15. Waktu Kita Habis

1.6K 286 217
                                    

Seokmin menyeka peluh yang mengucur deras di lehernya. Pakaian pun ikut basah akibat terlalu banyak berkeringat, padahal udara pagi masih sangat sejuk. Sejenak ia merenggangkan otot-otot yang mulai terasa kaku akibat terlalu lama bekerja berat. Mengangkut cangkul dan ember berisi air ke teras halaman belakang, usai sedikit dibersihkan. Duduk sejenak di sana. Memandangi hasil kinerja hari ini. Pekerjaan berat namun tidak pernah gagal membuat hati Seokmin merasa puas.

Melihat ini, Seokmin jadi teringat masa lalu. Bagaimana ia berusaha bangkit sepeninggal sang ibu lalu disusul oleh sang ayah 6 bulan setelahnya. Tentu. Lee Seokmin tidaklah setegar yang orang lain lihat. Ia menangis waktu itu. Mengunci diri di dalam kamar selama 3 hari, sampai paman dan bibinya panik. Khawatir Seokmin berlaku nekat dengan menyusul kedua orangtuanya. Di hari ke-4, teman-teman Seokmin secara bergantian menginap. Berhenti di minggu ke-2. Seokmin sudah masuk sekolah lagi. Dan di minggu ke-3, paman dan bibi sudah kembali ke tempat tinggal mereka. Seokmin tertinggal sendiri, meski sempat dibujuk agar ikut. Seokmin tidak mau. Rumah itu adalah kenang-kenangan yang tidak boleh ditinggalkan.

Detik berikutnya, senyum Seokmin mengembang sempurna. Nyatanya pilihan nekat itu berbuah manis. Seokmin berhasil hidup mandiri sambil terus mempertahankan apa yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Seokmin yakin. Jika masih berada di sini, keduanya pasti bangga melihat perkembangan Seokmin sekarang.

"Ei... Bukan seperti itu..."

Kening Seokmin mengerut. Menoleh ke segala arah.

Mungkin karena sedari tadi Seokmin terlalu lama melamun, jadi tidak mendengar sedikitpun keributan yang terjadi. Samar, namun cukup nyaring. Seokmin yakin keributan itu terjadi tidak jauh dari rumahnya. Yang membuat Seokmin penasaran adalah, suara itu begitu ia kenal. Menarin perhatian Seokmin. Tidak biasanya desa ini cukup ramai kecuali pada saat akhir pekan. Itu pun hanya terjadi di satu titik. Lapangan luas tempat para anak lelaki bermain bola.

Coba mendatangi, Seokmin malah dibuat kesal. Dugaan sebelumnya tepat. Keributan tadi memang tidak jauh dari rumah Seokmin. Terjadi tepat di depan rumahnya. Terdapat 3 orang lelaki di sana. Dan di antara 3 lelaki tersebut, Jisoo adalah perempuan satu-satunya. Tidak masalah jika mereka hanya berbincang ringan. Masalahnya adalah...

"Oh astaga... Kenapa kulitmu bisa semulus ini? Apa kamu mandi dengan air susu setiap hari?"

Belum sempat Seungcheol menyelesaikan gombalan sambil mengelus punggung tangan Jisoo, tangan itu sudah beralih ke Jun. Tidak mau kalah. "Aku kira bidadari itu hanya makhluk mitos. Setelah melihatmu, barulah aku percaya kalau bidadari itu benar-benar ada."

Perhatian Seokmin tertuju pada satu titik. Pipi Jisoo. Berubah warna menjadi merah. Entah merah itu diakibatkan oleh rayuan Jun, atau memang sengaja Jisoo mengenakan blush-on hari ini. Tangan Seokmin mengepal. Siap melabrak.

Lagi-lagi tangan Jisoo berpindah tempat. Kini giliran Soonyoung yang mengambil alih. "Biar kutebak. Kamu pasti..."

"Pasti apa?" Seokmin menyela. Bersedekap. Menatap ketiga sahabatnya itu dengan tajam. Sudah seperti kuda pacu yang siap bertarung. Menepis tangan Soonyoung agar berhenti memegang tangan Jisoo. Menarik gadis itu ke belakangnya. "Tumben sekali kalian mampir ke rumahku pagi-pagi. Ada apa?"

Jun meringis. Berusaha menenangkan Seokmin dengan cara merangkulnya. "Ei... Seok, jangan seperti itu... Kita kan saha..."

"Sahabat? Iya, aku tahu. Makanya aku tanya. Tumben sekali kalian datang pagi-pagi seperti ini. Tidak memanggilku pula. Sebelumnya tidak pernah. Kalian datang ke sini untuk mendatangi sahabatmu ini, atau menebar gombalan, hng?"

Berbeda halnya dengan Seungcheol dan Jun yang menunjukkan sedikit kepanikan karena telah tertangkap basah menggoda perempuan lain padahal sudah memiliki pasangan, Soonyoung malah memanfaatkan kedatangan Seokmin sebaik mungkin. Membisiki pelan. "Kamu punya teman perempuan secantik ini kenapa tidak bilang-bilang? Coba kenalkan denganku. Siapa tahu kami berjodoh," ujar Soonyoung, menaikkan alisnya beberapa kali.

The Princess Without A Palace (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang