18. Princess Telah Kembali ke Istana

1.6K 283 157
                                    

Sebelum naik, Jisoo memandangi sepeda yang siap mengantarnya ke terminal. Sepeda yang selalu menemani Seokmin berjualan di pasar tradisional. Jisoo memandanginya cukup lama. Hingga menarik perhatian Seokmin. Namun tidak berani menegur. Membiarkan Jisoo terdiam lama di sana. Entah memikirkan apa. Padahal Seokmin sudah siap mengayuh sepeda itu sampai ke terminal terdekat. Tinggal menunggu Jisoo duduk.

Tadi pagi, keributan kecil kembali terjadi. Tapi kali ini bukan dengan Seokmin. Jisoo ribut dengan Hansol. Bukan ribut seperti Seokmin dan Jisoo biasanya yang penuh dengan umpatan, makian dan ledekan. Jisoo berusaha mengirimkan lokasi rumah Seokmin agar Hansol bisa menjemputnya dengan mobil. Tapi selalu gagal. Entah kenapa rumah Seokmin sulit dilacak google map. Hanya bisa melacak terminal di sana. Alhasil Hansol menyambungkan telepon. Minta ditunjukan jalan. Sampai 3 kali Jisoo menjelaskan. Hansol tetap tidak mengerti.

Seokmin memaksimalkan kesempatan ini. Demi mengukir kenangan terakhir, ia coba memutar otak. Mencari akal bagaimana ia bisa berpesan dan mengantar Jisoo pulang. Sepeda adalah alat transportasi yang ia miliki satu-satunya. Memutar otak lagi. Mencari akal bagaimana caranya ia bisa membonceng Jisoo dengan sepeda yang ada. Mengingat ukuran koper Jisoo yang sangat besar, terpaksa Seokmin mengakalinya sedikit. Mengandalkan gerobak kecil yang biasanya Seokmin gunakan untuk membawa beberapa karung ginseng. Disambungkan ke belakang sepeda. Koper itu pun nampak kokoh berdiri di atasnya.

Jisoo terlalu lama melamun. Seokmin akhirnya menegur dengan cara membunyikan lonceng sepeda. Membuat gadis Hong itu mengerjap. Tersadar. Langsung menoleh pula ke arah Seokmin. Membuat Seokmin tertawa.

"Kenapa? Tidak mau naik karena sepedaku banyak karatnya?" Seokmin bertanya dengan nada bercanda. Tentu ada banyak kenangan yang tanpa sengaja mereka ukir bersama, lalu tersimpan rapat dalam kotak kenangan. Tersusun rapi di dalam otak. Siap dibuka kapan saja. Tidak akan ada yang mampu membakar kenangan itu. Bahkan waktu sekalipun. Salah satunya, kenangan saat Jisoo mengamuk melihat kondisi bus yang penuh dengan karat.

Jisoo menggelengkan kepala dengan sangat cepat. Merespon pertanyaan Seokmin. Bukannya langsung naik, Jisoo malah berjalan ke arah Seokmin yang telah duduk lama di sepedanya. "Kalau aku pulang, kamu tetap ingat denganku, kan?"

Seokmin merasakan nyeri di dada. Bahkan matanya terasa panas. Untuk itu, Seokmin segera mengerjap. Mencegah air yang hendak berkumpul lalu terjun bebas. Entah kenapa pertanyaan Jisoo membuatnya tersinggung. Juga sedih. Seokmin mendadak melankolis sejak pulang dari pemakaman orangtuanya kemarin. "Kita sudah sepakat tadi malam. Kita akan terus berteman. Hubungi aku jika kamu membutuhkan sesuatu."

"Itu dia masalahnya..." Jisoo mengerucutkan bibir. Sifat manjanya muncul, tanpa pernah bisa ditahan. Di detik berikutnya, barulah Seokmin sadar. Mungkin sifat Jisoo yang manja inilah yang akan sangat ia rindukan setelah mereka tidak lagi tinggal bersama. Jisoo nampak ragu hendak menyampaikan keinginannya. "Kamu bilang aku boleh menghubungimu jika membutuhkan sesuatu. Apa aku tetap boleh menghubungimu walaupun tidak membutuhkan sesuatu?"

Angin bertiup kencang pagi ini. Meniup setiap helai rambut Jisoo, meskipun sudah diikat kuat. Seokmin tidak tahan untuk tidak menyentuh setiap helai rambut yang menutupi wajah cantik gadis Hong itu. Agar setiap inchi wajah Jisoo dapat ia rekam dengan jelas. Akan diputar ulang setiap kali ia merasa rindu. "Kenapa masih bertanya? Tentu saja boleh. Hubungi aku kapanpun kamu mau."

Jisoo menyambut ucapan Seokmin dengan penuh kebahagiaan. Saking bahagianya, secara spontan Jisoo memeluk Seokmin. Berterima kasih karena masih mau menjadi temannya, meskipun selama hampir 2 bulan menginap, Jisoo sering membuat susah. "Kamu masih terima pesanan minuman ginseng ke Seoul, kan? Kabari aku. Sesekali kita harus bertemu dan makan bersama. Janji?"

Anggukan kepala telah Seokmin kirimkan. Tanpa diucapkan pun, ia yakin Jisoo berhasil menangkap jawaban itu karena kepalanya yang menempel di atas kepala Jisoo. "Asalkan mendapat izin dari suamimu."

The Princess Without A Palace (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang