PART 8

135 1 0
                                    

Ikhsan terjebak di dimensi, separuh tubuhnya tertarik paksa oleh Jin tanah. Terlihat, betapa kuatnya tangan itu menarik Ikhsan.

Pak Suketi, segera bertindak. Ia menarik tubuh Ikhsan. Tiba-tiba, dari belakang datang sesosok ular besar. Ia menjulurkan lidahnya, serta berdesis. Sosok itu, ternyata penjaga perbatasan.

"Sssttt ... ssssttt ...." suara ular mendesis.

Ustadz Arif, mengambil bagian. Ular itu, menunjukkan kehebatannya. Sang ular menggeliat, mengejar Ustadz. Berputar-putar mengelilingi Ustadz. Ustadz harus menahan kecewe, sebab Suling Kintani miliknya, tertinggal di dalam tas di rumah Mang Fauzan. Ia lupa membawa, ketika meragasukma.

Suling Kintani, adalah suling turun-temurun. Hanya pewarisnya, yang dapat menggunakan kekuatannya. Fungsinya, untuk membuat makhluk siluman ular menari. Ia akan terus menari, hingga bagian bibir suling itu kering.

Ustadz dengan gagahnya, memutar tubuh, melepaskan sorbannya. Memilih menyerang di saat yang tepat. Ular mengibaskan ekornya, siap menerkam manusia dihadapannya.

Dengan merapalkan doa, sorbannya bercahaya. Berubah menjadi sebuah tombak, bermata batu merah delima.
Pertarungan kembali berlanjut, kali ini Sang ular menggunakan ajian Angin Warunggani. Ajian ini, salah satu kepiawaian siluman ular. Ia akan membuat angin sekitarnya beracun dan berbisa, tanpa harus mengeluarkan bisa dari tubuhnya. Biasanya, orang akan mati keracunan dengan wajah pucat membiru.

Ustadz segera menepis, membaca doa Nabi Sulaiman. Efeknya, racun di udara menipis, disertai hilangnya energi besar dari Sang ular. Kesempatan ini, digunakan untuk menancapkan tombak tepat di atas kepala ular. Seketika, tubuh ular pecah seribu. Terdengar suara ledakan besar, sampai kerajaan. Ustadz membalik tubuhnya, beralih pandangan ke belakang.

Ikhsan, telah diselamatkan oleh Pak Suketi. Namun, ada luka goresan di tangan Ikhsan.

Perjalanan dilanjutkan, sebelum itu, Ustadz memanggil Kuncranti.

"Kuncranti! Datanglah, ada yang ingin kami tanyakan," ucap Ustadz.

Kuncranti, yang sedari tadi berdiam didalam kantung baju Ikhsan, segera keluar. Sosok cantik, nan anggun. Berkebaya hitam, bersanggul konde emas. Bersimpuh di depan Ustadz.

"Aku telah keluar, baik, aku akan menjawab pertanyaan Tuan," sahut Kuncranti.

"Sekarang katakan, kemana kami harus pergi. Beri kami petunjuk tercepat, agar tidak banyak membuang waktu." Pinta Ustadz.

"Berjalan ke arah barat, nanti di sana akan ada sebuah batu hitam. Itu adalah, gerbang Pusat Kerajaan. Hati-hati, Tuan, kabar kematian Ular Renggoyekso telah sampai ke Kerajaan. Aku dapat merasakan sinyal dari Kerajaan."

"Baik, sekarang kembalilah Kuncranti. Aku akan memanggilmu, jika diperlukan nanti,"
Kuncranti, segera kembali. Ia mengubah ukuran tubuh menjadi kecil, segera ia masuk ke dalam kantung baju Ikhsan.

Perjalanan diteruskan, mereka bertiga menelusuri hutan. Berjalan ke barat, mencari letak batu hitam yang dikatakan Kuncranti.

------------------------
POV ABDI

Aku keluar dari rumah Kakek, mencoba mengadu nasib. Semoga nanti ada jalan keluar dari tempat ini. Kakek mengatakan, ia tidak bisa membiarkanku berlama-lama di pondoknya. Karena waktuku akan habis, jika tidak meneruskan perjalanan. Setiap pemuda yang terjebak, pasti dan harus masuk Pusat Kerajaan. Dimana nasib akan ditentukan. Selamat atau tidak, hanya Tuhan yang tahu.

"Pergilah, berjalan lurus. Kau, akan sampai Kerajaan. Bawa wortel ini, pukulkan pada batu. Shabita akan datang, dan membantu." Kakek memberikan sebuah wortel, sedangkan Shabita, hanya memandang sinis.

NEGERI PUTRI DAWUHRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang