PART 3

225 2 0
                                    

Pagi ini sangat cerah, setelah mandi dan solat subuh aku bersiap-siap untuk pergi berkebun seperti biasanya.
Hari ini jadwalnya panen sayur-sayuran, biasanya setelah panen ibu yang menjualnya ke pasar. Aku hanya bertugas menanam dan memanen saja.

"Di, makan dulu! Ini ibu sudah selesai masak tumis kangkung dan sambal ikan tuna kesukaanmu." kata ibu sambil meletakkan sepiring nasi diatas meja.

"Iya bu, kok ibu tidak buatkan sambal kemangi bu?"
Aku melirik meja makan.

"Ibu lupa, Kemanginya belum dipetik dikebun."

Tanpa berkata lagi kami langsung makan bersama, Sungguh nikmat masakan ibuku tiada duanya. Aku berhayal jika suatu hari nanti aku menikah, pasti ibu tidak akan masak lagi. Biar istriku saja yang memasak untuk kami, namun itu hanya hayalan. Tiada gadis yang menerima pinanganku.
Gelar Perjaka tua melekat di diri ini, Oh Tuhan.. Dimanakah jodohku berada, pertemukanlah.

"Di, Ibu tau sebenarnya kamu menyukai anak Kepala Desa si Ratih, iyakan?, tapi maafkan ibu tak berani melamarkan untukmu karena kita bukan orang kaya."
Mata ibu berkaca-kaca, lalu menyudahi makannya.

Bagai disambar petir disiang bolong aku mendengar perkataan ibu, darimana ia tahu jika aku mengagumi Ratih.
Memang aku tak pantas bersanding dengannya, Aku hanya pemuda bodoh yang tak mampu melanjutkan sekolah hingga Perguruan tinggi. Aku juga tak punya Kebun cengkih berhektar-hektar seperti punya ayahnya, Aku takkan pantas bahkan jika untuk jadi supir pribadi si Ratih.

"Tak susahlah ibu memikirkannya, Abdi sudah belajar ikhlas karena Abdi dan Ratih bagaikan langit dan bumi."

Ibu berlalu pergi begitu saja sambil membawa piring untuk ia cuci, Terlihat olehku butiran bening yang terbendung disudut matanya.
Oh... Ibu maafkan aku, segera aku akan mencari jodoh, gumamku dalam hati.

Setelah sarapan, Aku berangkat ke kebun yang tak jauh jaraknya. Hanya dengan berjalan kaki dua puluh menit saja sudah sampai tujuan.

Bahagia manakala melihat Kangkung, sawi, bayam, terong, kacang panjang, cabai,buncis,tomat dan labu siap di panen.

************

Senja tiba, aku pulang kerumah mandi dan salat maghrib lalu makan.
Terlalu letih tubuh ini seharian bekerja dikebun, tanpa sadar aku tertidur.

Entah apa yang terjadi tiba-tiba aku berada ditengah hutan dan berjalan sendirian, dalam kebingungan yang amat sangat meniti jalan tanpa arah tujuan yang jelas. Gelap sungguh gelap suasana malam mencekam.

Aku berlari terus berlari mencari arah yang bisa membawaku pergi dari tempat ini, entahlah kemana tujuan.

Nafasku terengah-engah kelelahan,keringat mengucur deras mengalir seluruh tubuh. Ku arahkan pandangan kedepan ada seberkas sinar yang entah darimana datangnya menerangi jalanku.ada dua persimpangan jalan, sebelah kanan dan kiri. Sebelah kanan adalah jalan setapak yang banyak ditumbuhi rerumputan ilalang dan ada seekor kelinci putih berdiri, sungguh aneh mengapa kelinci bisa berdiri.

Sedangkan jalan sebelah kiri adalah jalan setapak yang banyak batu besar dan lumut berwarna hijau kecoklatan, dan ada seekor ulat bulu gendut berwarna merah dan ukurannya tak lazim, ulat itu sebesar pergelangan tangan dengan pankang sekitar 50 centimeter. Ulat itu terlihat berjalan diantara bebatuan.

Aku terperangah dengan kondisi ini, bagaimana mungkin banyak hal aneh terjadi namun nyata terlihat dengan mata kepalaku.
Oh Tuhan, tolong hamba. Doaku dalam hati.

Setelah berpikir cukup lama, aku memilih jalan sebelah kanan. Dengan kaki gemetar melangkah pasti dengan harapan ada jalan keluar dari tempat ini.

Menyusuri jalan dengan banyak rumput ilalang memang tidak mudah, luka gores banyak terdapat di tangan dan kaki. Terasa pedih dan sakit. Kemana perginya kelinci putih tadi? Aku mencarinya dengan harapan dengan mengikuti kelinci itu bisa menemukan jalan keluar, karena kelinci itu pasti hafal jalan hutan ini dan mencari makan dedaunan sekitar sini.

Pucuk dicinta ulampun tiba, kelinci putih itu tiba-tiba ada tak jauh didepanku berjalan. Ia membawa sebuah wortel yang entah darimana ia mendapatkannya di hutan ilalang ini.
Meskipun takut, aku mengikutinya diam-diam. Kelinci itu persis seperti tingkah laku manusia, ia bisa berdiri dan berjalan dengan lincahnya.

Aku terus mengikuti, setelah sekian lama tiba-tiba kelinci itu berlari kebelakang batu besar di depanku. Aku mengejarnya, namun entah mengapa aku tak mendapati kelinci itu dibalik batu besar itu.
Ku amati batu itu, berwarna hitam pekat dan licin.

Karena penasaran, aku mengusapnya. Terlihat sebuah pintu kecil, pasti kelinci itu tadi masuk kedalam sini batinku.
Ku ketuk-ketuk pintu kecil itu, namun tiba-tiba pintunya menghilang!

"Astaghfirullah." ucapku spontan.

Benar-benar tak habis fikir, bagaimana ini semua bisa terjadi bak di negeri dongeng.

Merinding sekujur tubuh ini, dengan segera aku berlari meninggalkan tempat itu.

Aku berlari kencang,hingga sampailah pada sebuah gubuk.
Gubuk ditengah hutan? Siapa pemiliknya?
Ditengah keheranan dengan mata membulat aku terdiam berpikir apakah aku harus kesana? Bertanya tentang keanehan disini? Apakah benar itu gubuk manusia? Bagaimana jika penghuninya adalah siluman? Otakku mulai berfikir dan menerka-nerka.

Tapi aku bersyukur, setidaknya ada tempat untuk berteduh dan berlindung sementara waktu, meskipun dalam keadaan yang tak terbayangkan.

Perlahan gerimis turun dari langit, membasahi bumi serta tubuh lelah ini. Tanpa pikir panjang aku mengambil keputusan untuk mengetuk pintu gubuk.

Berjalan dengan hati-hati, sambil mengintip dari celah dinding gubuk. Gelap, ya hanya itu yang terlihat,namun keadaan memaksaku untuk menggerakkan tangan mengetuk pintu.

"Tokk.. Tok.. Tok.." ku ketuk pintu sambil kembali mengintip.

Dari belakang tubuhku terasa ada yang menyentuh bahu kananku, tangan itu terasa sangat dingin sekali.
Aku menelan ludah, tak berani menoleh.
Siapakah gerangan sang pemilik tangan dingin tersebut? 

BERSAMBUNG...

NEGERI PUTRI DAWUHRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang