Pintu ruangan Hansol diketuk sebanyak 3 kali. Setelah dipersilakan masuk, barulah Seungkwan berani membuka dan masuk ke dalam. Membungkuk sebelum menjelaskan maksud dari kedatangannya. Mengenakan high heels putih, rok hitam sebatas lutut. Gadis itu nampak sedikit canggung karena sebelumnya terbiasa dengan celana panjang berbahan kain. "Ini berkas yang kemarin Bapak minta. Tadi Yuhwan sendiri yang mengantar, tapi Bapak sedang rapat. Jadi berkas ini dititipkan ke saya."
"Seungkwan-ah," Hansol memasukkan pulpennya ke dalam saku kemeja. Kini fokus lelaki berambut pirang itu tertuju sepenuhnya ke Seungkwan. Bersandar di kursi kebanggaannya. Menatap Seungkwan tajam. Seperti seorang atasan yang marah, karena bawahannya telah melakukan kesalahan. Akan tetapi, reaksi itu ditunjukkan hanya dalam beberapa saat. Karena setelahnya Hansol malah terkekeh geli melihat respon Seungkwan. Jelas khawatir Hansol marahi. "Bukankah aku sudah memintamu agar berhenti memanggilku Bapak? Cukup panggil nama saja. Ayolah... Umur kita tidak berbeda jauh. Apa aku terlihat seperti bapak-bapak? Aku bukan bapakmu. Aku tidak pernah menikah dengan ibumu."
"Bukan seperti itu..." Seungkwan meringis. "Mungkin di luar kantor saya akan menyapa Bapak dengan nama. Tapi kalau di kantor tidak bisa. Biar bagaimanapun juga Bapak adalah atasan saya. Akan terdengar tidak sopan kalau..."
"Baiklah... Kamu menang. Sini berkasnya." Menyambut, memeriksa sekilas. Hansol malah lebih memilih untuk menyingkirkannya dengan diletakkan di sisi kanan terujung. Fokus lagi ke Seungkwan. Melirik pintu yang terbuka. Beranjak mendatangi. Menutup pintu. "Kita bicara dulu sebentar," ujar Hansol. Sembari mendatangi sofa yang terdapat dalam ruangannya. Mempersilakan Seungkwan agar turut duduk di sana.
Kalau ditanya apa alasan Hansol menutup pintu, tentu saja jawabannya adalah privasi. Karena memang obrolan mereka kali ini akan berubah arah. Dari membahas pekerjaan, berbalik ke masalah perasaan. Bukan berarti acara pertemuan mereka saat makan siang beberapa hari lalu masih belum cukup. Hanya saja... Entahlah. Hansol membutuhkan lebih banyak pencerahan. Karena memang ia memiliki pengalaman cinta yang sangat minim. Hanya pernah berpacaran sewaktu SMA, lalu putus. Jatuh cinta kepada Jisoo. Perasaan itu berhasil dipertahankan hingga bertahun-tahun lamanya meski mereka berdua telah terpisah jauh.
"Ada yang bilang, kalau seseorang berada di antara dua orang, pilihlah orang yang kedua. Jadi aku akan memilih yang kedua," kata Seungkwan, usai ditanya bagaimana jika ia berada di posisi Jisoo. Terjebak di antara Hansol dan Seokmin.
"Kenapa?" Tentu Hansol sedikit tidak terima mendengarnya. Pilih yang kedua. Itu artinya Seungkwan lebih memilih Seokmin. Meninggalkan Hansol. Apakah kedatangannya di Korea akan berakhir sia-sia?
"Sebelum saya menjawab, apa Bapak sudah yakin kalau Jisoo benar-benar sudah jatuh cinta kepada Seokmin?"
Hansol kembali mengintrupsi. "Pertama, bicaramu jangan terlalu formal. Kita sedang membahas masalah pribadi, bukan pekerjaan. Lagipula pintu sudah tertutup rapat. Tidak akan ada yang bisa mendengar pembicaraan kita. Kedua, ya. Aku yakin. Tadi malam aku dan Jisoo berkencan. Semua barang yang kami temukan di pasar malam selalu mengingatkannya dengan Seokmin. Sendal jepit, bunga, telur dadar, sepatu boots, minuman botol, huh! Pokoknya semua barang. Aku pusing. Aku emosi. Rasanya kepalaku hampir meledak karena cemburu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika kami menikah nanti. Bisa-bisa saat seks pun dia akan membahas tentang Seokmin."
Seungkwan tergelak mendengarnya. Geleng-geleng kepala. Hansol sungguh berapi-api saat bercerita. Jelas menampakkan kecemburuan. "Oke... Jika berada di posisi Jisoo, aku memilih Seokmin. Karena secara logika, kalau kita benar-benar mencintai orang yang pertama, kita tidak akan pernah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya."
Hansol terdiam lama. Jawaban Seungkwan terlalu menyakitkan. Tapi harus diakui bahwa jawaban itu sangat masuk akal. Kalau Jisoo benar-benar mencintainya, bagaimana pun Seokmin berusaha menggoda, Jisoo tidak akan pernah bisa berpaling. Kenyataan ini membuat kepala Hansol pusing. Memejamkan mata beberapa saat. Tersandar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Without A Palace (✓)
Fanfiction[SEOKSOO GS Fanfiction] 2 bulan, bukan waktu yang lama. Bagi kedua orangtua Jisoo, 2 bulan adalah penentuan masa depan putri semata wayang mereka. Sedangkan bagi Jisoo, 2 bulan adalah masa-masa penyesuaian diri dalam kehidupan baru. Bukan berarti pa...