Kejadian satu tahun lalu membuat Fika bersikap manis padaku. Mungkin saja, cewek itu sudah berubah jadi yang lebih baik lagi. Hari ini Zahwa tidak masuk sekolah karena sakit, jadi terpaksa aku duduk sendiri.
Fika mengajakku pulang bersama hari ini, katanya dia ingin berteman dekat denganku lagi seperti dulu. Hubunganku dengan Arsen sedikit renggang karena cowok itu sedang sibuk mempersiapkan diri untuk tes kemiliteran. Jadi, dia tidak bisa mengantarku pulang hari ini.
Mungkin, aku harus menerima tawaran Fika untuk pulang bersama. Apa salahnya menerima seseorang yang mau berubah?
Fika memboncengku dengan kecepatan normal. Awalnya aku heran karena cewek itu tidak belok kearah rumahku. Dia malah mengambil jalan lurus dan menjauh dari kawasan yang ramai.
Jantungku was-was saat sampai disebuah rumah besar dan terlihat kosong. Fika bilang itu rumahnya, dan memang sangat jauh dari jalan raya. Seperti kebanyakkan difilm-film horor, tidak terurus dan kotor. Daripada semakin penasaran, lebih baik aku bertanya.
"Fik, kita ngapain kesini? Rumah gue harusnya belok dipertigaan tadi," tanyaku gemetar.
"Main kerumah gue dulu, ya? Soalnya gue gak ada temen." Fika tersenyum.
"Tapi ini udah sore, Fik. Lo gak bilang dulu kalau mau main," gumamku.
"Gue lupa. Yuk, masuk aja. Gue punya eskrim gelatto rasa matcha, lho."
"Serius?" Mataku berbinar.
Fika mengangguk dan mempersilahkanku masuk. Aku terkagum melihat isi rumah yang bisa dibilang agak kosong, padahal rumah itu sangat besar.
"Fik, lo betah sendirian dirumah?" tanyaku.
"Sebenernya gak betah, tapi mau gimana lagi? Orang tua gue sibuk kerja." Fika memasang wajah lesu.
"Sabar, ya, Fik." Aku mengusap lembut pundak Fika.
"Gak papa, duduk sini, gue mau ambilin eskrimnya buat lo." Fika pergi kedapur dan aku hanya mengacungkan jempol.
Aku duduk disofa, mataku melirik kearah tumpukkan kaset yang terpampang diatas meja. Aku mengambil beberapa kaset, mataku terbelalak saat melihat beberapa film-film sadis dan horor. Ternyata, Fika sering menonton film horor. Aku mencoba menetralkan nafasku.
Fika berjalan dari arah dapur membawa dua gelas berisi eskrim, sebelum dia melihat, buru-buru aku merapihkan kembali tumpukkan kaset itu dan menaruh ditempatnya.
"Nih, dicobain." Fika menyodorkan sebuah gelas padaku.
"Makasih," gugupku diiringi nafas memburu.
Tak terasa hujan mulai turun, lengkap dengan petir yang bergemuruh. Aku mulai merinding karena udara didalam ruangan ini cukup dingin. Mataku mulai kantuk, entah mengapa rasanya lelah sekali.
Fika izin padaku untuk mengganti baju kekamarnya, aku hanya mengangguk karena sudah ngantuk berat. Akhirnya, aku tidak sadarkan diri.
Mataku mengerjap saat cahaya merah menusuk netraku. Diruangan ini sangat gelap, hanya ada satu lilin yang menyala dimeja depanku. Aku merasa sudah cukup tidur, tapi Fika tidak ada. Kemana cewek itu?
Arlojiku menunjukkan pukul sepuluh malam, sialan. Selama itukah aku tidur? Mengapa Fika tidak membangunkanku? Bagaimana aku bisa pulang? Aku meraba sofa, mencari ponsel tapi tidak kutemukan. Aku beranjak dari sofa sambil membawa lilin yang ada diatas meja.
Berulang kali aku menyebut nama Fika. Nihil, tidak ada jawaban satu pun. Fika lupa menyalakan listrik atau memang sedang mati lampu?
Langkahku terhenti ketika menangkap sosok perempuan memakai dress putih berdiri tepat didepanku. Aku memperhatikan sosok itu dari bawah sampai keatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape (COMPLETED)
Teen FictionKarenamu, semua aksara ini lahir. Bagiku, cerita ini bukan lagi fatamorgana atau ilusi. Melainkan kamu, yang akan kuabadikan dalam sebuah buku. Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan. Senyummu yang menularkan bahagia. Bahk...