Setelah kepergian Arsen dan kedua temannya dari kantin, aku merasa sedikit lega. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan cowok setengah gila. Raut wajah Fika terlihat sinis padaku, kupikir dia cemburu tadi.
"Fik, makan tuh coklatnya," ujarku menyuruh Fika mengambil coklat pemberian Arsen.
Kedua netra Fika berbinar, raut wajah yang tadinya masam kembali berganti ceria. Aku heran dengannya, mengapa ia begitu tertarik pada Arsen. Padahal, cowok itu bucin tingkat akut.
"Makasih, Nadhifa!" Senyum Fika merekah, digenggamnya coklat itu erat-erat.
Aku mengangguk. Setelah hampir setengah jam kami duduk, akhirnya aku mengajak Zahwa dan yang lainnya untuk masuk kelas. Posisi kantin sekolahku berada didepan gedung. Jadi, setelah memasuki gerbang, pemandangan pertama yang disuguhkan adalah kantin. Baru setelahnya, koridor dan lapangan.
Aku sedikit panik ketika akan memasuki kelas. Kupikir sudah Ada guru mata pelajaran, ternyata kelas masih sepi. Aku juga tak menangkap sosok Gara dibangkunya, yang kulihat hanya Sandi, teman sebangku Gara.
Sandi menghampiriku dan Zahwa yang masih berdiri dikoridor depan kelas.
"Eh, Nadhifa. Kok, lo bisa sama Zahwa? Kalian saling kenal?" tanya Sandi.
"Kenal lah, dia temen gue di SMP," balasku.
"Lah, lo ngapain disini?" sahut Zahwa.
"Sekolah lah, yakali mulung." Sandi terkekeh.
Aku bingung, mengapa mereka saling mengenal. Sandi menjelaskan, kalau Zahwa dulu adalah teman SD nya. Mereka berpisah saat SMP, dan sekarang dipertemukan lagi digedung yang sama. Dunia memang sempit sekali, ya.
Aku mengangguk tanda mengerti, setelah berbincang cukup lama, Sandi mengajak kami berdua untuk ikut kedalam Perpus. Awalnya aku menolak karena sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai.
"Belum ada guru ini, santai aja, lagian perpusnya sebelahan sama kelas kita." Sandi beranjak masuk keruang Perpus.
Oh iya, aku baru sadar kalau ruang Perpusnya ada disamping kelasku. Bodoh sekali aku ini. Zahwa tertawa melihat kelemotanku. Mau bagaimana lagi? Aku kan belum hapal ruangan-ruangan disekolah ini. Lagi pula aku malas keliling gedung. Lebih baik tidur dikelas, itu sudah lebih dari cukup saat menikmati jamkos.
Akhirnya, aku dan Zahwa sepakat untuk ikut ke Perpus. Langkahku terhenti didepan pintu, ketika melihat cowok berkacamata duduk dikursi sambil memainkan ponselnya. Itu Gara. Sepertinya, dia sedang bermain game online bersama Alif dan Rian.
Jantungku berdebar, aku semakin bersemangat datang ke Perpus. Walaupun sebenarnya malas. Tidak apa-apa, untuk sekedar membaca novel atau numpang ngadem. Yang penting, aku bisa dekat dengan Gara.
Aku duduk dibangku dekat pintu, yang berjarak kurang lebih, tiga meter dari Gara. Berharap cowok itu akan melirik kearahku. Nihil, ia masih fokus pada ponselnya. Aku hanya mendengus pasrah, kemudian memainkan ponsel dan bertopang dagu diatas meja.
Aku sampai lupa, jika tadi pagi, Zahwa ingin tahu siapa Gara. Berhubung dirinya ada diruangan ini, lebih baik aku kasih tau saja.
"Wa, lo mau tau gak? Siapa itu, Gara?" bisikku pada Zahwa dengan amat pelan.
"Mana?" Manik mata Zahwa melirik kesekeliling.
Aku menunjuk salah satu cowok yang duduk disamping Sandi. Zahwa ber-oh ria, dirinya mengangguk paham.
"Gimana?" tanyaku antusias.
"Ya, lumayan lah."
Saat aku tengah asyik membicarakan Gara. Alif memanggilku, dan membuat seluruh warga dalam Perpus menengok kearahnya. Untung saja, hanya ada mereka yang sedang mabar. Pengawas Perpus juga sedang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape (COMPLETED)
Teen FictionKarenamu, semua aksara ini lahir. Bagiku, cerita ini bukan lagi fatamorgana atau ilusi. Melainkan kamu, yang akan kuabadikan dalam sebuah buku. Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan. Senyummu yang menularkan bahagia. Bahk...