Namun tetap saja, aku harus berusaha untuk itu. Sebab untuk akhirnya, memilih kamu dan bersama denganmu aku juga masih berusaha.
Aku merebahkan diatas kasur, lagi-lagi hanya diam dikamar tanpa siapapun. Kembali aku mencerna ucapan Arsen tadi siang, sepertinya cowok itu memang benar-benar serius padaku. Aku membuka ponsel, kulihat tidak ada notifikasi seperti biasa dari Arsen. Last seen di whatsappnya juga tadi siang saat mengabariku untuk ke rooftop.
Entahlah, rasanya berbeda, tidak seperti hari-hari kemarin saat Arsen masih mengirimiku chat gajenya itu. Apakah dia ikut menjauh juga dariku? Mungkin dia enggan untuk berkomunikasi denganku lagi. Haruskah selalu seperti ini? Disaat aku mencoba untuk yakin pada seseorang, mereka selalu punya alasan untuk pergi.
Untung saja aku belum menjawab pertanyaan cowok itu. Lebih baik aku istirahat, pengaruh obat yang kuminum juga menimbulkan efek ngantuk. Aku tidak ingin memikirkan apapun.
"Kak,"
Baru saja ingin memejamkan mata, Yudis berbaring disebelahku dengan membawa ponselnya. Tatapan anak itu tidak lepas dari game yang sedang dimainkannya.
"Apa?" tanyaku datar.
"Liat deh, aku juara satu main cacing." Yudis menunjukkan ponselnya dengan posisi miring.
"Main cacing teros, giliran disuruh ngaji males." Aku menyeletuk dan membuat Yudis cemberut.
"Males sama Kakak!" Yudis beranjak dari tempat tidurku dan menutup pintu dengan kasar.
Aku terkekeh, memang tidak pernah akur dengan anak itu. Karena jika tidak ada pertengkaran, rasanya hambar. Terlebih lagi saat meledeknya hingga nangis atau menjahilinya. Itu akan terasa menyenangkan.
•••••
Hari ini, aku sudah membulatkan tekad untuk memberi jawaban pada Arsen. Sepertinya apa yang Zahwa bilang memang benar, aku harus menerima Arsen. Dalam artian aku bukan ingin menjadikannya pelarian, tapi hanya kembali membuka hati pada orang yang berbeda.
Aku melihat kesungguhan dimata Arsen kemarin, tatapan yang membuatku tidak sanggup untuk menolak meski hati kecilku belum siap. Tapi aku yakin, Arsen tidak sama seperti Gara. Bahkan disaat semua orang menjauh dariku, dia selalu hadir dengan topeng kebodohannya.
Saat masuk kelas, aku dibuat bingung dengan Yuma yang langsung menghampiriku. Kulihat teman-teman lainnya duduk melingkar dan Yuma menyuruhku untuk duduk ditengahnya. Zahwa yang juga baru datang langsung ikut gabung, sebelum itu, Yuma menutup pintu rapat-rapat sambil memastikan keadaan kelas aman, tidak ada siapapun termasuk murid cowok.
"Kenapa sih?" tanyaku heran.
"Lo jujur sama gue, Nad." Yuma mencengkram kedua pundakku.
"Jujur apa?" Aku masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Yuma.
"Lo ada hubungan apa sama Dito?" Yuma menatapku lekat, Zahwa yang mendengar itu langsung melongo. Sedangkan yang lain menunggu jawaban dariku.
"Hubungan apa sih? Gue gak ada apa-apa sama Dito." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
Yuma menarik nafas dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya, cewek itu seperti ingin menunjukkan sesuatu padaku. Tapi entah apa, aku bahkan tidak mengerti hubungan apa yang dimaksud oleh Yuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape (COMPLETED)
Teen FictionKarenamu, semua aksara ini lahir. Bagiku, cerita ini bukan lagi fatamorgana atau ilusi. Melainkan kamu, yang akan kuabadikan dalam sebuah buku. Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan. Senyummu yang menularkan bahagia. Bahk...