3. •Pulang bareng?•

82 21 75
                                    

Didekatmu adalah hal yang paling aku damba. Kuda besi itu menjadi saksi, bahwa aku dan kamu bukan lagi orang asing.

Rasanya sangat menyenangkan. Setelah hampir dua minggu aku satu kelas dengan Gara, kami berdua semakin akrab.

Oh, iya. Tadi malam, aku dan Gara saling berkirim pesan basa-basi. Kukira, Gara itu orangnya terlampau cuek. Tapi ternyata, Gara asyik juga. Dia bahkan menanyakan alamat rumahku. Aku senang. Terlebih lagi saat dirinya mengatakan bahwa didaerah rumahku adalah tempat tongkrongannya. Sekali lagi, dunia memang sempit.

Saat ini, aku sedang berdiri dikoridor. Bayang-bayang pesan itu membuatku ingin kembali membacanya. Aku tersenyum, begitu melihat segelintir chat dengan Gara di ponselku. Aku juga ingat kalau semalam, diriku sedikit curhat padanya.

Gara Leo

Lo jangan nangis lagi. Gak baik kalau terus-terusan larut dalam kesedihan.

Tengs ya, lo udah mau dengerin curhat gue yang g penting ini:v

Sama-sama.

Lo ternyata gak sedingin yg gue kira, Gar

Mau dingin atau gak. Penilaian tiap orang emang beda-beda.

Ternyata temenan sama lo, asik juga ya😂
*Read*

Kedua sudut bibirku terangkat hingga membentuk senyum tipis. Aku tak menyangka, jika Gara akan peduli padaku. Aku semakin kagum padanya. Tidak-tidak. Aku tidak boleh jatuh cinta pada teman sendiri. Ini hanya sebatas kagum saja.

Pandanganku masih fokus kearah lapangan. Entah apa yang dilihat, rasanya nyaman saja bertumpu pada dinding koridor.

"San, ini nih yang rumahnya deket sama tongkrongan."

Suara berat nan nyaring itu melintas ditelingaku. Mataku membulat, ketika puncak kepalaku diacak dengan gemas oleh seseorang. Setelah kulihat, ternyata sang empu adalah Gara. Gugup, jantungku berdegup tak karuan. Aku mengumpat dalam hati, merutuki diriku yang mendadak terbang ini.

"Anjay, satu kampung ya, kelen?" tanya Sandi diiringi suara tepuk tangan.

"Iya, dong." Gara tersenyum.

Ya, Tuhan! Kedua mata Gara menyipit, ia juga memamerkan deretan gigi putihnya. Sungguh manis, rasanya tak ingin berpaling dari pemandangan seindah ini.

Aku tersenyum tipis. Grogi. Takut salah tingkah nantinya. Untung saja, Gara segera pergi. Jadi, hanya menyisakan aku dengan Sandi dikoridor. Kedua alis Sandi bertautan, ia melontarkan tatapan tajam kearahku.

"Gue lihat, semakin hari, lo sama Gara semakin deket. Kalian pacaran?"

Pertanyaan Sandi barusan cukup membuatku tertegun. Pacaran? Baru juga satu minggu aku mengenalnya, mana mungkin Gara menjadi pacarku dalam waktu singkat seperti itu. Dengan cepat, aku mengelak tuduhan tersebut.

"Gara belum pernah pacaran dari embrio. Kalau lo mau tau, dia adalah jomblo paling akut, beda jauh sama gue yang suka gonta-ganti cewe perbulannya." Sandi menyilangkan kedua lengannya didada.

Aku meneguk ludah setelah mendengar penuturan darinya. Jadi, Gara belum pernah berpacaran dengan cewek manapun? Apakah Gara memang anti perempuan, atau dia itu, gay?

Sweet Escape (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang