BAB 1 SYAHRU ROMADHOON

631 147 43
                                    

“syaru romadhoon”
Menggema,
Membius para telinga yang mendengar
Kepalaku tertunduk
Air jatuh dari sudut mataku
Bibirku tersenyum
Hatiku menangis haru

“syaru romadhoon”
Menggema,
Kini hanya di rasioku
Aku terhipnotis hebat
Oleh pelantun yang tak ku kenal
Yang tak ku lihat

“syaru romadhoon”
Aku takluk olehmu
Karena lantunanmu yang indah
Maaf aku salah mencintai

Bumi
1 Ramadhan 1441

Audzubillah himinas syaiton nirojim
Bissmillahir-rohmaanir-rahiim
Yaa ayyuhallaziina aamanuu kutiba’alaikumush-shiyaamu kamaa kutiba’alallaziina ming qoblikum la’allakum tattaquun (183)

Ayyamam ma’duudaat fa mang kaana mingkum mariidhon au’alaa safarin fa’iddatum min ayyaamin ukhor, wa’alallaziina yuthiiquunahuu fidyatun tho’aamu miskiin, fa man tathowwa’a khoiron fa huwa khoirul lah, wa an tashuumuu khoirul lakum ing kuntum ta’lamuun (184)

Syaru romandhoonallaziii unzila fiihil-qur’aanu hudal lin-naasi wabayyinaatim minal-hudaa wal-furqoon, fa man syahida mingkumusy-syahro falyashum-h, wa mang kaana mariidhon au’alaa safarin fa’iddatum min ayyamin ukhor, yuriidullohu bikumul-yusro wa laa yuriidu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullohu ‘alaa maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun(185)

Wa izaa sa’alaka ‘ibaadii ‘annii fa innii qoriib, ujibu da’watad-daa’i izaa da’aani falyastajibuu lii walyu’minuu bil la’allahum yasyuduun (186)

Uhilla lakum lailatash-shiyaamir-rofasu ilaa nisaaa’ikum, hunna libaasul lakum wa antum libaasul lahunn, ‘alimallohu annakum kuntum takhtaanuuna anfusakum fa taaba’alaikum wa ‘afaa ‘amgkum, fal-aana baasyiruuhunna wabtaghuu hattaa yatabayyana lakumul-khoithul-abyadhu minal-khoithil-aswadi minal-fajr, summa atimmush-shiyaama ilal-laiil, wa laa tubaasyiruuhunna wa antum ‘aakifuuna fil-masaajid, tika huduudullohi fa laa taqrobuuhaa, kazaalika yubayyinullohu aayaatihii lin-naasi la’allahum yattaquun (187)

Wa laa ta’kuluuu amwaalakum bainakum bil-baathili wa tudluu biha ilal-hukkami lita’kuluu fariiqom min amwaalin-naasi bil-ismi wa antum ta’lamuun (188)

Shadaqallahul-adzim

“Syaru romadhoon” menggema dengan sangat merdu dari sebuah masjid ditengah desa.

“ah syaru romadhoon indah sekali”

Ungkap Aisyah lirih dalam tunduk kepalanya yang dalam, setetes air jatuh dari sudut matanya, bibirnya tersenyum, hatinya menangis haru.

Sambil menghapus bekas air mata dipipinya Aisyah mengangkat kepalanya dan berjalan menuju kerumunan wanita yang saling berjabat tangan, berpelukan dan saling meminta maaf.

“mohon maaf lahir dan batin ya”

Itu lah kalimat yang dilontarkan Aisyah pada tiap wanita yang dijabat tangannya. Setelah saling berjabat tangan dan meminta maaf  langka demi langka mulai meninggalkan masjid itu sendiri.

“akhirnya bisa tarawih pertama di kampung juga”

Aisyah sangat bersyukur karna kesibukannya kuliah baru kali ini dia bisa merasakan tarawih pertama di kampung halamannya semejak dia mulai kuliah dua tahun lalu.

Aisyah Rahman atau biasa disapa Aisyah adalah seorang wanita yang berusia 21 tahun dan mahasiswi semester 4, anak tunggal dari keluarga yang cukup sederhana.
Ayahnya hanyalah seorang petani sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tapi setidaknya uang penghasilan orang tuanya cukup untuk membiayai kuliahnya.

Sambil menikmati perjalanan dan memandangi bintang-bintang Aisyah terbesit oleh lantunan “syaru romadhoon” tadi dimasjid.

“wah alangkah indahnya lantunan tadi, siapa yah pelantun indah itu?”

Aisyah mulai penasaran oleh pelantun “syaru romandhoon” tadi bagaimana mungkin pelantun itu sudah membuat Aisyah memikirkannya terus-menerus, sekejab Aisyah tersadar dari lamunannya sesegar mungkin dia menghilangkan pikirannya tadi lalu mempercepat langkahnya.

“assalamualaikum”

Ungkap Aisyah saat berada tepat didepan pintu sebuah rumah panggung dengan dinding kayu dan atap nipah.

“waalaikumsalam”

Seorang wanita dengan baju daster longgar yang berusia sekitar 45 tahun menjawab salam Aisyah sambil membuka pintu. Wanita itu adalah ibu dari Aisyah namanya Fatimah.

Sambil menangis Aisyah langsung meraih tangan ibunya

“ibu maafin dosa Aisyah ya buk”

“iya Syah ibuk juga minta maaf  ya nak, sana ke bapak minta maaf”

Masih dengan berlinangan air mata Aisyah langsung meraih tangan bapaknya yang tengan duduk didepan meja makan, bapak dengan kulit gelap, otot yang kokoh meski berusia 50 tahun itu namanya Abdul Rahman.

“bapak maafin dosa Aisyah ya pak”

Bapaknya tak banyak bicara dia hanya tersenyum sambil mengganggukan kepala pada putri tercintanya.

“sudah-sudah sana pergi cuci mukamu lalu tidur ingat kau susah bangun subuh, besok kita mau sahur loh”

Teriak ibuk Aisyah pada putrinya yang memang agak sulit untuk bangun pagi apalagi bangun subuh.

“iya iya ibuk, Aisyah mau makan dulu lah buk baru tidur”

“ya ampun Aisyah, kau lihat badanmu sudah sebesar apa? Katanya mau diet? Nanti jodohmu makin jauh kalau modelmu kayak gini nak”

“ibuk Aisyah harus menerima pemberian Allah dong dikasih gendut ya syukuri aja buk, jodoh toh nanti juga bakalan datang sendiri”

Sambil menyantap habis semangkok soto Aisyah terus membela diri pada ibunya

“udah ah, udah habis juga selamat tidur ibuk”

Teriak Aisyah sambil berlari kekamarnya, badanya yang gempal dia hempaskan kekasur lalu terbaring telentang, sambil menikmati suara radio seketika dia tersentak, dan terduduk diatas tempat tidurnya, dia teringat sesuatu lagi. Segera dia beranjak dari kasurnya menuju rak bukunya, dia terduduk lalu meraih sebuah kitab berwarna merah mengkilat, itu adalah Al-Qur’an miliknya, dibukanya Al-Qur’an itu tepat di surah Al-Baqarah, dicarinya ayat 183-188, dibaca ayat itu satu demi satu dan dihayati, seketika air matanya menetes lagi.

“aku mencintaimu syaru romadhoon”
Ungkap Aisyah lirih sambil memeluk Al-Qur’annya kini dia sadar dia benar-benar mencintai “syaru romadhoon” karena pelantun tadi, lantunan itu masih terngiang jelas dipikiran dan hati Aisyah. Sambil memeluk Al-Qur’an merah itu Aisyah akhirnya tertidur.

Tepat pukul satu malam Aisyah yang seorang petidur untuk pertama kalinya terjaga dari tidurnya bukan karena lapar atau ingin buang air kecil, dia terbangun dengan sendirinya, dilirik jam ditangannya lalu dengan langka melas dia menuju kamar mandi, untuk pertama kalinya juga Aisyah berwudhu jam satu malam, setelah berwuduh dibentang sajadah dan dipasang mukenahnya, inilah saat pertama Aisyah mendirikan sholat malam.

“syaru romadhoon sepertinya aku benar-benar takluk oleh pelantunmu, ampuni hamba ya Allah tak pantas hamba mencintai ciptaanmu”

Itu doa yang disampaikan Aisyah dengan sangat lirih sambil meneteskan air mata, Aisyah terus mengulang kembali syaru romandhoon dan membacanya dengan sangat khusuk hingga waktu sahur.

DIBALIK HIJAB MASJID (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang