(12) Duxa, antara Gelap dan Cahaya

333 34 2
                                    

Ketika mendengar ayahnya terbatuk-batuk, "Ayah, istirahat dulu! Biar aku saja yang menanam benih jagung ini." Seorang pemuda kurus berumur 17 tahun, bernama Duxa, pun melanjutkan pekerjaannya di kebun dan ladang seorang diri.

Ketika bola gas raksasa sedang berada tepat di ujung kepala, seorang adik kecil mengantarkan serantang makanan untuk mereka. "Makasih yah, Orb," ucap Duxa mengelap keringat.

Duxa, Orb, dan ayahnya pulang sebelum gelap datang melahap daratan. Di pintu desa, ia melihat gadis sebayanya sedang kesusahan mencari sesuatu, gadis itu bernama Lida, teman masa kecilnya.

"Orb! Kau kemanakan ayam-ayamku?!?" tanya Lida dengan nada tinggi ketika melihat adik Duxa.

Orb malah bergegas pergi dengan wajah cengingisan. Sama sekali tidak merasa bersalah, karena telah jahil, membuat ayam-ayam Lida kabur entah kemana.

"Lida, maafkan adikku. Dia memang nakal. Sebagai gantinya, aku akan membantu mencari ayam-ayammu," ucap Duxa merasa bersalah.

Lida tersenyum tipis serta berkata, "Ah, bukan masalah. Ayam-ayamku kadang pulang sebelum gelap."

Setelah bersusah payah mencari, ternyata gerombolan ayamnya berada di halaman rumah Duxa.

"Lida, sebagai permintaan maafku, boleh aku mengajakmu makan di rumah? Pasti ibu sudah membuat sup bebek." Duxa mengendus-ngendus. "Tuh, aromanya tercium sampai sini."

Tanpa pikir panjang, Lida mengiyahkan ajakan dari Duxa. Anggukannya itu sebenarnya bukan jawaban dari permohonan maaf Duxa, melainkan justru momen ini telah dinanti-nanti oleh Lida.

Namun, suasana hangat itu hancur. Tatkala rombongan kerajaan datang menjemput pemuda di desanya, untuk mengikuti wajib militer. Sebelum sempat menikmati sup bebek buatan ibunya, Duxa dipaksa untuk segera ikut. Karena kerajaan mengaku tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.

Ayah, ibu, Orb, serta Lida, hanya bisa pasrah melambaikan tangan. Melapangkan kepergian Duxa, ketika dipaksa untuk duduk di gerobak kerbau, bersama pemuda lainnya yang sudah lebih dari 15 tahun.

Kisah ini, merupakan lika-liku hidup dari seorang petani muda di daerah Barat, di desa kecil bernama Teep. Tanah tempat keluarga kecil ini tinggal, adalah wilayah dari negara Ork yang diperintah oleh kerajaan bernama Ois. Di musim kemarau ini, kerajaan Ois telah mengalami kekalahan telak, setelah benteng kesembilan dari 12 Benteng yang terletak di Timur, Utara, dan Selatan hancur, akibat serangan beruntun dari kerajaan Tigeris. Keadaan darurat dan kekurangan pasukan, menyebabkan warga sipil biasa yang sudah berumur lebih dari 15 tahun, diwajibkan mengikuti wajib militer.

<><><>

Karena kerajaan tidak ingin membawa pasukan yang lemah ke garis depan, maka bagi pemuda yang berfisik lemah dan tidak memenuhi kriteria sebagai prajurit, ia akan ditempatkan di dapur, pengurus kuda, pengantar barang, dan pekerjaan pendukung lainnya. Sempat berucap syukur, karena Duxa tidak memiliki fisik kuat dan hanya ditempatkan di bagian konsumsi.

Ketika Duxa sedang menjaga pos makanan, ada dua orang prajurit sedang berbincang-bincang. "Kau tahu? Ada rumor di benteng Timur ini. Bagi para tim pendukung, jika sudah dipanggil ke sebuah laboratorium di sana." Menunjuk ke arah bangunan kubus besar dengan warna cat putih, "Ia tidak akan pernah kembali, setelah dijadikan sebagai kelinci percobaan."

"Penelitian itu juga, rumornya mempelajari energi kegelapan yang tidak terbatas. Siapapun yang lemah, akan dijadikan makanan untuk energi tersebut," tambah dari teman si prajurit.

Mendengar pembicaraan itu, Duxa menelan ludah dan wajahnya pun memucat. Merasa posisinya di sini belum tentu aman dari kematian.

"Oh iya. Hari ini akan ada jenderal baru. Setelah jenderal kemarin mati keracunan," ucap seorang prajurit lainnya ketika mengambil jatah makanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BAYANGAN (Kumpulan Dark Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang