BAB 22 KATA TETANGGA

112 46 5
                                    

Harapku
Ini bukanlah dusta
Namun jujur
Yang menjanjikan sempurna

Harapku
Mereka
Tak khilaf ucap
Aku
Tak salah dengar

Akan kutunggu
Bahkan akan kusambut
Dengan pintu terbuka
Maka datanglah
Sebelum gelap
Bumi
22 Ramadhan 1441

Aisyah tiba dirumahnya dilihat Ibuk tengah duduk bersama seorang ibu-ibu yang kira-kira seumuran dengan ibuk Imah

“Assalamualaikum”

Ucap Aisyah memotong obrolan kedua wanita yang berumur sama-sama hampir berkepala lima itu

“Waalaikumsalam”

Ibuk Imah dan ibu disampingnya menjawab bersamaan salam Aisyah

“Kamu Aisyah kan?”

Tanya perempuan yang duduk disamping ibuk Imah

“Iya buk saya Aisyah”

Aisyah menjawab dengan melemparkan senyumnya pada perempuan itu

“Walah walah udah segede ini kamu ya”

Perempuan yang mukanya tak asing dimata Aisyah itu berlagak seolah-olah lama tak bertemu dengan Aisyah padahal mereka sering berpapasan dan Aisyah selalu menyapanya

“Iya buk”

Aisyah menjawab seadanya dengan senyum yang sengaja dia buat agar tetangganya itu tidak tersinggung dengan jawaban Aisyah.

Semua orang tahu dengan perempuan yang sudah hampir berkepala lima itu dia adalah ibuk Wita yang tinggal dirumah tepat disamping rumah Aisyah merupakan ibuk gosip yang paling terkenal, segudang info kampung itu dia tahu semua dari tahun ketahun bahkan peristiwa terbaru juga dialah orang pertama yang akan mengetahuinya

“Eh Aisyah kamu hebat ya”

Ucapan seolah-olah memuji itu terlontar dari mulut ibuk Wita dengan gayanya yang seketika mengecilkan volume suaranya

“Hebat kenapa buk?”

Aisyah menjawab dengan penuh tanya pada ibuk itu

“Loh kamu belum tahu ya kamu mau di...........”

“Eh nggak ada apa-apa kok Syah kamu masuk sana”

Ucapan buk Imah kepada putrinya memotong kalimat yang hendak disampaikan oleh ibuk Wita kepada Aisyah

“Ah iya buk, Aisyah masuk dulu ya”

Aisyah berlalu meninggalkan dua perempuan yang sedang duduk diteras rumahnya, Aisyah mengerti maksud dari ibuknya itu baik ibuknya tak ingin Aisyah terjebak dengan omong kosong ibuk Wita, namun rasa penasaran Aisyah mulai muncul akan kalimat buk Wita yang tadi terpotong, dari balik dinding Aisyah berusaha menguping percakapan ibuknya dan tetangganya itu, namun hasilnya nihil Aisyah tak dapat mendengar sedikitpun obrolan dari luar rumahnhya.

Sepeninggalan ibuk Wita, Aisyah langsung keluar menghampiri ibuknya

“Ibuk ngobrol apa sih sama buk Wita?”

Aisyah bertanya pada ibuknya dengan tatapan penuh harap akan mendapat jawaban yang dia inginkan

“Alah kamu nih Syah ibuk juga nggak ngerti yang diomongi sama buk Wita, nggak ada yang masuk sama ibuk, ngapain coba kamu nanyain itu”

Ibuk Imah berlalu meninggalkan putrinya diteras rumah

“Ya kan Aisyah penasaran aja buk”

Aisyah menyusul langkah ibuknya yang menuju kedapur

“Apanya yang bikin penasaran sih?, orang kamu tahu sendiri kan Syah, omongan ibuk Wita itu sembilan puluh sembilan persen salah dan benernya cuma satu persen aja”

Ibuk Imah terus mengelak untuk tidak menjawab pertanyaan putrinya itu

“Siapa tahu kan yang tadi itu ternyata satu persennya buk”

Aisyah menjawab lagi dengan harapan penuh agar kali itu dia berhasil membujuk ibuknya untuk memberikan jawaban yang tepat

“Kamu ini yah sana ambil wortel dan potong-potong sana, mending kamu bantuin ibuk masak daripada nanya yang nggak jelas”

Kali ini Aisyah tak bisa melawan dia hanya bisa menuruti kalimat yang diutarakan ibuknya

“Iya buk”

***

Aisyah tengah menikmati sore sambil menyiram bunga yang tumbuh subur dihalamannya rumahnya, dari jauh terlihat ibuk Wita berjalan mendekati sosok Aisyah

“Assalamualaikum Aisyah”

Dengan senyum ibuk Wita menyapa Aisyah yang tengah sibuk dengan bunga-bungannya

“Waalaikumsalam, buk Wita”

Aisyah membalas senyum dari tetangganya itu

“Eh Aisyah kamu beruntung banget ya”

Ucap ibuk Wita dengan sedikit menyenggol tangan Aisyah yang tengah memegang centong berwarna merah

“Beruntung kenapa buk?”

Aisyah bertanya dengan raut wajah penuh rasa penasaran

“Walah-walah kamu belum tahu toh, kamu kan mau dilamar sama pak Ahyar untuk keponakannya yang tampan itu loh”

Ibuk Wita menjawab dengan antusias dengan kedipan matanya diakhir kalimat

“Seriusan buk?”

Aisyah sontak kaget mendengar kalimat dari tetangganya itu yang sama persis dengan yang dia dengar ditoko pangsit AR kemarin sore

“Seriusan loh, beruntung kan kamu yang jelek, badannya gempal mau dilamar sama keponakan pak Ahyar yang sempurna itu”

Ibuk Wita menjawab dengan santai walau kalimat itu agak kurang enak didengar namun Aisyah memaklumin saja

“Oh iya emang ibuk tahu keponakan pak Ahyar itu siapa?”

Aisyah mulai memanfaatkan ibuk Wita sebagai sumber informasi

“Ya tahu lah Syah itu si Rahman pemuda Masjid yang kalau baca Al-Qur’an enak banget dengarnya, kabarnya dia juga sudah lulusan S2, kan sempurna buat kamu yang biasa-biasa aja Syah”

Kalimat yang dilontarkan ibuk Wita sontak membuat Aisyah kegirangan bagaimana tidak tentu dia sudah sangat tahu dengan nama Rahman itu, seorang pemuda yang sudah menjadi idolanya meski Aisyah belum punya bukti bahwa Rahman adalah pemilik suara merdu namun Aisyah tetap terpaut pada Rahman

“Loh kok diam Syah?”

Ibuk Wita membuyarkan lamunan Aisyah

“Oh nggak kok buk makasih ya infonya”

“Iya semoga kalian jadi benerannya, yah biarpun nggak cocok, sebagai tetangga ibuk tetap mendukung kok”

Buk Wita mengucapkan itu sambil sedikit berlari kearah ibuk-ibuk yang sedang berkumpul disebuah teras rumah, meninggalkan Aisyah yang terdiam menikmati senyumnya sendiri.

DIBALIK HIJAB MASJID (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang