belum makan, lapar. Entah berapa lama tidak makan semenjak berada dihutan ini.

Sebelum makan aku berdoa dulu, seperti yang diajarkan oleh guru ngajiku waktu kecil.

"Bismillahirrohmanirrohim, allahumma... "
belum selesai aku berdoa, gadis itu telah menghilang. Yang tersisa hanyalah bau bunga kantil.

"astaghfirullahaladzim",aku beristighfar beberapa kali.

Bodohnya aku baru menyadari ternyata gadis berparas ayu itu sebenarnya bukan manusia. Kepalaku pusing dan perutku terasa mual. Mungkin karena lelah dan belum makan, kondisi tubuh semakin melemah.

Tercium bau amis darah segar, baunya tak jauh dari tubuhku.
Aku menyusuri pandangan mata ke sekeliling.
Kutemukan asal bau amis itu, ternyata dari bakul yang dibawa gadis tadi.

Bakul yang berisi nasi dan lauk tadi telah tiada, yang ada didalam bakul itu adalah sebuah kepala laki-laki, matanya masih melotot seperti ketakutan, lidahnya terjulur keluar. Hidung dan telinganya mengeluarkan darah segar, urat lehernya terlihat kejang membeku.

Kepalaku bertambah berat. Keringat dingin keluar dari tubuhku,bulu roma terasa menegang. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

*****
Perlahan mataku terbuka, persendian terasa sakit. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, aku berada di sebuah ruangan.
"Dimanakah aku?" Gumamku.

Seorang kakek berjanggut panjang, memakai baju putih tersenyum kearahku.

"Sudah bangun?, aku menemukanmu tak sadarkan diri didepan gubukku saat aku pulang mencari ikan." ucap kakek itu.

"Terimakasih kek, bantuannya." balasku lirih.

"Ayo makan dulu, kamu pasti lapar. Daritadi perutmu bersuara namun aku tak tega membangunkanmu."

Aku mengangguk pelan, perlahan aku bangun dan duduk. Sudah ada ketela rebus dan ikan panggang dihadapanku, serta minuman.
Karena lapar aku langsung makan dengan lahap, kakek itu tersenyum melihatku. Rasanya enak sekali, mungkin efek lapar.

"Nama kakek siapa?  Kakek tinggal disini dengan siapa?" tanyaku sambil meletakkan cangkir.

"Aku seorang pertapa, namaku Ajisaka Rontak. Aku disini tidak sendiri, tapi bersama kelinci sakti kesayanganku."

Kelinci?  Apakah kelinci putih yang aku temui waktu itu ya, pikirku.

Tiba-tiba datang seekor kelinci  sambil membawa wortel. Kelinci itu melihatku sinis, iya dia adalah kelinci yang aku ikuti kemarin. Aku tidak kaget lagi, karena sudah pernah melihatnya, aku mulai menyadari jika aku tersesat dialam lain.

"Hei... Kelinci, Bisakah kau berbicara? " tanyaku.

Kelinci itu diam saja, ia tak perduli.

"Hahahaha... Aku lupa memberitahumu anak muda, kau takkan bisa berkomunikasi dengan Shabita jika belum makan sedikit wortel yang ia punya." kakek tertawa sembari menjelaskan.

Apa?  Aku harus memakan wortelnya? Dasar kelinci aneh.

"Sini!  Beri aku wortel itu!"

Kelinci itu menyembunyikan wortelnya dibalik badannya, ia mendekati kakek sambil menggeleng. Aku tidak mengerti mereka berkata apa, aku hanya diam.

"Ayo Shabita, berikan sedikit saja. Agar dia bisa berkomunikasi denganmu, nanti kakek tanam lagi yang banyak." kakek merayu Shabita.

Shabita memandangku, kelinci itu lucu dengan tatapan kosongnya, mungkin ia sedang berpikir sejenak.

Shabita mendekatiku, menyodorkan wortelnya ke mulutku. Aku memakannya sedikit, ya hanya sedikit karena aku tidak suka wortel mentah.

"Apakah rasa wortelku enak?" tanya Shabita mengagetkanku.

"Ya,"

"Apakah kamu sadar jika sebenarnya aku tidak suka kamu ikuti kemarin?  Makanya aku bersembunyi dibatu itu."
Shabita sepertinya marah padaku.

"Maaf, aku tak sengaja mengikutimu karena aku tersesat disini."

Shabita berlalu meninggalkan aku dan kakek, ia pergi ke sebuah ruang kecil, mungkin itu kamarnya.

"Shabita itu anak baik dan suka menolong, tapi ia tidak suka jika ada orang yang tidak dikenalnya mengikuti saat ia berjalan." ujar kakek.

"Sekarang jelaskan padaku darimana asalmu? Apa tujuanmu datang kesini?" kakek bertanya bertubi-tubi.

"Aku tidak tahu kek, tiba-tiba aku telah berada dihutan. Aku hanya ingin pulang, Aku merindukan Ibu."

"Hmm, pasti kamu adalah bangsa manusia."

"Memangnya kakek bukan manusia?"

"Bukan, Aku adalah bangsa Jin. Tapi kami jin Muslim."

Aku terperangah, sungguh tak disangka jawaban kakek itu. Aku masih diam membisu dengan pikiran kacau.

"Pasti kamu adalah pemuda masih jejaka yang menemukan Bunga puspa emas milik kerajaan Putri Dawuhrani. Siapapun yang menemukannya akan menemui ajalnya, dia akan dikawini ratusan gadis di kerajaan itu, lalu ditumbalkan." kakek menjelaskan dengan raut wajah sedih.

"Seorang dayang cantik bernama Nyi Intan Ramayuksa yang ditugaskan Putri Dawuhrani, untuk memancing dan membawa pemuda ke negerinya. Sudah banyak korban,karena di kerajaan itu tidak ada laki-laki, mereka membutuhkan pemuda untuk meneruskan keturunannya, jika anak yang lahir perempuan akan dijaga, namun jika laki-laki maka akan dibunuh dan dikubur ditaman kerajaan." lanjut kakek.

"Kek, apa itu artinya aku takkan pernah bisa kembali?  Aku akan dijadikan tumbal kek?" Aku Menangis, aku tak percaya ini terjadi. Sungguh nyawa diujung tanduk. Ibu hanya ibu yang ada dipikiranku. Maafkan aku ibu...

"Tenang anak muda, Kakek belum selesai bercerita. Kamu beruntung bertemu denganku, aku akan membantumu untuk kembali ke negeri asalmu. Tapi ini berat, tidak ada yang bisa keluar dari sini kecuali ia harus memakan satu kelopak bunga Puspa emas, ya hanya satu dari tujuh belas kelopak."

Aku mendengarkan penjelasan kakek dengan perasaan yang tak menentu. Bagaimana mungkin aku harus pergi ke kerajaan Putri Dawuhrani yang penuh misteri itu.
Kelopak bunga?  Hanya ada di taman kerajaan, bukankah itu artinya aku harus ke pusat kerajaan? 

Bersambung.....

NEGERI PUTRI DAWUHRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang