III

463 33 3
                                    



"Pemuda itu ternyata pelanggan di tempat kerjaku. Aku ingat sekali dia yang terakhir keluar sebelum cafe tutup."

"Lalu..." Ryeowook masih bersikap acuh.

"Hankyung akan segera pulang, aku bisa mati jika dia tau aku membawa pria lain kesini." kata Heechul di akhiri dengan nada pasrah.

"Kau sudah gila?!" Akhirnya ekspresi lain terpasang di wajah Ryeowook.

Kemudian Heechul menujuk pada pemuda yang tengah teler di sofa ruang tengah.

"Kumohon Wook, kau bisa menempatkannya di apartementmu dulu kan? Kasian dia orang yang mabuk dan terluka." Heechul menggencarkan gaya memelasnya. Namun, Ryeowook tampak tidak terima.

"Bagaimana bisa eonni melimpahkan masalah ini padaku?! Lagipula dia itu bukan barang, dia itu pria mabuk. MABUK. Bagaimana kalau ternyata dia ini penjahat? Makanya tadi di pukuli." Ryeowook terus mengomel.

"Aku yakin dia ini bukan penjahat Wook, lihat saja penampilannya yang rapi. Ku mohon..."

Suara pintu pun terbuka, tampak Hankyung, suami dari Kim Heechul yang sedang mengemis bantuannya. Tatapan memelasnya terus di pancarkan agar hati Ryeowook luluh.

"Oh ada Ryeowook juga. Habis pesta kah?" tanya Hankyung yang masih membawa tas. Ia bekerja di pelayaran dan jadwalnya tidak menentu. Makanya mungkin awalnya Heechul tidak menyangka suaminya akan pulang lebih awal.

"Iya, kami habis minum tadi." akting yang bagus untuk seorang Kim Heechul, ia juga memaksa Ryeowook untuk mengiyakan lewat tatapan mata.

"Wah sayang sekali aku tidak ikut tadi."

Hankyung terlihat bingung dengan seorang pemuda yang tampak teler di sofa dan seperti minta penjelasan pada istrinya.

"Itu teman kencan Ryeowook. Tadi ikut juga dengan kami dan dia yang paling banyak minum. Iya kan wook?" Heechul menjelaskan dengan sangat baik di akhiri dengan tawa palsunya.

Tatapan terus mengintimidasi gadis bertubuh pendek yang hanya menatap bingung.

"Hahaha iya. Baiklah kalau begitu, aku akan MEMBAWANYA ke apartementku." kata Ryeowook dengan sedikit penekanan dan sesekali menatap sinis Heechul.

Akhirnya susah payah ia membopong pemuda itu menuju apartementnya. Tinggi dan bobotnya seperti dua kali dari tubuhnya. Dalam hati ia terus menggerutu karena harus di libatkan dalam penyelamatan orang asing.

Setelah sampai Ryeowook membanting tubuh itu begitu saja di sofa. Ia mengatur napas sejenak karena kelelahan telah membopong orang asing itu.

"Sungguh menyusahkan!" teriaknya.

Pemuda itu tak bergeming dan sekarang malah terlihat sedang tidur pulas. Ryeowook pun menyadari dirinya yang sudah seperti orang gila karena bicara seorang diri. Matanya tertuju pada luka yang ada di sudut bibir dan bagian wajah lainnya.

"Baiklah, anggap ini tugas kemanusiaan." kata Ryeowook.

Ia mengambil kotak obat dan baskom berisi air hangat untuk mengobati luka-luka itu. Sekilas ia tampak tidak asing dengan pemuda itu. Ia terus mengingat namun pada akhirnya mengambil kesimpulan 'mungkin salah satu dari penonton di bioskop yang sering datang'.

Beberapa luka sudah di plester dan ia melenggang ke lemari untuk mengambil selimut. Malam ini cukup dingin, jadi ia rasa pemuda itu akan membutuhkannya.

"Oke, tugasku sudah selesai. Sekarang waktunya tidur."

* * *

Alarm mejanya berbunyi nyaring, memaksa Ryeowook bangun karena banyak hal yang ingin di lakukannya saat libur. Ya, bekerja di bioskop membuatnya harus libur pada hari kerja bukan akhir pekan. Ia memeriksa daftar kegiatan yang ingin di lakukan. Tapi....

The Palace (Love and Revenge)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang