"Ada apa, Diana?" Tuan Prawiro sampai terpeleset dan menabrak ujung ranjang saking buru-buru menghampiri anak sulungnya.
Nyonya Wiwik mendekat penuh iba, diusapnya bahu Diana perlahan. Sementara Beatrix, tampak ketakutan. Mang Ridi dan Bik Wara berdiri bergantian di depan pintu.
Diana yang membuka matanya perlahan. Jemarinya menghapus sudut mata yang masih mengalir bulir bening.
"Ta-tadi, Diana lihat ha-hantu," ujarnya terbata.
"Kamu terlalu sering nonton film horor, makanya terbayang-bayang. Hantu gak muncul siang-siang," ejek Tuan Prawiro.
"Diana gak bohong, Pa. Hantunya seperti bule. Rambutnya pirang."
"Sudah, jangan dibahas lagi. Sekarang lekas makan, lalu pergi jalan sama Beatrix. Cari suasana asyik. Daripada di rumah terus. Nanti hantunya ngajakin main," terang Tuan Prawiro, disusul dengan tawa.
Diana mengerucutkan bibir. Dia merasa papanya terkesan tak percaya dan mengejek.
***
"Es pokat kocok dan baksonya 2, Buk." Diana memesan makanan di lapak langganannya.
Diana dan Beatrix sedang nongkrong di seberang benteng Marlborough. Di pasar atas ini banyak dijual penganan, yang paling menarik adalah es pokat kocok. Penganan sederhana, tapi rasanya sangat enak.
"Sabtu ini Rio main ke Bengkulu," ujar Diana. Pandangannya lurus ke depan, memandang lalu-lalang kendaraan.
"Serius? Akad nikahnya kan sebulan lagi. Kok, dia udah ke sini aja." Beatrix tampak bingung.
"Rencananya mau foto prewedding," terang Diana.
"Oalah. Biar keren gitu, yak! I see." Beatrix manggut-maanggut. Tampak diam-diam dia menarik napas dalam-dalam dan melepasnya lirih.
"Oh iya, kamu katanya mau cerita tentang pengagum rahasiamu itu?" tanya Diana.
"Uhm ... lain kali. Aku mau ngabisin bakso sama es pokatnya dulu," kata Beatrix. Kebetulan makanan yang dipesan sudah tersedia di meja.
"Ya ... dasar!" umpat Diana yang kemudian memanyunkan bibirnya.
Beatrix begitu menikmati makanan itu, pasalnya dia baru kali ini ke sini. Bila diizinkan me-review makanan ini, dia bisa saja memberi nilai 9,9.
***
"Papa, Lyra akan pulang Sabtu ini." Anak bungsu Tuan Prawiro memberi kabar.
"Papa akan jemput. Ngomong-ngomong, si Saraf apa kabar?"
"Dih, pasti Ayuk Diana, nih, yang kasih tau Papa. Oya, Pa. Mas Rio sama Neuro bakalan ikut Lyra pulang."
"Ke Bengkulu? Semua berkas nikahnya, kan, udah selesai," ujar Tuan Prawiro.
"Mas Rio sama Ayuk Diana mau foto prewedding."
"Nah, terus si Saraf mau ngapain ke sini?" imbuh Tuan Prawiro.
"Ng ... mau nemani Mas Rio."
"Papa khawatir kalau si Saraf ke sini."
"Kenapa, Pa?" tanya Lyra cemas.
"Takut dia ngacak-ngacakin barang di rumah," terang Tuan Prawiro.
"Yaah, Papa. Dia namanya aja yang saraf, orangnya baik, kok."
"Ehem ... ada yang marah," ejek Tuan Prawiro. Dia terkekeh, puas membuat anaknya merajuk.
Senyum Tuan Prawiro cepat hilang saat mendengar Lyra mendengkus. Anak itu memang tak terlalu suka guyon. Mirip dia saat muda dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaun Pengantin Gaib
HorrorGaun Pengantin Antik Blurb Anak sulung dari Tuan Prawiro, pengusaha ternama, diam-diam mencuri sebuah gaun kuno dari penyimpanan koleksi benda antik milik ayahnya. Dia sangat terpikat dengan gaun itu dan digunakannya untuk membuat foto prewedding. N...