PART 9

169 6 3
                                    

Hari berganti, setelah selesai salat subuh, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Malam nanti, harus sampai Kerajaan, untuk menggagalkan ritual para lelembut.

-------------------------------------

Kondisi di Kerajaan, saat ini tengah bersiap-siap. Melatih kekuatan seluruh lelembut, mereka memperketat penjagaan Istana Kerajaan. Memanggil Tabib ahli, untuk persiapan jika ada lelembut yang terluka, maka akan segera diobati dan sembuh. Tak lupa, menyiapkan Ahli tenung, untuk menipu dan meniupkan Seruling Ulorekso Kandani, yaitu sebagai pengendali lelembut siluman ular.

"Brukkk ... brukkk ..." suara langkah kaki para Dayang, pembawa minuman darah ular, yang harus diminum para pemuda.

Di depan masing-masing pemuda, telah diletakkan segelas darah ular.

"Seperti biasa, kalian harus meminum ini. Kali ini, rasanya agak sedikit lebih pahit, karena di tambahkan minyak kulit harimau." Dayang menjelaskan.

Para pemuda, harus menelan pahitnya kenyataan. Harus kuat menenggak darah ular tersebut. Semuanya, minum dengan terpaksa.

"Aku tidak bisa meminumnya," ujar seorang pemuda bernama Johan.

Sontak saja, semua ini membuat para Dayang dan Prajurit penjaga geram. Fokus pada pemuda itu, sehingga mengabaikan pemuda yang lain. Kondisi ini, digunakan Abdi, untuk membuang darah ular itu ke celah jendela. Abdi hanya minum setengah saja.

Pemuda yang bernama Johan, di paksa minum. Prajurit segera menahan tubuhnya dan memasukkan semua darah ular ke mulutnya. Ia, pingsan.

Prajurit, segera menghadap Ratu.

"Ampun, Gusti Ratu, salah satu pemuda itu tak sadarkan diri. Sebab, kami memaksanya meminum darah ular." Prajurit berkata sambil bersimpuh.

"Bedebah! Jika ia tidak mau, kenapa tidak panggilkan Tabib? Agar menyihirnya," ucap Sang Ratu geram.

"Ampun, Gusti. Kami lupa,"

"Prajurit bodoh! Aku tidak mau tahu, pokoknya ritual harus tetap berjalan. Jika sampai tengah malam, ia belum sadar. Carikan pemuda lain, sebagai gantinya,"

"Baik, Gusti," jawab Prajurit.

Prajurit bingung, kemana ia harus mencari pemuda pengganti. 'Semoga saja, pemuda itu cepat sadarkan diri," gumam Prajurit.

Prajurit berjalan keluar istana, ia menendang dan membanting benda apa saja yang ditemuinya. Ia merasa salah tindakan, hingga Sang Ratu marah.

Rupanya, Ia menendang baju para pemuda yang dibuang ke luar istana. Wortel di kantong celana Abdi, terpelanting dan terpukul ke sebuah batu.

Nun jauh di sana, Shabita merasakan panggilan itu. Ia segera datang, ia bersembunyi di balik batu.
"Nah, ini dia wortelku! Tapi dimana bocah bodoh itu, tidak terlihat. Hanya ada baju dan celana usangnya saja." gumam Shabita seorang diri.

Ia memakan wortelnya, sambil berkeliling istana. Shabita, bisa keluar masuk tanpa terlihat siapapun.

Shabita melihat di sebuah ruangan, ada Abdi di sana. Setelah menguping pembicaraan lelembut istana, Shabita tahu, Abdi dalam bahaya. Shabita segera pulang, dan memberitahu Kakek.

"Baik, Shabita, kita tidak bisa selalu diam begini. Sudah terlalu banyak korban, kita akan bertindak," kata Kakek. 

Shabita diam, ia masih makan wortelnya.

"Shabita, setelah habis wortel itu, segera panggilkan seluruh Jin perbatasan lembah ini. Berikan informasi, kita semua akan ikut bertempur."

"Ya, Kakek," jawab Shabita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NEGERI PUTRI DAWUHRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang