Aku tidak pernah kehilangan seseorang. Aku baru menyadari bahwa aku tidak pernah memilikinya.
Hari ini rasanya enggan untuk masuk kelas. Jujur, aku malu pada Gara. Sia-sia saja aku mengumpulkan banyak nyali jika akhirnya harus menanggung malu. Aku yakin, pasti Gara marah besar padaku. Atau mungkin, mendadak ilfeel. Bisakah aku menghilang dari muka bumi?
Langkahku terhenti ketika sampai didepan pintu kelas. Netraku menangkap dua insan yang tengah asyik bersenda gurau dibangku paling depan. Ternyata itu Gara dan Clara. Mereka terlihat begitu dekat, seperti aku dan Gara hari lalu.
Aku cemburu. Gara bahkan hanya melirikku sekilas tanpa menyapa sepatah kata pun. Sudah kuprediksi jika semua ini akan terjadi.
Ada tapi tak dianggap.
Hatiku kembali teriris, namun sebisa mungkin harus tersenyum. Bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi jika boleh jujur, aku kecewa pada Clara. Aku yakin dia pasti tahu bahwa selama ini yang dekat dengan Gara adalah aku, bukan dia. Apa dia sedang mencari kesempatan agar bisa merebut hati Gara? Teman macam apa?
Gara keluar kelas tanpa menoleh kearahku, sepertinya benar, dia sedang menjaga jarak denganku. Mataku menatap Clara tajam, memberi sebuah peringatan bahwa aku tidak menyukai adegan itu. Cewek itu pun menunduk. Sok polos.
Jam kedua adalah mata pelajaran Matematika. Bu Lesti menyuruh sekretaris kelas untuk membuat beberapa kelompok. Aku berharap bisa satu kelompok dengan Gara, tapi Tuhan berkehendak lain. Aku malah disatu kelompokkan dengan Clara. Sungguh, ini membuatu semakin malas berada dikelas.
Aku mengisi kelompok kedua bersama Clara, Ragil, Renan, dan Kesya. Aku benar-benar tidak mengerti Matematika. Aku bodoh dan aku malas untuk memahaminya. Telebih lagi jika harus bekerja sama dengan cewek sok polos itu.
"Nadhifa, kamu kerjain nomor 3 ya," pinta Clara.
"Gak mau," tandasku ketus.
"Yaudah deh, kamu pilih aja mau nomor mana."
"Kenapa bukan lo aja yang ngerjain?" tukasku sedikit membentak sampai membuat Clara bungkam.
"I--ini, aku bagi-bagi tugasnya." Clara terlihat gugup dan tidak berani menatapku.
"Lo kan pinter. Yaudah, lo aja yang ngerjain. Gue gak sudi bantuin."
Aku meninggalkan kelas kelas perasaan berkecamuk. Entah mengapa diriku bisa seemosi ini. Aku mencoba menenangkan hati dengan cuci muka diwastafel kamar mandi.
Apa gue sejelek itu, sampai Gara nolak gue? Aku bermonolog didepan kaca.
"Nad?"
Aku menoleh saat seseorang memanggilku dari arah pintu. Clara, cewek itu ternyata menyusulku.
"Ngapain lo kesini?" tanyaku sinis.
"Kamu marah, ya?"
"Gak,"
"Aku punya salah sama kamu?" tanyanya gugup.
"Lo pikir aja sendiri."
Baru saja ingin beranjak, Clara mencekat tangan kananku seraya menahanku pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape (COMPLETED)
Fiksi RemajaKarenamu, semua aksara ini lahir. Bagiku, cerita ini bukan lagi fatamorgana atau ilusi. Melainkan kamu, yang akan kuabadikan dalam sebuah buku. Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan. Senyummu yang menularkan bahagia. Bahk...