Hari ini Arsen berangkat ke Bandung untuk ikut tes kemiliteran. Sebenarnya aku was-was jika memiliki pacar seorang Abdi negara. Yang aku takutkan adalah perang. Bagaimana jika Arsen mengalami sesuatu yang tidak di inginkan? Dia juga akan jarang pulang, aku pasti akan sulit berkomunikasi dengannya.
Aku meyakinkan diri kalau semua akan baik-baik saja, Arsen pasti segera pulang. Aku harus bisa menahan rindu seberat apapun nantinya.
Saat sampai dibandara, Arsen berpamitan kepada orang tuanya. Aku membendung air mata agar tidak jatuh saat itu juga. Khawatir membuat cowok itu semakin berat meninggalkanku.
"Jaga diri kamu baik-baik, ya." Ibunda Arsen mengecup kening putra sulungnya.
"Aku pamit, Mah, Pah." Arsen mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Semangat belajarnya, ya. Nak," balas Ayahanda Arsen sambil menepuk pundak cowok itu.
Aku menghampiri Arsen dan memeluk cowok itu dengan erat, menyalurkan energi tidak rela atas perpisahan ini. Bagaimana aku akan menjalani hari-hariku tanpa kehadirannya nanti?
"Arsen jangan pergi, aku gak mau ditinggal." Air mataku jatuh juga setelah mati-matian kubendung.
"Jangan nangis, aku pasti pulang. Kamu kan udah janji gak akan sedih." Arsen mengusap air mata dipipiku.
"Aku gak mau sendiri, aku takut." Tangisku semakin menjadi.
"Kamu gak sendiri, ada Zahwa sama Arkan. Nanti kalau ada waktu, aku pasti hubungin kamu."
"Arsen jangan tinggalin aku," gumamku sambil mengeratkan pelukkan Arsen.
"Sayang, dengerin aku. Aku gak akan lama, cuman sebentar disana. Kalau pulang, aku bakal temuin kamu. Kamu percaya, kan?" Arsen melepas dekapanku dan menangkup pipiku.
"Janji harus temuin aku?" Aku mengacungkan kelingkingku.
"Janji, sayang." Arsen mengaitkan kelingkingnya di jariku.
Mengapa rasanya begitu sesak? Aku tidak pernah menginginkan perpisahan ini. Aku hanya menginginkan Arsen untuk selalu ada disisiku.
"Gue pamit, ya. Tolong jagain Nadhifa baik-baik," pinta Arsen pada Arkan.
"Kalem," balas Arkan menepuk pundak Arsen.
"Sukses, ya, Sen." Zahwa memberi support.
"Makasih, Wa. Jagain Dipa, ya."
"Tenang, dia aman sama gue."
Kedua temanku itu memang setia menemani kemana pun aku pergi. Dimana ada Zahwa, pasti ada Arkan. Setelah berpamitan, Arsen segera masuk kedalam ruang keberangkatan. Namun sebelum itu, aku kembali menarik tubuh kekar miliknya. Sekali lagi, pelukkan terakhir sebelum dia benar-benar pergi.
"Cepet pulang, aku kangen." Aku kembali terisak.
"Belum pergi udah kangen. Tenang sayang, aku pasti pulang. Kamu sabar, ya." Arsen mencium puncak kepalaku.
"I love you," ucapku lirih.
"I love you too, sayang." Arsen mengecup keningku.
Setelah cukup puas memeluk dirinya, aku menghentikan tangisan cengeng ini. Tidak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan. Khawatir Arsen tidak fokus disana nanti.
"Aku pamit, ya." Arsen beranjak meninggalkanku. Lambaian itu, rasanya seperti perpisahan terakhir dalam hidupku.
"Arsen,"
Aku tersungkur dilantai saat bayangan cowok itu sudah menghilang dari pandanganku. Sakit sekali rasanya menerima perpisahan ini. Entah berapa lama aku harus menanti kekasihku kembali. Semoga Tuhan senantiasa menjaganya.
"Jangan sedih, Tante yakin, Arsen pasti segera pulang kesini." Ibunda Arsen mengusap pundakku dengan lembut. Sebelumnya aku juga sudah lumayan dekat dengan beliau.
"Lama, ya. Tante?" isakku.
"Sebentar," Ibu keduaku itu tersenyum sambil mengusap lembut puncak kepalaku.
"Ayo pulang," ajak Ibu Arsen.
"Dipa pulang sama Zahwa, Tante."
"Yaudah, hati-hati, ya. Tante pulang duluan kalau gitu."
"Iya, Tante."
Perempuan paruh baya itu membantuku untuk bangkit, kemudian memelukku sebelum akhirnya pergi dari Bandara. Kini, Zahwa memelukku. Ia berusaha untuk menghilangkan kesedihan yang membekas. Mungkin jika tidak ada mereka, aku pasti sudah kesepian.
•••••
Aku merebahkan diri diatas kasur, mengetik beberapa rangkain kata di laptop milikku.
Kamu bebas melangkah saja, kamu bebas berkelana kemana pun inginmu.
Aku membebaskanmu sebagaimana kau beri percaya padaku.Nanti kita sama-sama akan pulang, pada pundak yang serupa. Pada rebah yang serupa, pada senyum yang diinginkan.
Bila bukan sekarang saatnya, semoga waktu itu akan tiba. Semoga ia akan nyata, dan semoga tetap kamu orangnya.
Mungkin bila nanti bertemu lagi, tak akan ada yang berubah.
Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan, senyummu yang menularkan bahagia. Bahkan mungkin, aroma tubuhmu yang hingga detik ini kuhapal.
Mungkin bila nanti bertemu lagi, akan ada banyak hal yang kembali terulang.
Kebiasaan untuk duduk bersama ditempat-tempat langganan yang biasa disinggahi. Kebiasaan memesan menu yang sama. Aku yakin itu akan segera tiba.Karena,
Satu-satunya yang membuatmu berbeda dari mereka-mereka yang pernah singgah adalah kenanganmu. Kenangan yang kemudian aku simpan dalam kalimat hingga menjadi sebuah buku.
"Sayang, udah dong jangan sedih terus. Nanti juga Arsen pulang." Mama masuk kekamarku dan memelukku dari samping.
"Iya, Ma." Tanganku membalas pelukkan Mama.
"Yaudah, sekarang tidur, ya. Jangan begadang, inget kata Arsen." Mama menoel hidungku dengan manja.
"Iya, Ma," anggukku.
Mama melenggang keluar kamar begitu saja. Aku menutup laptop kemudian membuka ponsel dan melihat foto-fotoku dengan Arsen. Rindu yang terus mengalir, entah bagaimana cara menghilangkannya tanpa sebuah pertemuan?
Aku kangen kamu, Arsen.
Aku tersenyum tipis, tanpa sadar air mata mulai mengalir dipipiku.
Kita akan bertemu lagi, kan? Secepatnya.
-TAMAT-
Yeay, akhirnya tamat juga!
Gimana endingnya? Memuaskan atau tidak? Aku harap kalian suka♥️
Terimakasih untuk segala dukungannya, aku cinta kalian🤗♥️ Gak bisa berkata-kata lagi.
Btw, kalian Tim mana nih?
1. Arsen Nadhifa.
2. Arkan Zahwa.Jangan lupa krisar dikolom komentar ya.
Nopita,
11. 59 PM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape (COMPLETED)
Teen FictionKarenamu, semua aksara ini lahir. Bagiku, cerita ini bukan lagi fatamorgana atau ilusi. Melainkan kamu, yang akan kuabadikan dalam sebuah buku. Yang kuingat, masih akan tetap ada. Binar matamu yang menenangkan. Senyummu yang menularkan bahagia. Bahk...