Sepatu boots kebesaran sudah terpasang. Merasa rambutnya hampir tergerai, cekatan Jisoo melepas ikatannya terlebih dulu, baru diikat kembali. Digulung tinggi hingga memamerkan lehernya yang jenjang. Karena masih pagi dan udaranya sangat dingin, Jisoo mengenakan jaket. Melirik Seokmin yang sibuk menajamkan cangkul. Hanya mengenakan celana pendek dan kaus polos tipis. Jisoo mengembuskan napas dengan nyaring. Geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa Seokmin mengabaikan kesehatannya seperti ini? Tidak ada pilihan lain. Terpaksa Jisoo melepas sepatu boots-nya lagi. Masuk ke dalam rumah. Masuk ke dalam kamar Seokmin. Sedikit tidak menyangka bahwa kamar itu telah terbenah rapi. Bukankah biasanya kamar laki-laki selalu berantakan? Tapi Jisoo tidak mau ambil pusing. Menemukan celana panjang dan jaket tergantung di belakang pintu.
"Kamu pakai ini dulu, udaranya dingin," kata Jisoo. Berhasil membuat kepala Seokmin mendongak. Tapi tidak segera menyambut 2 barang yang Jisoo sodorkan. "Kenapa malah diam? Cepat pakai ini. Kalau masuk angin, bagaimana? Aku juga yang repot. Aku tidak pandai mengurus orang sakit."
Seokmin akhirnya bersedia berdiri dari posisi jongkoknya. Mengambil celana panjang dan jaket yang Jisoo berikan. "Kalau begitu, dari sekarang harus belajar. Nanti kalau kamu sudah menikah pasti akan kerepotan mengurus anak."
Jisoo mengerucutkan bibir. "Kamu mendoakan anakku sakit-sakitan? Kan aku bisa langsung panggil dokter. Terus sewa perawat buat jaga anakku."
"Di sini tidak ada dokter dan perawat yang bisa dipanggil ke rumah. Harus datang sendiri ke klinik."
Seketika Jisoo diam mendengar ucapan Seokmin. Tidak sanggup menjawab. Terlalu ambigu di telinganya. Apa maksud Seokmin? Di sini? Jisoo menatap Seokmin penuh selidik. "Apa maksudmu di sini? Jangan bilang kamu berharap kita berdua benar-benar menikah?"
"Hah?" Mendengar ucapan Jisoo, barulah Seokmin sadar dengan kalimatnya tadi. Bergegas Seokmin meralat. "Bukan itu maksudku. Kan kamu belum tahu suamimu di masa depan itu siapa dan tinggal di mana. Bagaimana kalau orang itu tinggal di desa yang jauh lebih terpencil daripada di sini? Aish! Ya sudah, lupakan. Pagi-pagi sudah mengajakku berdebat." Seokmin mengakhiri sesi pemanasan pagi ini dengan mendatangi kamar mandi untuk mengganti celana.
Tentu Jisoo tidak terima. Padahal Seokmin sendiri yang pertama kali mencari gara-gara dengannya. "Kamu yang duluan mengataiku tidak pandai mengurus anak!"
Di kebun, Jisoo hanya bisa membantu menyirami ginseng. Proses pembuatan minuman ginseng, Jisoo hanya bisa membantu mengaduk. Membuat sarapan, Jisoo hanya bisa membantu memotong sayuran. Semua itu adalah pekerjaan yang paling sederhana, namun Jisoo merasa sangat puas telah berhasil melakoni tanpa melakukan kesalahan dan membuat Seokmin mengomel pagi-pagi. Kini semuanya sudah beres. Seokmin pun sudah siap dengan sepeda, hendak menjual beberapa puluh botol minuman ginseng demi bertahan hidup esok hari.
Namun sebelum itu, Seokmin memberi Jisoo sedikit petuah. "Ingat, kunci pintunya. Semua pintu. Depan, belakang, samping. Jendela juga dikunci. Cukup kordennya saja yang dibuka. Kamu tahu? Karena desa ini masih banyak rumput yang tumbuh tinggi, banyak ular berkeliaran bebas."
Seketika Jisoo merinding ngeri dibuatnya. Ingat dengan kejadian hari pertama ia sampai di desa ini. Seekor ular menyambutnya di jalanan. Jadi, begitu Seokmin berangkat, dengan langkah laju Jisoo segera mengunci semua pintu rumah. Termasuk jendela.
Tanpa curiga sama sekali bahwa ucapan itu hanyalah candaan belaka. Tidak pernah satu kali pun kejadian ular masuk ke dalam rumah warga desa. Tertawa-tawa Seokmin mengayuh sepedanya. Membayangkan wajah ketakutan Jisoo. Sangat puas karena sudah berhasil mengerjai gadis menyebalkan itu. Kalau orang lain melihat, bisa-bisa Seokmin dikira tidak waras.
Bagusnya lagi, aura positif ini terus berlanjut hingga Seokmin berhasil menjual seluruh minuman ginseng yang dibawa hari ini. Kembali pulang ke rumah, barulah aura positif itu berubah menjadi aura negatif. Pintu rumah Seokmin terbuka lebar. Tanpa ada tanda-tanda penghuni di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Without A Palace (✓)
Fanfic[SEOKSOO GS Fanfiction] 2 bulan, bukan waktu yang lama. Bagi kedua orangtua Jisoo, 2 bulan adalah penentuan masa depan putri semata wayang mereka. Sedangkan bagi Jisoo, 2 bulan adalah masa-masa penyesuaian diri dalam kehidupan baru. Bukan berarti pa...