✨aku yakin kalian tau cara menghargai karya seseorang. Tinggalkan jejak dan buatlah simbiosis mutualisme diantaranya.✨
Happy Reading!
🐨🐻🐨🐻
"MANUSIA YANG BERNAMA SHESHE DIPANGGIL KAK DERA DI RUANG OSIS, SEKARANG!"
Tidak ada yang tidak mengenal suara ini, bahkan sang gadis yang duduk di ujung sana pun bisa menebak nya dengan sekali sasaran.
Ia yakin, gadis yang memanggilnya tadi akan membuat seisi kelas mengalihkan pandangan kepadanya. Hah, ia tidak suka menjadi pusat, hingga akhirnya hanya melemparkan tatapan tajam.
"Dih, mata lo njir. Takut gue." ujar Bella dengan wajah takut yang dibuat buat.
"Siapa yang manggil gue? Kak Dera?”
Seputar pertanyaan muncul dibenaknya.Untuk apa Kak Dera memanggil dirinya, padahal ia bukan perangkat OSIS.
"Mana gue tau, gue hanya menuruti perintah kakak Dera yang ganteng, hehe."
Sheila hanya memutar bola matanya malas melihat tingkah anak perempuan seumuran yang berada di hadapan nya ini.
apakah ia tidak sadar? bahwa Dera tidak akan menaruh rasa, dan apakah dia tidak sadar, bahwa ada yang sedang memperjuangkan nya?
Tidak ada salah nya untuk menyukau seorang Derawan, Ketua OSIS SMA Budi Nusantara yang bahkan terkenal hingga ke sekolah tetangga. Anak yang mudah menjalin relasi, anak kebanggaan dengan banyak penghargaan basket yang ia dapatkan untuk sekolah itu tidak akan melirik wanita.
Sekalinya pun, mungkin yang dilirik adalah anak yang beruntung.
Sheila tidak memperdulikan lagi apa yang akan temannya itu ucapkan setelah nya. Ia langsung beranjak dan keluar kelas.
Tidak perlu lama untuk tiba diruang OSIS. Pintunya tidak tertutup, jadi ia dapat leluasa masuk kedalam ruangan.
Ia melihat Dera yang sibuk mengurus kertas kertas di meja OSIS yang pastinya ia tidak tahu.
"Kenapa kak?"
"Ah, Sheil. Sorry banget nih kalau gue nyuruh lo, anak anak gue lagi sibuk bikin proposal, gue nyuruh lo gapapakan?" pinta Dera yang masih sibuk merapikan kertas kertas yang berserakan.
"Em, kenapa harus gue?” sarkas nya.
Ia tau seharusnya ia tidak bersikap seperti ini pada kakak tingkatnya. Tapi seperti inilah nada bicaranya, yang dimana ia tidak dekat sama sekali dengan Dera.
"Gue ga boleh nyuruh lo?”
Mau nolak, juga engga bisa. entar masalah lagi, males gue. terobos lah.
“Oke, lo mau nyuruh gue ngapain?”
"Gue minta tolong ke lo, pergi ke auditorium untuk ngambil buku keuangan di atas podium. boleh kan?"
Sheila hanya mengangguk, ia tidak akan bertanya dimana letak spesifik buku itu. Ia tidak ingin berlama lama di ruangan yang paling ia benci ini.
Saat itu, angin berhembus seperti biasa, tidak terlalu kencang, tidak pelan juga.
Auditorium beradandi gedung sebelah, agak jauh, tapi tidak mungkin ia kabur dari tugasnya. Ketika ia mendorong pintu bergagang 2 itu, ia melihat segerombolan anak laki laki yang sudah ia tebak adalah kakak tingkatnya.
Seperti awal, ia tetap menampilkan wajah tidak pedulinya. Ia ingin cepat cepat pergi, tidak ingin mencium asap rokok lebih lama
"Woah, look! siapa yang berani datang kesini? siapa yang nyuruh lo?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Perasaan Kita
Teen Fiction- aku tidak yakin mengapa aku memilihmu dan aku tidak tau perasaan ini bahwa aku benar benar tidak ingin kehilangan - Kamu bilang rindu itu berat, tapi nyatanya yang berat itu adalah mengikhlaskan. Ini bukan tentang siapa pemeran utamanya, tapi ini...